Belajar dari pandemi influenza H1N1 (Flu Babi) pada tahun 2009 adalah studi kasus yang memperkarya konteks modern risiko guncangan global dari pandemi. UNDP mengkonseptualisasikan keamanan berfokus pada manusia bukan dalam cakupan negara, dan mencakup perlindungan dari guncangan yang mempengaruhi keselamatan dan kesejahteraan manusia, seperti penyakit, kelaparan, pengangguran, kejahatan, konflik sosial, represi politik dan bahaya lingkungan.
Konsekuensi dari definisi tersebut, eperti yang ditunjukkan oleh Ole Weaver (Weaver 2009) adalah, "... bahwa tindakan sesuai dengan prosedur normal tidak akan dapat mengimbangi ini pada waktunya, dan oleh karena itu tindakan luar biasa diperlukan dan dibenarkan." Salah satu dampak pandemi Covid-19 salah satunya banyak tenaga kerja yang dirumahkan, dengan konsekuensi makin bertambahnya penduduk miskin.Â
Pesan Non Medis Ibnu Sina
Dengan berubahnya situasi di era normal baru dimana manusia mulai menjaga protokol kesehatan dan berusaha beradaptasi agar tidak tertular, terlebih di era normal baru ini, para pekerja sebagian besar mulai bekerja seperti biasa.
Namun perlu diingat, perasaan panik berlebihan justru akan membuat situasi menjadi tidak kondusif. Hal ini akan berbahaya bagi masyarakat, karena rasa ketakutan berlebih dapat membuat kesehatan mental pun terganggu.
Di seluruh dunia, Organisasi Kesehatan Dunia dan Institute for Health Metrics and Evaluation (Lembaga Metrik dan Evaluasi Kesehatan) melaporkan:
- Lebih dari 1,1 miliar orang menderita gangguan mental atau penggunaan narkoba, di seluruh dunia.
- Sekitar 20% anak-anak dan remaja bergumul dengan masalah kesehatan mental.
- 50% dari gangguan mental muncul sebelum usia 14.
- Gangguan mental dan penggunaan narkoba adalah penyebab utama disabilitas di seluruh dunia.
- Setiap tahun, lebih dari 800.000 orang bunuh diri.
Di Indonesia, merujuk pada data Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2018, menunjukkan bahwa prevalensi orang gangguan jiwa berat (skizofrenia/psikosis) meningkat dari 0,15% menjadi 0,18%, sementara prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk usia 15 tahun keatas meningkat dari 6,1% pada tahun 2013 menjadi 9,8 % pada 2018.
Artinya, sekitar 12 juta penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas menderita depresi. Persoalannya bahwa masalah kesehatan mental makin meningkat, karena salah satunya tidak adanya layanan kesehatan mental di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Bahkan merujuk data tahun 2014, bahwa hanya ada 600-800 psikiater di seluruh Indonesia (Kementerian Kesehatan Indonesia). Ini menghasilkan rasio 0,01 psikiater per 100.000 orang (WHO, 2014).
Saya dan keluarga berkiblat pada pesan Ibnu Sina bahwa faktor mental akan sangat menentukan dalam hidup manusia. Ibnu Sina yang dikenal dengan Bapak Kedokteran Dunia tidak memberi pesan medis, melainkan pesan non medis kepada kita di tengah krisis ini. Menurut Ibnu Sina, kesehatan terlihat dari tiga hal, yakni kepanikan, ketenangan, dan kesabaran.