Seperti yang baru saja saya alami, saya diharuskan mencabut gigi bungsu tetapi dikarenakan tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas untuk melakukan operasi kecil ini, maka akhirnya saya harus ke rumah sakit lain yang cukup jauh dan mengantre lama untuk mendapatkan giliran sebab jumlah pasien di sana sangat banyak dan tidak memungkinkan bagi dokter untuk melakukan banyak pembedahan dalam waktu cepat. Selain itu, jumlahnya alat medis dan dokter yang tidak seimbang dengan pasien juga akhirnya membuat waktu kiita berkonsultasi dengan dokter menjadi terbatas sebab harus segera berganti pada pasien lain.
Memberi banyak pilihan pengobatan
Seiring perkembangan teknologi hal ini semakin melahirkan inovasi kesehatan. Di mana dokter hari ini telah bisa memberikan banyak pilihan pengobatan kepada pasiennya. Misalnya, pada orang dengan penyakit gagal ginjal dilakukanlah kegiatan cuci darah dan pencangkokan ginjal (yang tentu tidak mudah di dapatkan) yang rasanya mustahil di lakukan pada beberapa masa sebelum ini, bahkan sekarang para dokter dna ilmuan sedang berupaya supaya manusia bisa mendapatkan ginjal buatan atau malah menerima ginjal dari Babi. Rasanya, kala itu masih sangat jauh tapi para dokter dan ilmuan tidak menutup mungkinkan kala itu, sebab beberapa tahun lalu sempat ada pasien mati otak yang tubuhnya telah diberikan eksperimen untuk menerima donor ginjal Babi dan bisa bertahan. Dan benar saja pada tahun 2024 ini, seorang pria bernama Richard Slayman di Amerika Serikat menjadi manusia pertama yang berhasil hidup sehat setelah menerima donor dari ginjal babi.
Masalah nilai dan etika.
Kasus Richard tentu akan menimbulkan masalah dalam nilai dan etika di masyarakat. Seorang manusia yang menerima rekayasa genetic dari organ tubuh binatang tentu menimbulkan banyak perdebatan terutama dalam aturan hukum dan agama. Terlebih bagi kita yang merupakan masyarakat mayoritas muslim, hal semacam ini sepertinya akan sulit diterima oleh masyarakat kita. Dan menimbulkan banyak pro dan kontra.
Timbulnya masalah kebijakan sosial
Salah satu kebijakan sosial yang menimbulkan masalah karena teknologi kesehatan adalah aborsi dan penggunaan ibu pengganti. Tidak semua negara mengizinkan adanya praktik aborsi dan ibu pengganti. Terutama di negara mayoritas islam seperti Indonesia, rasanya hal semacam ini akan terus menjadi perdebatan panjang dan tidak mungkin diterapkan. Bahkan saat korban pelecehan seksual 'meminta' izin aborsi saja awalnya juga timbul pertentangan dari masyarakat. Beruntung, kemudian pemerintah masih 'memberi' keringanan untuk aborsi di mana di Indonesia sendiri ada beberapa kondisi di mana seorang ibu boleh mengaborsi janin dalam kandungannya.
Penggunaan Big Data dan Analitik
Big data dan analitik dalam bidang kesehatan semakin hari semakin berkembang guna menunjang analisis epidemiologi, mempermudah penelitian kesehatan, memantau penyakit serta mengambil kesimpulan yang terbaik di bidang kesehatan demi membantu merencanakan kebijakan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Rekam medis bocor
Salah satu penggunaan big data ini adalah adanya rekam medis pasien. Di mana dokter dapat melakukan pertimbangan dengannya tetapi sayangnya, rekam medis ini bisa bocor. Terutama di Indonesia yang sistem keamanannya masih sangat lemah. Hal ini tentu dapat sangat berbahaya dan bisa merugikan pasien.