Mohon tunggu...
Muhammad Ivan
Muhammad Ivan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS di Kemenko PMK

Sebagai abdi negara, menulis menjadi aktivitas yang membantu saya menajamkan analisa kebijakan publik. Saya bukan penulis, saya hanya berusaha menyebarkan perspektif saya tentang sesuatu hal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Helicopter View” ala Bambang P.S. Brodjonegoro

5 September 2016   12:15 Diperbarui: 6 September 2016   08:55 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Indonesia adalah negara yang kuat dari segi sumber daya alam, jumlah penduduk dan luas wilayah, namun apa daya, isu kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan masih menjadi pekerjaan rumah yang memang tidak dapat diselesaikan sekejap mata. 

Tiap harinya, sepanjang perjalanan dari Tanjung Barat ke Kota menggunakan commuterline, kemiskinan terasa begitu dekat. Di pinggir rel masih banyak manula, keluarga, dan anak-anak hidup hanya beralas atap tanpa dinding, terkhusus di Manggarai dan Tanah Abang. Anak-anak yang bermain tanpa lahan yang layak, penuh bahaya karena berada di area lintasan kereta. 

Ibarat membangun sebuah rumah, perlu seorang arsitek yang memang memiliki knowledge (pengetahuan) cara membangun rumah, mulai dari merencanakan, peralatan apa saya yang dibutuhkan, sampai tahap proses membangun, hingga akhirnya rumah itu bermanfaat bagi penghuninya.

Rumah dengan fondasi yang kuat, tidak gampang roboh,  dan kemanfaatannya dapat dirasakan hingga waktu berpuluh-puluh tahun. Sebagaimana rumah, Indonesia butuh seorang perencana, yang lebih dari seorang yang berpengetahuan, namun memiliki imajinasi yang kuat seperti apa pembangunan “rumah” Indonesia agar setiap penduduk yang tinggal di dalamnya merasakan kenyamanan dan kebahagiaan hakiki, bukankah itu tujuan sebenarnya dari proses pembangunan. 

Terpilihnya Bambang PS Brodjonegoro yang sebelumnya memegang jabatan sebagai menteri keuangan menjadi menteri PPN/Kepala Bappenas menggantikan Sofyan Djalil mengundang pertanyaan sejumlah pihak. Mengapa harus Bambang PS Brodjonegoro? Mungkin pertanyaan membatin ini dirasakan pula oleh Bambang PS Brodjonegoro karena mengingat pekerjaan di Bappenas tentu saja jauh berbeda dengan keuangan.

Pernah mencicipi kuliah di ekonomi pembangunan menjadi modal bagi dirinya untuk mengevaluasi secara sigap dan tepat, apa yang selama ini luput dari perhatian seorang yang bekerja di Bappenas. Bambang menyatakan bahwa tiap pegawai Bappenas harus menjadi birokrat pemikir dan kritis, karena kebijakan yang dibuat tentu saja perlu dikaji dan dipantau, terus dievaluasi, dan bagaimana tindak lanjutnya jika sebuah kebijakan  diteruskan atau memang perlu dire-evaluasi.

Reformasi struktur ekonomi perlu dilakukan. Indonesia sampai saat ini belum mampu menjadi  negara berbasis industri. Pada level tertentu, negara berpendapatan menengah akan menjadi tidak kompetitif pada sektor industri bernilai tambah (value added industries), seperti manufaktur. Industri padat karya akan mulai berpindah ke negara berupah rendah sehingga pertumbuhan ekonomi pada negara tersebut akan cenderung stagnan atau bahkan menurun.

Negara berpenghasilan menengah (MIC) tidak hanya mengalami kesulitan untuk bersaing dengan low-wage countries, tapi juga kesulitan untuk bersaing dengan high-technology countries (Paus, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa negara-negara yang berhasil masuk ke kelas menengah atas yakni kelompok yang memiliki ekspor yang lebih beragam, canggih, dan non-standar sehingga dapat melompat dari perangkap berpenghasilan rendah saat ini (Felipe, 2012). Sektor industri manufaktur akan membuka peluang tenaga kerja yang lebih banyak, namun memang perlu kerja keras untuk mencapai tahap menjadi negara berbasis industri.

Menurut Bambang, otonomi daerah juga belum terasa dampaknya. Nyatanya, otonomi daerah yang diartikan kebebasan mengelola daerahya sendiri namun disayangkan luput dari inovasi dan kreativitas dalam pembangunannya.   Daerah tertinggal semenjak otonomi daerah digulirkan belum bergeser menjadi daerah yang lebih baik. Apa yang dikatakan Bambang sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019. enurut Perpres ini, pemerintah menetapkan Daerah Tertinggal setiap 5 (lima) tahun sekali secara nasional berdasarkan kriteria, indikator, dan sub indikator ketertinggalan daerah.

Penetapan Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan usulan Menteri dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah. Disebutkan bahwa masih ada 122 daerah yang ditetapkan pemerintah sebagai Daerah Tertinggal 2015 – 2019.

Peningkatan produktivitas juga menjadi perhatian Bambang. Sektor produktif memerlukan pendekatan yang berbeda. Untuk menghindari middle-clas trap, dibutuhkan diversifikasi produk, misalkan dalam industri fashion, perlu pendekatan mode sehingga karya yang dihasilkan memang unik dan inovatif sehingga berdaya jual tinggi. Dunia yang begitu cepat inipun jika tidak diikuti dunia pendidikan, dunia usaha, dan dunia industri tentu akan terus ketinggalan. Contoh saja, laptop yang selalu berganti inovasinya, tentu saja jika ada SMK yang menggunakan laptop yang lama untuk direparasi maka kemampuan siswa SMK akan diragukan di pasar kerja, karena hanya bisa membenarkan laptop lama. Oleh karenanya, updating terhadap perubahan itu sangat dibutuhkan.

Itulah mengapa Bambang mengatakan tiap pegawai Bappenas harus memiliki kekritisan melihat perubahan terjadi. Jelas, ini akan sangat berkaitan dengan daya saing dibutuhkan untuk menjaga kualitas tenaga kerja  agar terus beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi. Learning capacity dibutuhkan seorang tenaga kerja, karena ia bergelut oleh tenaga kerja global. Struktur kurikulum dan infratsruktur yang menunjang sangat dibutuhkan untuk membenahi kualitas tenaga kerja ke level yang lebih baik.

Menurut Bambang, negara demokratis memiliki labour (tenaga kerja) yang kuat. Kuat dalam artian jumlahnya tersedia dan ditunjang oleh kompetensi mumpuni (terampil). Pemerintah sering kali menyebut bahwa Indonesia berlimpah populasi anak muda yang tidak dimiliki negara lain. Kekuatan dan potensi ini harus diimbangi dengan penguatan di hulu, yakni pendidikan dan pelatihan dengan kurikulum yang terus update dengan perubahan zaman dan dunia industri yang terus berinovasi.

Keselarasan diperlukan untuk menjaga agar tenaga kerja berlimpah tadi tidak direnggut negara lain, padahal kapasitas negara tersebut sebagai pesaing dalam pasar kerja global. Sebagai pesaing, seharusnya kita dapat menjaga kelimpahan anak muda tadi dengan menjaga pasar kerja nasional yang tinggi nilainya bukan sebatas negara copypaste industrinya dan penghasil sales/distributor dari kecanggihan produk luar negeri, sehingga anak muda tidak serta merta ke luar negeri demi menggenggam dollar, namun ada semangat nasionalisme yang sangat kuat di dada mereka.

Yang paling menarik dari paparan Bambang ketika beliau 1) menceritakan tentang betapa masyarakat Eropa dan Amerika tidak bertanya banyak tentang pertumbuhan ekonomi, namun ke level yang lebih praktis, yakni berapa banyak lahan pekerjaan yang sudah pemerintah buat untuk masyarakat, 2) menceritakan bagaimana ekonomi Amerika lambat laun meningkat setelah mengalami resesi, yakni dengan mencetak uang lebih banyak, pemerintah Amerika konsisten hingga tahun 2014. Saat pemerintah Amerika melihat bahwa pengangguran sudah turun, maka pencetakan uang itu juga dihentikan, karena dinilai ekonomi sudah kembali stabil, 3) sektor informal harus berani menanjak ke sektor formal. Karena dengan begitu, struktur dan pasar kerja akan dapat menunjang pemasukan untuk negara pula.  

Menurut Bambang, transformasi ekonomi akan berjalan jika Bappenas memiliki  helicopter view yang dapat mengetahui prioritas apa yang akan dilakukan, celah-celah yang selama ini luput dari perhatian, hambatan-hambatan yang menjadi rintangan, dan berdampak besar bagi pembangunan. Bambang menceritakan bahwa permasalahan proses pembangunan di daerah dikarenakan dalam perencanaan pembangunan didaerah sangat dominan intervensi politiknya.

Beliau menyarankan jangan sampai praktik politik mengganggu belanja prioritas. Selain itu, selama ini ada grey area antara apa yang sudah tertulis di RKP (Rencana Kerja Pemerintah) dan dianggarkan dalam APBN tidak sinkron. Saat ini Bambang berusaha dalam waktu dekat ini, yakni bagaimana menghilangkan grey area dan apa yang telah ditetapkan dalam RKP benar-benar terlaksana sampai di kegiatan.  

Pengetahuan Bambang dalam kompetensinya sebagai lulusan mahasiswa ekonomi pembangunan dan pengalaman sebagai menteri keuangan menjadi bekal bagaimana Bappenas mampu memaksimalkan fungsi program pemerintah dan memberdayakan sektor-sektor produktif menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi yang “nyata”, bukan menghasilkan orang kaya musiman (middle-class trap).

Semoga Bambang PS Brodjonegoro sebagai menteri PPN/Kepala Bappenas dapat menjalankan tugasnya, karena apa yang beliau kerjakan membutuhkan kepekaan dari eselon I, eselon II, dan pegawai Bappenas yang diharapkan memiliki kekritisan dan rasa ingin tahu yang tinggi untuk memperkaya sebuah kebijakan dan akhirnya berdampak pada hajat hidup orang banyak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun