Mohon tunggu...
Ivan Er
Ivan Er Mohon Tunggu... -

when you reach the rich think, you will understand the beauty of life, so learn continuously to the wealth of thought, so that you do not easily give an opinion.'

Selanjutnya

Tutup

Politik

Freeport di Antara Bisnis dan Politis

22 Februari 2017   12:11 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:26 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Generasi saat ini (termasuk saya) mungkin hanya bisa mengatakan bahwa Freeport cuma bisa mengeruk kekayaan Indonesia, dengan mudahnya juga mengatakan bahwa Freeport harus memberikan lebih karena semua milik Indonesia, mereka hanya sebuah perusahaan asing yang mengambil keuntungan sepihak, benarkah apa yang di katakan dan di gembor-gemborkan itu.

Lebih dari 5 dekade Freeport McMoran melalui PT Freeport Indonesia sudah melakukan kerjasama bisnis di bidang pertambangan dengan Pemerintah Indonesia. dan semua itu di awali tanpa adanya permodalan dari Pemerintah, karena pada saat itu Pemerintah belum dan tidak mempunyai dana untuk melakukan bisnis pertambangan yang cukup besar. demi sebuah kemajuan ekonomi Indonesia, maka Pemerintah menerbitkan undang-undang No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. apakah sekarang kita akan mengatakan "silahkan kalian hengkang karena kami sudah mampu,"

Sebanyak 60% (US$ 16,1 Miliar) atau setara dengan Rp.214 triliun lebih telah di terima pemerintah Indonesia dari PT Freeport sejak tahun 1991. Freeport sendiri mengaku hanya menerima sebesar US$ 10,8 miliar atau 40% dari hasil penambangan bijih tembaga, emas, dan perak di Grasberg sejak 1991. selain memberikan manfaat imbal balik, PT Freeport juga telah berkontribusi US$ 32,5 miliar untuk perekonomian Indonesia diantaranya sebagai pembayaran salary karyawan, belanja dalam negeri, pengembangan masyarakat, pembangunan daerah (Papua) dan juga investasi dalam Negeri.

Saat ini Freeport sedang berkonflik dengan Pemerintah, sudah dua Presiden Direkturnya mengundurkan diri.(Maroef Sjamsoedin dan Chapy Hakim), baik Maroef maupun Chapy tidak mengatakan secara terbuka mengapa mereka mengundurkan diri, yang pasti keduanya memperlihatkan ketidakmampuan menahan gejolak politis tentang Freeport.

Konflik berawal ketika Pada 10 Februari 2017 ketika pemerintah menyodorkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada Freeport sebagai pengganti Kontrak Karya (KK).  Freeport menolak dengan argumentasi karena kontrak Karya (KK) masih berlaku.

CEO Freeport McMoran Richard C. Adkerson mengatakan Pemerintah tidak memiliki hak untuk menuntut Freeport mengubah kontrak.karena kontrak tersebut masih berlaku, (berakhir tahun 2021).lebih lanjut Adkerson mengatakan Pemerintah tidak seharusnya menekan Freeport untuk mengkonversi ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Ada 120 hari bagi pemerintah dan Freeport untuk mengatasi perbedaan-perbedaan ini dan jika tidak dapat diselesaikan, kami akan pergi melalui proses arbitrase," Adkerson. The Jakarta Post.

Untuk menyelesaikan masalah ini, Pemerintah melalui kementrian ESDM sudah menawarkan tiga pilihan solusi kepada Freeport. Opsi pertama, Freeport harus menerima Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan izin ekspor konsentrat yang sudah diberikan,(sambil bernegosiasi terkait stabilitas jangka panjang yang mereka harapkan) dan agar ekspor tetap bisa berjalan, opsi kedua UU Minerba nomor 4 tahun 2009 di revisi, dan opsi ketiga bersengketa melalui Arbitrase.

Dan nampaknya Freeport lebih memilih bersengketa melalui Arbitrase Internasional, karena merasa hak-haknya dalam Kontrak Karya (KK) telah dilanggar. gayung tersambut, baik itu menteri Luhut, Jonan dan wamen Archandra Tahar mengatakan siap melayani Freeport di arbitrase, dan mereka optimis akan memenangkan pertarungan, karena ketiganya berpegang teguh bahwa Freeport telah melanggar UU minerba Nomer 4 tahun 2009 (dengan tidak membangun smelter).

Memang di dalam Undang-Undang Mineral dan BatuBara (Minerba) Nomor 4 tahun 2009 pasal 170 mengatakan, pemegang Kontrak Karya (KK) diwajibkan melakukan pemurnian mineral dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkanya Undang-undang,(pembangunan smelter) namun hingga saat ini Freeport tidak melakukan itu karena di dalam klausul kontrak karya tidak tercantum hal ini, (Undang-undang terbit atau di buat jauh setelah Kontrak Karya terjadi).

Haruskah menuju arbitase internasional, ?

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said memiliki pandangan berbeda. Menurut dia hal pertama yang akan di lakukan sewaktu menjadi Menteri ESDM adalah ingin menghentikan praktik pemerasan atas nama Negara. Soedirman pada saat itu mengatakan, bila melihat realita dilapangan, Freeport merupakan sebuah institusi yang memberikan pekerjaan kepada 30 ribu manusia. selain itu produk domestik bruto (PDB) Timika 92% dari Freeport.dan mengenai kelanjutan pengelolahan Freeport, menurut dia saat ini belum ada intutusi di Indoneisa yang mampu mengoperasikannya.

Mengingat Soedirman Said sudah tidak lagi menjadi Menteri ESDM maka menjadi sulit membuktikan apa yang di maksud dengan menghentikan praktik pemerasan atas nama Negara, benarkah ada pihak-pihak yang memeras Freeport memakai atas nama negara?

Baik Luhut, Jonan maupun Archandra optimis menang bila berperkara di Arbitrase, dan pendapat mereka tentang Freeport yang tidak memenuhi kewajiban di kuatkan oleh pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana, yang juga mengatakan jika bersengketa melalui Arbitrase Indonesia akan menang, yakinkah hal ini tidak akan berdampak secara global terhadap pemerintahan Indonesia,?

Freeport memegang komitmen dari Pemerintah Indonesia atas surat tanggal 7 Oktober 2015 ESDM, di mana di dalam surat itu menyebutkan bahwa Freeport bisa beroperasi hingga kontrak Karya (KK) selesai.kini Pemerintah bersama kementrian ESDM mengeluarkan PP 1/2017,  yang berbunyi para pemegang Kontrak Karya seperti PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), dan lainya didorong untuk mengubah status kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi. semudah inikah.? sesuai PP Nomor 77 Tahun 2014 PT Freeport baru bisa mendapatkan kepastian perpanjangan kontrak dalam waktu 2 tahun sebelum masa kontrak habis. dalam hal ini seharusnya mengenai Freeport di perpanjang atau tidaknya kontrak adalah tahun 2019 nanti, apakah kita akan menyalahkan akibat dari reshufle maka persoalan ini menjadi semakin tumpang tindih.

Sejak dua tahun lalu saya sudah jelaskan, bahkan di forum resmi Komisi VII DPR RI. Surat tanggal 7 Oktober 2015 adalah rangkaian dari proses negosiasi yang secara prinsip sebenarnya sudah hampir final. Dan harus diingat bahwa surat itu dibuat sebagai hasil Pertemuan Bapak Presiden Joko Widodo dengan chairman PT Freeport pada waktu itu Pak James Moffet." Mantan Menteri ESDM Soedirman Said.

Mari kita mengesampingkan kepentingan-kepentingan politis atau apapun itu, dan mari kita melihat jika masalah Freeport berlarut-larut dan tidak ada penyelesaian dalam waktu singkat. apa yang akan terjadi dengan para karyawan dan masyarakat Papua (Mimika) pada khususnya, dari sisi karyawan tercatat lebih dari 32 ribu berpotensi di rumahkan, dan dari sisi pemerintahan setempat akan terjadi penghentian penghasilan atau kehilangan penerimaan. apakah ini sudah terpikirkan oleh Pemerintah pusat?

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun