Mohon tunggu...
Ivan Yusuf Faisal
Ivan Yusuf Faisal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bukan jurnalis, hanya sharing. Rijks Universitêit de Gröningen, Ned

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Resolusi Togog

10 Januari 2018   16:48 Diperbarui: 11 Januari 2018   14:51 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semar menggeleng-gelengkan kepala pertanda dia tak setuju dengan ungkapan sedikit berputus asanya Togog.

"Begini Kang. Dewa itu belum tentu lho mau dan berani seperti kita ini. Mereka belum tentu bisa sabar seperti kita. Pensiun dari Dewa dan  menjadi pemomong itu mulya, Kang. Tidak semua Dewa bisa lho, melakukan yang kita jalani ini".

"Hmm.." gumam Togog sedikit tersadar. Matanya menerawang.

"Kalau Kakang merasa enak menjadi Dewa, merasa iri dan merasa sengsara menjadi rakyat jelata sekarang ini. Berarti ada yang salah ketika Kakang dulu jadi Dewa. Ingat Kang, sewaktu jadi DewaKakang apa pernah mikirin hidupnya rakyat besok makan apa? Terus raja-raja ini bener atau tidak ? Ndak kan?"

"Salah ya Gong?" bisik Petruk, seolah berfikir sebab tak paham.

"Iya Truk" timbal Bagong tanpa pikir panjang dengan pisang godog yang masih di mulutnya.

"Salahlah, tabiat kita ini kan cuek. Koe rasah melu-melu urusan Bapak sama Pakdhe"cetus Gareng.

"Jangan kedonyan Pakdhe. Iri dan merasa sengsara itu bawaan orang serakah" Bagong menasehati.

"Memang benar semua perkataan kalian" Togog termenung. "Jadi Dewa itu harus bisa jadi rakyat jelata, pun sebaliknya. Kalo nggak siap jadi rakyat jelata, setinggi apapun pangkat Dewanya tentu pasti tak akan mulya. Dewa kan juga sebatas jabatan yang dititipakan. Rak gitu, to Mar? Iya kan Gong?" Togog ganti manggut-manggut.

"Leres, Kangmas", jawab Semar takdzim.

"Pokoke aku Il lam takun 'alayya ghodlobun fala ubali, Mar. Asalkan, Dia, wahai Tuhanku tidak marah padaku, kuterima apapun nasibku di dunoia. Dijunjung po dibanting, laris po tumpur, dianggep radianggep, La Ubali, Ra Patheken", Ucap Togog dengan nada halus, tapi serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun