Itulah mengapa Bambang mengatakan tiap pegawai Bappenas harus memiliki kekritisan melihat perubahan terjadi. Jelas, ini akan sangat berkaitan dengan daya saing dibutuhkan untuk menjaga kualitas tenaga kerja agar terus beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi. Learning capacity dibutuhkan seorang tenaga kerja, karena ia bergelut oleh tenaga kerja global. Struktur kurikulum dan infratsruktur yang menunjang sangat dibutuhkan untuk membenahi kualitas tenaga kerja ke level yang lebih baik.
Menurut Bambang, negara demokratis memiliki labour (tenaga kerja) yang kuat. Kuat dalam artian jumlahnya tersedia dan ditunjang oleh kompetensi mumpuni (terampil). Pemerintah sering kali menyebut bahwa Indonesia berlimpah populasi anak muda yang tidak dimiliki negara lain. Kekuatan dan potensi ini harus diimbangi dengan penguatan di hulu, yakni pendidikan dan pelatihan dengan kurikulum yang terus update dengan perubahan zaman dan dunia industri yang terus berinovasi.
Keselarasan diperlukan untuk menjaga agar tenaga kerja berlimpah tadi tidak direnggut negara lain, padahal kapasitas negara tersebut sebagai pesaing dalam pasar kerja global. Sebagai pesaing, seharusnya kita dapat menjaga kelimpahan anak muda tadi dengan menjaga pasar kerja nasional yang tinggi nilainya bukan sebatas negara copypaste industrinya dan penghasil sales/distributor dari kecanggihan produk luar negeri, sehingga anak muda tidak serta merta ke luar negeri demi menggenggam dollar, namun ada semangat nasionalisme yang sangat kuat di dada mereka.
Yang paling menarik dari paparan Bambang ketika beliau 1) menceritakan tentang betapa masyarakat Eropa dan Amerika tidak bertanya banyak tentang pertumbuhan ekonomi, namun ke level yang lebih praktis, yakni berapa banyak lahan pekerjaan yang sudah pemerintah buat untuk masyarakat, 2) menceritakan bagaimana ekonomi Amerika lambat laun meningkat setelah mengalami resesi, yakni dengan mencetak uang lebih banyak, pemerintah Amerika konsisten hingga tahun 2014. Saat pemerintah Amerika melihat bahwa pengangguran sudah turun, maka pencetakan uang itu juga dihentikan, karena dinilai ekonomi sudah kembali stabil, 3) sektor informal harus berani menanjak ke sektor formal. Karena dengan begitu, struktur dan pasar kerja akan dapat menunjang pemasukan untuk negara pula.
Menurut Bambang, transformasi ekonomi akan berjalan jika Bappenas memiliki helicopter view yang dapat mengetahui prioritas apa yang akan dilakukan, celah-celah yang selama ini luput dari perhatian, hambatan-hambatan yang menjadi rintangan, dan berdampak besar bagi pembangunan. Bambang menceritakan bahwa permasalahan proses pembangunan di daerah dikarenakan dalam perencanaan pembangunan didaerah sangat dominan intervensi politiknya.
Beliau menyarankan jangan sampai praktik politik mengganggu belanja prioritas. Selain itu, selama ini ada grey area antara apa yang sudah tertulis di RKP (Rencana Kerja Pemerintah) dan dianggarkan dalam APBN tidak sinkron. Saat ini Bambang berusaha dalam waktu dekat ini, yakni bagaimana menghilangkan grey area dan apa yang telah ditetapkan dalam RKP benar-benar terlaksana sampai di kegiatan.
Pengetahuan Bambang dalam kompetensinya sebagai lulusan mahasiswa ekonomi pembangunan dan pengalaman sebagai menteri keuangan menjadi bekal bagaimana Bappenas mampu memaksimalkan fungsi program pemerintah dan memberdayakan sektor-sektor produktif menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi yang “nyata”, bukan menghasilkan orang kaya musiman (middle-class trap).
Semoga Bambang PS Brodjonegoro sebagai menteri PPN/Kepala Bappenas dapat menjalankan tugasnya, karena apa yang beliau kerjakan membutuhkan kepekaan dari eselon I, eselon II, dan pegawai Bappenas yang diharapkan memiliki kekritisan dan rasa ingin tahu yang tinggi untuk memperkaya sebuah kebijakan dan akhirnya berdampak pada hajat hidup orang banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H