Mohon tunggu...
Ivanpat
Ivanpat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Paling Keren

Merupakan mahasiswa sedang mendalami dunia perkuliahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pencemaran Makna Kebaya dalam Kasus "Kebaya Merah"

26 Desember 2022   16:22 Diperbarui: 26 Desember 2022   16:31 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cibiran masyarakat berlarut panjang disaat mengamati perkembangan kasus Kebaya Merah di jagat maya. Semenjak kasus ini viral, terjadi begitu banyak problematika bagi masyarakat karena menganggap adanya ketidakadilan penanganan polisi. Apalagi, pergerakannya pun semacam gelombang tinggi menghantam trending topic dalam hitungan detik. 

Berbagai bentuk cercaan pun dilakukan oleh masyarakat agar menyadarkan polisi untuk melakukan keadilan atas penanganan kasus lainnya. Krisis kepercayaan dan pandangan negatif lainnya terhadap kinerja aparat pun semakin meningkat. Percayalah, orang Indonesia bisa dipisahkan melalui pilihan politik, akan tetapi dapat dipersatukan melalui video porno, terutama bagi para polisi. 

Membosankan sekali, setiap hari kita disuguhkan sebuah topik hangat di media sosial tidak jauh dari informasi yang 'sampah', apalagi masyarakat selalu menyukai hal tersebut. Mengesampingkan hal itu juga, bisa dirasakan perlakuan "cancel culture" oleh  masyarakat juga termasuk dalam bentuk ketidakadilan, sebuah akibat dari hasil penggiringan opini oleh suatu oknum. 

Kesempatan itu harganya mahal sekali, bahkan hampir tidak ada. Dari yang sudah-sudah, terutama dalam kasus viral video pornografi, semua orang pun turut angkat bicara dalam konten-konten di media sosial, terutama sang pelaku akan melakukan klarifikasi dengan berkedok agama. Pembahasan yang diangkat pun hanya itu-itu saja, contohnya podcast "Close The Door" milik Deddy Corbuzier dapat dijadikan sebagai tolak ukur kasus tersebut bisa viral. 

Dalam kasus Kebaya Merah, fokus masyarakat hanya menitikberatkan pada pencemaran nilai kemanusiaan dan moral, melainkan tidak ada yang memfokuskan pada pencemaran kebudayaan. Karena penggunaan unsur kebudayaan dalam aksi tidak senonoh-noh seharusnya pun menjadi kritik utama, selain isi dari konten videonya. Menurut saya, sebagai pengguna media sosial, melihat kasus ini sudah mencoreng nama baik dari unsur kebudayaan dengan penggunaan pakaian tradisional tersebut. 

Memperkenalkan Kebaya

Berbicara soal kebaya dan sejarahnya, eksistensinya pun sudah ada jauh sebelum zaman penjajahan Belanda. Tidak hanya di Indonesia, warisan kebudayaan ini juga menjadi pakaian yang mengakar pada nenek moyang kebudayaan Melayu, terutama di Indonesia dan Malaysia. Secara etimologis, kata kebaya berasal dari bahasa Arab, abaya, yang berarti pakaian. Di Arab, abaya biasanya berbentuk layaknya jubah. Persebaran kebaya diyakini berasal dari Cina setelah migrasi warga Cina ke Asia Tenggara. 

Di Indonesia, kebaya selalu dipadukan dengan kain dari daerah masing-masing. Di era sebelum penjajahan dan kemerdekaan, kebaya pun hanya dikenakan oleh keluarga kerajaan. Namun, setelah memasuki era penjajahan Belanda, pakaian ini pun dijadikan sebagai pakaian resmi. Dengan kata lain, penggunaan kebaya dipengaruhi oleh perubahan zaman dan politik. 

Didiet Maulana, perancang busana terkemuka di Indonesia, sempat menjelaskan bahwa model kebaya terbagi menjadi model kartini dan kutubaru. Jenis-jenis kebaya terbagi menjadi dua, yaitu kebaya pendek sepinggul dan kebaya panjang selutut. 

Mengutip dari Detik.com (23/5/2022), "Kebaya menurut modelnya secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu kebaya Kartini (berpotongan V, model ini sering dipakai oleh Ibu Kartini), dan kebaya kutubaru, yaitu kebaya dengan potongan bahan yang menghubungkan sisi kanan dan kiri badan," kata Didiet.  

Perkembangan kebaya dipengaruhi oleh tren fashion yang digemari oleh masyarakat. Sehingga perpaduannya pun lebih menarik perhatian masyarakat dan dibuat senyaman mungkin. Dengan demikian, kebaya yang sering kita jumpai di beberapa acara, sudah mengalami perkembangan yang sudah disesuaikan dengan kemajuan zaman. 

Fakta dalam Kasus "Kebaya Merah"

Kemajuan memberikan kebebasan untuk masyarakat sehingga mereka bisa memiliki keberanian untuk berekspresi. Mirisnya, seringkali keberanian mereka untuk berekspresi pun merusak unsur kebudayaan yang sudah dijaga demi kemajuan bangsa ini. Dari kasus ini, kita bisa melihat adanya penyimpangan dari para pelaku untuk menggunakan pakaian tradisional ini sebagai bagian dari aksi di dalam pembuatan konten tersebut. 

Penyimpangan itu berbentuk fetish dengan cosplay dengan menyerupai karakter di film maupun series. Di dalam kasus ini, terjadi cosplay para pelaku dengan memperagakan seorang customer dan seorang pegawai hotel. Kesalahan yang fatal dalam kasus ini, selain bertindak asusila di media sosial,  adalah mencemari nilai kebudayaan yang sudah lama dilestarikan dengan menggunakan pakaian tradisional. Anehnya, polisi menemukan 92 video yang sama dengan tema yang berbeda-beda.

Semenjak kasus ini diselidiki oleh pihak kepolisian, beberapa media menemukan fakta-fakta menarik yang berkaitan dengan para pelaku. Setelah melewati proses penangkapan, pihak kepolisian juga menemukan bahwa salah satu pelaku (AH) mengidap penyakit kepribadian ganda. Observasi kejiwaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian menemukan bahwa AH memiliki 31 kepribadian yang berbeda. 

Maka tidak heran, kalau kasus ini dilakukan oleh orang-orang yang mengalami gangguan kepribadian sehingga terjadi permasalahan yang begitu meluas. Karena tidak hanya berbau pornografi saja, melainkan pencemaran nilai moral dan nilai kebudayaan. 

Pencemaran Nilai Kebaya dalam Kasus "Kebaya Merah"

Permasalahan dalam kasus Kebaya Merah sebenarnya tidak hanya isi kontennya saja, melainkan pencemaran nilai kebudayaan dari penggunaan kebaya. Kebaya yang digunakan dalam konten ini dapat mempengaruhi makna kebaya sehingga mampu menimbulkan konotasi yang buruk. Bisa dikatakan, warganet pun menyukai mengasosiasikan penggunaan kebaya dengan kasus ini. 

Dalam perspektif ilmu komunikasi, video ini dapat dikategorikan sebagai pesan yang bisa membahayakan masyarakat. Selain itu, adegan yang ditunjukkan menandakan adanya perilaku hominis. Actus hominis adalah perbuatan manusia yang juga dilakukan oleh binatang. Tindakan ini menjadi khas manusiawi (actus humanus), jika dilandasi oleh kesadaran moral (moralitas). Namun, apabila tidak terjadi kesadaran moral, maka manusia sama seperti hewan. 

Actus homini ini bisa juga dikarenakan gangguan otak yang tidak bisa mengontrol pikiran maupun perilaku nafsu kehewanan. Dengan gangguan otak dan adanya eksploitasi gangguan kepribadian, maka terjadilah persebaran ideologi yang tidak manusiawi melalui video tersebut. Kebaya adalah hasil dampak yang diberikan dari persebaran ideologi tersebut. 

Maka dari itu, permasalahan yang disebabkan oleh kemajuan memang tidak bisa kita hentikan. Namun, kita bisa mencegahnya karena media sosial adalah tentang manusia. Dari perspektif kasus Kebaya Merah, apapun yang kita lakukan sangatlah berpengaruh kepada masyarakat. Karena mudahnya masyarakat untuk terpengaruh dari setiap hal yang ada di media sosial. Di sisi lain, masyarakat harus cerdas dalam mengamati sebuah fenomena permasalahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun