Mohon tunggu...
Ivan GhanySubekti
Ivan GhanySubekti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Padjadjaran

saya ivan dan saya adalah seorang mahasiswa universitas padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Pencegahan Radikalisme di Era Digital

2 Juli 2024   20:00 Diperbarui: 2 Juli 2024   20:03 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Radikalisme/Viva.co

Paham radikalisme di Indonesia muncul dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga negara, radikalisme merupakan suatu tindakan yang ditunjukan oleh individu atau kelompok yang menginginkan adanya suatu perubahan drastic dengan cara-cara anarkis, ekstrim, bahkan bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, tindakan radikalisme banyak ditemukan terutama pada era teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang (Abraham et al., 2022). 

Kelompok radikalisme cenderung memanfaatkan media baru untuk menyebarkan infomasi yang mengandung aktivitas propaganda, sehingga akan menimbulkan banyak penyebaran berita hoaks sehingga dapat menimbulkan ujaran kebencian, penghasutan, permusuhan, dan ajakan untuk melakukan kekerasan (Tawaang & Mudjiyanto, 2021) penting dipahami bahwa radikalisme dapat terjadi berbagai bentuk termasuk dalam konteks politik, agama, dan sosial, adanya tindakan radikalisme ini menjadi fenomena dan menciptakan ketidakstabilan dalam Masyarakat, sehingga dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional (Maksin, 2023).

Tindak radikalisme di Indonesia memiliki dua sisi, yaitu secara positif dan juga negative, radikalisme negative mencakup intoleransi, adanya sikap anti NKRI, adanya penolakan terhadap nilai-nilai Pancasila, Sementara itu, radikalisme positif bertujuan untuk mengajak masyarakat berkontribusi dalam membangun negara dengan menitikberatkan pada nilai-nilai gotong royong, semangat bela negara, tekun dalam belajar, dan pelestarian kearifan local, namun saat ini munculnya tindakan radikalisme di Indonesia berdampak sangat krusial bagi generasi bangsa, karena tindakan radikalisme manjadi sangat mudah tersebar karena arus informasi yang semakin maju (Maksin, 2023).

Radikalisme menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, dengan serius pemerintah menghadapi tantangan penyebaran paham radikalisme dan tindakan terorisme, banyak hal dilakukan untuk menanggulangi ancaman terorisme yang berkedok agama. Dari perspektif agama, beberapa tindakan dapat diambil untuk melawan propaganda radikalisme teroris, termasuk meluruskan pemahaman ajaran agama dan menghindari kesalahan penafsiran yang kerap terjadi. Terdapat Kerjasama antara pihak pemerintah dan tokoh penting di Masyarakat sehingga dapat menjadi kunci dalam menangkal adanya paham radikalisme (Abraham et al., 2022).

Definisi Radikalisme

Paham radikalisme di Indonesia muncul dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga negara, radikalisme merupakan suatu tindakan yang ditunjukan oleh individu atau kelompok yang menginginkan adanya suatu perubahan drastic dengan cara-cara anarkis, ekstrim, bahkan bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, tindakan radikalisme banyak ditemukan terutama pada era teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang (Abraham et al., 2022). Kelompok radikalisme cenderung memanfaatkan media baru untuk menyebarkan infomasi yang mengandung aktivitas propaganda, sehingga akan menimbulkan banyak penyebaran berita hoaks sehingga dapat menimbulkan ujaran kebencian, penghasutan, permusuhan, dan ajakan untuk melakukan kekerasan (Tawaang & Mudjiyanto, 2021) penting dipahami bahwa radikalisme dapat terjadi berbagai bentuk termasuk dalam konteks politik, agama, dan sosial, adanya tindakan radikalisme ini menjadi fenomena dan menciptakan ketidakstabilan dalam Masyarakat, sehingga dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional (Maksin, 2023).

Tindak radikalisme di Indonesia memiliki dua sisi, yaitu secara positif dan juga negative, radikalisme negative mencakup intoleransi, adanya sikap anti NKRI, adanya penolakan terhadap nilai-nilai Pancasila, Sementara itu, radikalisme positif bertujuan untuk mengajak masyarakat berkontribusi dalam membangun negara dengan menitikberatkan pada nilai-nilai gotong royong, semangat bela negara, tekun dalam belajar, dan pelestarian kearifan local, namun saat ini munculnya tindakan radikalisme di Indonesia berdampak sangat krusial bagi generasi bangsa, karena tindakan radikalisme manjadi sangat mudah tersebar karena arus informasi yang semakin maju (Maksin, 2023).

Radikalisme menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah, dengan serius pemerintah menghadapi tantangan penyebaran paham radikalisme dan tindakan terorisme, banyak hal dilakukan untuk menanggulangi ancaman terorisme yang berkedok agama. Dari perspektif agama, beberapa tindakan dapat diambil untuk melawan propaganda radikalisme teroris, termasuk meluruskan pemahaman ajaran agama dan menghindari kesalahan penafsiran yang kerap terjadi. Terdapat Kerjasama antara pihak pemerintah dan tokoh penting di Masyarakat sehingga dapat menjadi kunci dalam menangkal adanya paham radikalisme (Abraham et al., 2022).

Cegah Radikalisme/Alinea.ID
Cegah Radikalisme/Alinea.ID

Upaya Mencegah Penyebaran Paham Radikal 

Meningkatnya paham radikalisme, terutama di era digital saat ini, menjadi suatu isu yang memerlukan tindakan pencegahan segera, mengingat dampak yang potensial merugikan bagi sebuah negara. Upaya pencegahan dapat diarahkan melalui pemanfaatan media digital yang semakin umum digunakan oleh masyarakat. Salah satu langkah preventif yang efektif adalah memanfaatkan teknologi internet untuk menyebarkan informasi tentang bahaya dan larangan terkait radikalisme. Dengan cara ini, diharapkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait risiko radikalisme dapat semakin meningkat (Zamzamy, 2019).

Pemerintah juga aktif dalam menanggapi penyebaran radikalisme di Indonesia dengan menyiapkan berbagai upaya. Menurut Santoso dan rekan-rekan (2020), pemerintah telah mengadopsi dua pendekatan, yaitu pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan lunak (soft approach). Pendekatan keras dilakukan melalui keterlibatan aparat bersenjata untuk menghadapi langsung individu atau kelompok yang terlibat dalam tindakan radikal atau teror. 

Sementara itu, pendekatan lunak melibatkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat secara menyeluruh, dengan fokus pada pertahanan fisik dan mental sebagai langkah pencegahan menyeluruh terhadap penyebaran paham radikal yang dapat meresahkan.

Dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan dapat diciptakan lingkungan yang aman dari ancaman radikalisme dan sekaligus meningkatkan ketahanan bersama terhadap potensi pengaruh negatif tersebut.

Upaya Pencegahan Paham Radikalisme Melalui Penerapan Bela Negara

Seiring perkembangan yang terus-menerus di dunia internet, berbagai teknologi dan fitur menjadi lebih dinamis dan canggih, menjadikannya lebih inklusif daripada referensi khusus terhadap penggunaan dan desain tertentu. Media sosial, sebagai contoh, mencerminkan beragam teknologi yang memungkinkan manusia terlibat dalam kolaborasi, pertukaran informasi, dan interaksi melalui pesan berbasis web (Indraswari dkk, 2020).

Berdasarkan konteks lain, sosial media biasa dipahami platform yang memanfaatkan media nya untuk  gambar, teks, suara, dan video untuk interaksi antara pengguna dengan sesama manusia, perusahaan, atau sebaliknya. Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa media sosial saat ini berfungsi sebagai fasilitator komunikasi yang melibatkan berbagai jenis konten, seperti teks, gambar, suara, dan video.

Bela negara ini merupakan suatu kewajiban dan hak yang diterima oleh warga negara untuk mempertahankan dan membela tanah airnya. Keterkaitan antara radikalisme dan juga bela negara umumnya terfokus pada aspek yang mengacu pada ketahanan dan keamanan negara. 

Nilai yang terdapat pada konsep bela negara melibatkan kepekaan dan kesadaran akan cinta tanah air, keyakinan dalam ideologi negara seperti Pancasila, kesiapan untuk berkorban demi bangsa dan negara, serta keteguhan dalam menciptakan kesatuan dan kedamaian negara.

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, bahwa digitalisasi seperti yang kita alami saat ini, menjadi penyebab paham radikalisme tidak hanya terbatas pada lingkup fisik, melainkan juga meluas ke jejaring sosial, mencakup internet dan media sosial. 

Sebagai warga negara Indonesia, kita memiliki tanggung jawab untuk menangkal penyebaran paham radikalisme di dunia maya ini dengan mengadopsi nilai terhadap bela negara. Dalam konteks ini, nilai dan bela negara dapat diimplementasikan melalui pembuatan kebijakan-kebijakan yang secara khusus ditujukan untuk menangkal radikalisme di ranah digital.

Zamzamy (2019) menyoroti beberapa kebijakan yang dapat diambil untuk melawan penyebaran paham radikalisme di dunia maya, langkah preventif bisa dilakukan dengan mencegah munculnya pemahaman radikal pada sosial media. 

kemudian, perlunya upaya dalam mencegah konten yang bertujuan untuk provokatif pada Masyarakat, sehingga berdampak terhadap munculnya kebencian, dan perilaku tidak baik lainnya. 

Ketiga, perlindungan terhadap masyarakat agar tidak terpengaruh oleh paham radikalisme yang tersebar di dunia maya. Keempat, peningkatan pemahaman masyarakat mengenai paham radikalisme melalui sosialisasi yang aktif. Selanjutnya diperlukan upaya untuk memperkuat persatuan juga kesatuan antar bangsa, sehingga masyarakat tidak akan mudah untuk terdoktrin oleh radikalisme terutama secara ideologi yang tersebar melalui sosial media.

Dengan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan ini, diharapkan dapat diciptakan lingkungan digital yang lebih aman, serta masyarakat yang lebih mampu mengenali dan menolak paham radikalisme yang dapat merongrong kesatuan dan keamanan negara.

Kesimpulan  

Dapat disimpulkan bahwa radikalisme merupakan perilaku yang patut dihindari, terutama dalam era kemajuan teknologi digital yang semakin pesat. Melalui media teknologi, penyebaran paham radikalisme menjadi lebih mudah dan luas, mencakup aspek agama, politik, dan sosial. Oleh karena itu, penanganan penyebaran paham radikalisme memerlukan langkah-langkah bersama baik dari pemerintah maupun masyarakat secara umum untuk menjaga kedamaian dan memperkuat nilai-nilai bela negara.

Pemerintah memiliki peran sentral dalam mengatasi penyebaran paham radikalisme. Mereka perlu merancang kebijakan yang efektif untuk memonitor dan mengendalikan konten radikal di platform digital. Langkah pencegahan seperti pendidikan dan kampanye anti-radikalisme juga perlu diperkuat. 

Selain itu, pemerintah dapat berkolaborasi dengan lembaga internasional untuk bertukar informasi dan strategi dalam menghadapi tantangan radikalisme global.

Di sisi masyarakat, peran aktif juga sangat penting. Kesadaran akan bahaya radikalisme perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan sosialisasi. Komunitas, keluarga, dan lembaga keagamaan juga dapat berperan dalam mendeteksi dini tanda-tanda radikalisme serta membentuk lingkungan yang tidak mendukung penyebaran paham tersebut. 

Memperkuat nilai-nilai bela negara seperti cinta tanah air, toleransi, dan persatuan juga menjadi kunci untuk membentengi masyarakat dari pengaruh paham radikal. 

Dengan kerjasama yang sinergis antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan dapat diciptakan lingkungan yang aman, damai, dan tahan terhadap ancaman radikalisme di era digital ini.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun