Mohon tunggu...
Ivone Dwiratna
Ivone Dwiratna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang hamba TUHAN

Believe, Belajar, Bertindak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sisi Lain Debt Collector (1): Kerasnya Hidup, Bukan Kerasnya Hati

11 April 2016   09:00 Diperbarui: 25 April 2016   03:02 1506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 2002-2005 T dimutasi di Bandung, lalu tahun 2005-2007 ia mutasi lagi di Lampung. Di Lampung ini, T mendapatkan tantangan berat. Ia harus menyelesaikan kasus MLM yang memanipulasi dokumen dan debitur palsu hingga perusahaan dirugikan sekitar 4.000 unit. Tidak kurang akal, sahabat saya inipun sanggup mengatasi tantangan ini dengan keuletannya dan mengembalikan kesemua unit tersebut ke perusahaan. Luar biasa. Bayangkan, bagaimana membawa 4.000 unit ini kembali ke perusahaan pembiayaan tempatnya bekerja. Butuh banyak orang untuk membawa ribuan unit-unit tersebut dan tempat yang luas untuk menampung hasil tarikannya. Ini prestasi yang luar biasa.

Tahun 2007, T mutasi ke Surabaya. Di Surabaya inipun ia menggunakan tangan dinginnya untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kredit macet. Membuat inovasi-inovasi baru dalam cara dan teknik penagihan maupun penarikan unit.

Ketika saya tanyakan apalagi hal-hal menarik yang pernah ia alami, mengalirlah satu lagi kisahnya yang membuat saya kagum akan cara berfikir dan strateginya. Ada satu lagi debitur yang sudah beberapa tahun menghilang. Unit yang dibiayai dan dijadikan jaminan pembiayaan tersebut adalah 1 unit BMW. T akhirnya turun tangan untuk mencari unit tersebut. Alamat yang ia datangi, kosong. Hanya ada pembantu yang menjaga rumah tersebut. Setiap kali ditanya, pembantunya selalu menjawab tidak tahu dimana keberadaan bossnya. Masih ada atau tidaknya bossnya itu, si pembantu selalu katakan tidak tahu. Tidak ada kontak menurutnya. Ia hanya diberi uang setiap bulan sekali oleh saudara si debitur, dan itu pun tidak mesti kapan datangnya. Ia juga menjawab tidak tahu rumah dan telpon saudaranya maupun keluarga debitur lainnya. Semua seperti jalan buntu. Tapi, bukan T jika ia kehabisan akal. T dapat ide. Ia minta dipesankan kantornya, karangan bunga ucapan berduka cita telah meninggalnya sang debitur. Disitu diberikan nama dan nomor telepon T.

T tidak salah strategi. Umpannya kena. Pada akhirnya ia dapat telepon dari Singapore. Debitur yang hilang beberapa tahun itu meneleponnya sambil marah-marah karena dikirimi karangan bunga berduka cita atas meninggalnya si debitur. Kemudian, T menceritakan siapa dirinya dan tujuannya mengirimi karangan bunga. Si Debitur akhirnya bercerita bahwa saat itu terjadi kerusuhan besar Mei 1998. Dan ia melarikan diri ke Singapore. Mobil ia letakkan di bandara, lalu diambil orangnya dan diletakkan di pabriknya. Dia tidak berani pulang ke Indonesia. Tapi, dia berniat bayar. Solusinya, akhirnya si debitur minta jaminan keselamatan. Ia akan datang ke Indonesia. Bayar sendiri, lalu pulang langsung ke Singapore. T siap memberikan jaminan keselamatan padanya. Ia janji jemput si debitur di bandara. Si debitur memberikan ciri-cirinya dan T memberikan ciri-ciri palsu. Lalu, setelah pesawat si debitur mendarat, ia memperhatikan setiap penumpang yang keluar. Dengan memberikan ciri-ciri palsu, ia bisa mengamati gerak gerik si debitur terlebih dahulu. Baru setelah beberapa saat, T hampiri si debitur dan mengajaknya ke kantor untuk langsung melakukan pelunasan. Betapa senangnya si debitur karena permasalahannya langsung beres hari itu dan ia bisa balik Singapore dengan membawa BPKB BMW nya pula. Lagi-lagi, si debitur memberikan uang dollar yang cukup banyak untuknya sebagai ucapan terima kasih untuk T, dititipkan si debitur melalui kantornya. Dan lagi-lagi pula, T tidak menerimanya.

Sambil menahan kesakitan akibat benturan pada kakinya saat futsal, Pak T saya tanya mengenai kehidupan pribadinya. Saya coba mengorek sisi lainnya. Lelaki ramah yang sangat sayang pada keluarganya ini menceritakan juga kisah pertemuannya dengan pujaan hatinya yang kini menjadi istrinya yang sangat setia dan telah mensupportnya dengan luar biasa. Mereka bertemu di kampus. Saat itu Pak T adalah senior yang mengospek. Kala itu, ia menyuruh gadis cantik yang meminta tanda tangannya untuk menyanyikan 3 lagu. Tapi dia tidak bisa. Terus, pada waktu main game, gadis cantik ini yang mahasiswa baru disuruh mengisi drum air yang nantinya untuk keperluan para mahasiswa baru sampai penuh. Padahal T nakal. Ia sudah lubangi drumnya dan sambungkan selang ke drum senior-senior sehingga senior-senior tidak perlu lagi capek mengisi drum. Akibatnya sang gadis harus mati-matian mengisi air dalam drum hingga penuh. Dari situlah mereka mulai dekat. Apalagi sang gadis ternyata dari Lampung pula. T yang keras dan bandel, tertaut hatinya pada keceriaan dan kebaikan hati sang gadis. Mereka hanya berpacaran 3 bulan, lalu menikah. Mereka menikah setelah Pak T masuk back office tahun 1998 dan sudah punya rumah sendiri saat itu.

Meskipun pekerjaan mereka selalu berhubungan dengan pinjaman macet dan penarikan unit. Mereka juga manusia biasa yang juga banyak masalah. Siapa kira debt collector dan executor tidak menghadapi permasalahan keuangan juga? Siapa kira ia tidak harus menghadapi tagihan-tagihan? T yang keras dan mandiri, adalah anak yang berbakti. Ia sangat menyayangi kedua orang tuanya. Kala itu, Ibu T telah tiada. Ayahnya hidup sendiri dirumahnya. Kebetulan rumah ayahnya dijadikan jaminan utang saudara kandung T di Bank setempat di Lampung. Karena saudaranya yang berutang itu kesulitan keuangan, ia tidak mampu lagi membayar angsuran. Akibatnya rumah ayahnya di police line dan di sita Bank. Begitu mendengar ayahnya dipaksa keluar dari rumahnya, kemarahan T menggelegak. Ia marah luar biasa. Tidak terima ayahnya yang sudah sepuh dan sangat ia sayangi, terusir keluar dari rumahnya sendiri. Saat itu ia langsung pulang ke Lampung dan berjanji membereskan utang saudaranya pada Bank. Hanya satu cara untuknya. Ia harus menjual rumah dan mobil Timor satu-satunya milik mereka di Jakarta. Itu satu-satunya harta yang ia punya. Ini dilema. Ia tidak ingin istrinya yang ia kasihi sedih dan menderita akibat keputusannya ini. Tapi istrinya yang berhati mulia ini tidak berkeberatan rumah dan mobilnya dijual demi menolong ayahnya. Benar-benar istri yang sangat berbakti. Tidak semua istri bisa begitu.

Akhirnya satu-satunya rumah dan mobil mereka dijual. Ayahnya pun bisa tenang menempati kembali rumahnya. T dan istrinya pun mengontrak. Kemana-mana naik motor lagi. Tapi mereka bahagia sudah melakukan hal yang tepat untuk ayah. Kesehatan dan kebahagiaan sang Ayah lebih utama. Rizki bisa dicari, tapi bakti pada Ayah tidak bisa diulang lagi. Mereka ingin memenuhi sisa usia Ayah dengan kebahagiaan. Siapa sangka dibalik kekerasan hatinya, ternyata T adalah anak yang sangat berbakti.

Ia pun ayah yang sangat lembut dan sayang pada keluarga kecilnya. 2 anak mereka, adalah prioritas bagi T. Anak-anaknya pun sangat dekat dengannya. T, lelaki yang hidup di dunia keras tapi berhati baik ini sahabat yang saya kenal commit. Loyalitas pada perusahaan tinggi, tidak diragukan lagi. Ia mendedikasikan hidupnya pada keluarga dan pekerjaannya, tapi ia juga selalu berusaha meningkatkan kemampuannya di segala bidang. T sempat kuliah lagi dan juga sudah lulus. Saat ini kesibukannya selain yang berhubungan dengan keahliannya di bidang negosiasi dan strategi, T juga mengajar di cabang-cabang finance tempatnya bekerja. Ia keliling Indonesia untuk membantu cabang-cabang. Saat saya tanya apa ia sudah puas dengan pencapaiannya. Pak T merasa belum puas. Masih banyak pencapaian yang ia ingin lakukan. Saat ini ia ingin memiliki usaha di kampung halaman untuk masa tuanya dan mencapai tantangan baru. Dia tertantang untuk menjajal kemampuannya masuk di bidang audit dalam perusahaan finance yang telah ia ikuti dengan setia selama puluhan tahun.

Apa pegangan hidup yang Pak T selalu ikuti?

“Petuah ayah.. Ayah selalu bilang bahwa dalam hidup saya harus memperhatikan nasihatnya. Yaitu:
1. Jangan suka bermain-main dengan pinjaman Bank
2. Di dunia, kalau punya masalah, itu adalah akibat perbuatanmu sendiri.
3. Selama hidup, kalau tidak bisa membantu orang tua atau keluarga, maka itu berarti sudah “mati”

itu yang Ayah selalu katakan dan saya jalankan..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun