Saya senang sekali ketika mendengar nama Pak Mahfud diperhitungkan sebagai cawapres Pak Jokowi. Â Apalagi, Â kemarin (9 Agustus 2018), nama cawapres makin mengerucut kepada Pak Mahfud. Â
"Wah, Â orang ini memang cocok jadi pemimpin", itu pikirku.
Menurut saya sedikit orang yang mempunyai pengalaman sekomplit Pak Mahfud. Dari akademisi, penulis, dosen, Â menteri, Â anggota DPR, Ketua Mahkamah Konstitusi, dan menjadi anggota BPIP.
Selain integritas yang ditunjukkan dalam menjalankan semua tanggung jawab yang dipercayakan, Pak Mahfud memiliki tiga karakter yang saya kagumi, dan memang dibutuhkan oleh negeri ini.
Pertama, Pak Mahfud seorang yang bijaksana. Hal ini terlihat dari opini-opini yang disampaikan saat menanggapi masalah tertentu. Tajam bagi kedua pihak, tetapi tidak lupa untuk menyejukkan suasana.Â
Kedua, Pak Mahfud seorang nasionalis-religius. Paham soal agama dan mengerti bagaimana cara negarawan bernegara, itulah karakter kuat yang muncul dari Pak Mahfud.Â
Yang ketiga, Â toleran. Di tengah kemajemukan yang ada, Pak Mahfud mengambil posisi tokoh yang toleran dan mengayomi semua golongan.
"Tepat untuk jadi cawapres", kataku.
Namun, harapan itu sirna, Â saat mendengar deklarasi yang disampaikan oleh Pak Jokowi, bahwa cawapres bukan Pak Mahfud, Â tetapi Pak Ma'ruf Amin. Â
Tentu saja, Â itu hak dari Presiden dan seluruh partai koalisi. Namun, Â apapun alasannya, Â bagi saya, Â ini cukup mengejutkan. Â
"Sudah 2 kali, Pak Mahfud dijadikan nominasi kuat sebagai cawapres, tapi dua kali juga tidak jadi. Hanya nyaris. Pertama di pemilu 2014 dan yang terakhir ini adalah menjelang pemilu 2019.