Mohon tunggu...
Ivandhana
Ivandhana Mohon Tunggu... -

Personal Productivity Coach | Trainer | Licensed NLP Practitioner | Certified Professional Coach | Founder of Inspiring Youth Educators | www.ivandhana.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Syukur dan Kualitas Kehidupan

4 Mei 2018   08:13 Diperbarui: 4 Mei 2018   09:14 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilusrasi: fimadani.com

Permasalahan dalam kehidupan itu adalah sebuah keharusan. Artinya dia akan senantiasa dalam dalam setiap hari dalam kehidupan kita baik kita siap ataupun tidak siap dalam menghadapinya.

Dalam menghadapi masalah, saya mencoba mengkategorikan manusia ke dalam dua jenis untuk mempermudah. Jenis manusia pertama adalah manusia yang cenderung mengeluh ketika menghadapi masalah karena merasa tidak sanggup dan tidak tahan menghadapi masalah tersebut dan jenis manusia kedua yang ketika menghadapi masalah lebih memilih untuk bersyukur karena menganggap bahwa permasalahan hanyalah cobaan sesaat yang manusia harus terima untuk menguji kemampuannya.

Pembaca sekalian termasuk jenis yang mana? Yang pertama atau yang kedua? Saya berharap pembaca sekalian termasuk jenis yang kedua, yaitu manusia yang ketika menghadapi masalah justru bersyukur. Kenapa saya mengharapkan demikian? apakah itu artinya jenis manusia yang pertama itu salah?

Tentu tidak adil jika kemudian saya menjudge bahwa manusia jenis pertama itu salah karena setiap orang saya yakin pasti punya alasan atas keputusannya untuk mengeluh atau bersyukur itu tadi.

Namun jika saya boleh berbagi saran, mengeluh itu sebenarnya tidak menyelesaikan masalah, namun justru menghilangkan kemampuan diri kita untuk menyelesaikan sebuah masalah dengan cepat dan tepat. Kenapa saya mengatakan demikian?

Saya ambil contoh, ketika kita menghadapi masalah dengan mengeluh, apa yang kemudian ada di dalam pikiran kita? Pasti kita berpikiran bahwa masalah itu sangat berat, kita memikirkan dampak buruk dari masalah itu bagi diri kita dan hal-hal yang negatif lainnya bukan?

Lantas bagaimana kita memikirkan solusinya dengan cepat jika saat itu yg ada di dalam pikiran kita hanyalah rasa takut pada beratnya sebuah permasalahan? Mungkin beberapa dari kita mencoba mendapatkan sudut pandang baru dengan mengeluh dan berkeluh kesah kepada teman atau orang lain disekitarnya, namun kita perlu hati-hati dengan niat kita berkeluh kesah tadi karena kadangkala mengeluh kepada orang lain itu justru membuat diri kita lemah karena tanpa kita sadari niat kita bukanlah untuk mendapatkan masukan, melainkan ingin mendapatkan pembenaran dari orang lain bahwa masalah yang kita hadapi benar-benar berat.

Lantas bagaimana solusi agar kita bisa menghindari menyikapi masalah dengan keluhan? Jawabannya adalah dengan belajar menjadi manusia jenis kedua, yaitu manusia yang bersyukur menghadapi masalah. Kenapa bersyukur itu perlu? Jawabannya adalah karena :

Syukur itu meringankan beban permasalahan

sumber: amara.org
sumber: amara.org

Ada kalanya kita merasakan sebuah permasalahan yang berat dalam kehidupan dimana kita merasa tidak mampu untuk menghadapinya. Saya sengaja mencetak tebal dan miring kata merasa pada kalimat sebelumnya, karena saya ingin berbagi pemahaman pada pembaca bahwa apa yang kita rasakan itu tidak selalu sesuai dengan kenyataannya.

Apa yang kita rasakan itu cenderung subjektif dan berasal dari pikiran dan perasaan kita sendiri yang bisa saja salah karena sepintar apapun diri kita tetaplah kita manusia biasa yang bisa salah menafsirkan sesuatu.

Hal ini juga berlaku dalam diri kita yang menafsirkan sebuah masalah. Kita merasa masalah itu berat karena kita berpikiran bahwa masalah itu akan mengancam keberlangsungan kehidupan kita. Karena diri kita merasa terancam, maka akan cenderung merasa takut dan tidak nyaman.

Lain halnya bila kita mencoba bersyukur ketika menghadapi permasalahan dan membayangkan bahwa permasalahan hanyalah salah satu step kehidupan yang akan membuat diri kita makin dewasa nantinya. Pasti rasa takut terhadap masalah itu akan kecil sekali dan pikiran kita jauh lebih mudah untuk fokus mencari solusinya karena telah terbebas dari rasa takut tersebut. Dengan kata lain, rasa syukur membuat sebuah masalah terasa lebih kecil dan ringan untuk kita jalani dan cari solusinya.

Syukur itu meningkatkan kualitas kebahagiaan

Cara termudah untuk merasakan kebahagiaan sebenarnya adalah dengan bersyukur. Pernahkah kita memikirkan, kenapa ada orang kaya yang tidak bahagia dan ada juga orang yang tidak terlalu kaya tapi dia hidup dengan sangat bahagia? yang membedakan kedua jenis orang tersebut sebenarnya adalah rasa syukur yang dikeluarkan oleh keduanya dalam menyikapi kehidupan yang mereka rasakan.

Orang yang hidupnya tidak terlalu kaya namun dia bersyukur akan cenderung lebih bahagia karena dia merasa bahwa kehidupannya itu sendiri adalah sebuah anugerah yang perlu untuk dinikmati setiap harinya bersama orang-orang disekitarnya.

Syukur itu meningkatkan kualitas kehidupan

"Bersyukurlah, maka nikmatmu akan bertambah." Kalimat ini mengisyaratkan bahwa rasa syukur itu akan membuat kehidupan kita ke depannya jauh terasa lebih ringan dan indah. Selain itu, rasa syukur atas hidup yang kita jalani juga membuat kita merasakan bahwa kehidupan itu sangatlah berharga dan sangat pantas untuk kita nikmati. Dengan kata lain, kita akan merasakan kehidupan yang berkualitas. Yang biasanya hidup datar-datar saja setiap harinya, dengan bersyukur maka kita akan merasa kehidupan kita jauh lebih bermakna.

Berat atau tidaknya permasalahan dalam kehidupan kita itu sebenarnya pikiran kita sendiri yang menciptakannya. Itu pula sebabnya masalah bagi seseorang belum tentu merupakan masalah besar bagi orang lainnya. Ini bukan karena orang tersebut tidak pernah merasakan masalah itu sendiri secara langsung, melainkan karena sudut pandang yang digunakannya dalam melihat sebuah masalah itu berbeda.

Bagi saya pribadi, berat atau tidaknya sebuah masalah itu juga tidak diukur dari kompleksitas masalah yang datang dalam hari-hari kita karena sampai saat ini belum ada alat yang bisa digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap berat atau ringannya masalah yang dihadapi oleh setiap manusia. Artinya, pada akhirnya berat atau tidaknya sebuah masalah itu ditentukan oleh pikiran kita sendiri yang memutuskan. Sama seperti pada akhirnya kita mau memilih yang mana, antara mau mengeluh menghadapi masalah ataukah mau bersyukur menghadapi masalah?


Ivan Dhana

Personal Productivity Coach

Ingin Mendapatkan Kisah-kisah lainnya? silahkan disimak di www.ivandhana.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun