Mohon tunggu...
Muhammad Ivan
Muhammad Ivan Mohon Tunggu... Administrasi - PNS di Kemenko PMK

Sebagai abdi negara, menulis menjadi aktivitas yang membantu saya menajamkan analisa kebijakan publik. Saya bukan penulis, saya hanya berusaha menyebarkan perspektif saya tentang sesuatu hal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

5 Langkah Membuat Kampus Berintegritas

21 Juli 2016   13:49 Diperbarui: 21 Juli 2016   13:52 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kehidupan kampus identik dengan dialektika. Namun dialektika terasa hampa tanpa pembuktian. Minusnya integritas akademik, salah satunya menurunkan derajat akademik ke level paling rendah. Integritas akademik menjadi parameter, apakah kampus tersebut sudah menjalankan sepenuhnya tridharma perguruan tinggi dengan kompetensi, konsistensi, dan profesional dalam praktiknya.

Skandal, penipuan, dan korupsi menjadi hal yang biasa terjadi (Smith & Oakley, 1996). Termasuk perguruan tinggi, tidak imun pula dengan gejolak patologi yang sangat menyimpang dari tujuan pendidikan nasional tersebut, bukan mencerdaskan kehidupan bangsa, namun menodai pabrik pengetahuan bernama perguruan tinggi.

Krisis ini memang tidak kasat mata terlihat, namun tradisi menyontek (plagiat) dan bentuk plagiarisme lainnya secara tidak langsung telah merusak lingkungan belajar yang membutuhkan kerja pikiran menjadi kerja “jalan pintas”. Tidak elok rasanya, apabila kita banyak menyalahkan rakyat miskin yang kurang bermoral, karena hampir mereka yang terjerat kasus korupsi kebanyakan berasal dari jebolan perguruan tinggi.

Jelas, masalah integritas adalah masalah moral. Kemiskinan moral di perguruan tinggi menjadi penyakit akut yang mampu meruntuhkan fondasi nilai-nilai inti. Seseorang atau kelompok mahasiswa/dosen yang secara sengaja memberikan atau memfasilitasi adanya kecurangan akan memberi pengaruh buruk terhadap kualitas intelektual dan gagasan serta tradisi berwacana yang sangat

Jika sekolah memiliki nilai IIUN sebagai pemetaan untuk menilai integritas, dunia perguruan tinggi pun sepertinya perlu memiliki penilaian tentu saja dengan parameter yang berbeda dan bisa jadi lebih kompleks. Posisi perguruan tinggi yang vital dalam proses pencerdasan bangsa melalui penemuan dan inovasi justru melahirkan sekam dan perlambatan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Internet dan polusi informasi

Internet telah menjadi bagian dari kehidupan akademik. Tiap detik jutaan informasi tersebar dan menjejak, lebih interaktif dibanding sebuah buku. Konsekuensinya, polusi informasi yang tidak terbendung tersebut berubah menjadi endemik yang sangat berperan dalam maju mundurnya kehidupan akademik di perguruan tinggi.

Melalui makelar pembuatan skripsi, tesis, dan disertasi yang memang telah mewabah sebelum era informasi eksis, internet telah menjadikan plagiarisme menjadi endemic menular yang dapat merusak tumbuh kembang kapabilitas perguruan tinggi dalam menghadirkan gagasan dan inovasi baru.

Nama lain dari integritas adalah kehormatan. Kehormatan perguruan tinggi akan sangat ditentukan bagaimana aturan dan norma tersebut dijalankan oleh civitas akademika. Budaya akademik yang terasa di Amerika berakar pada nilai-nilai inti dari masyarakat yang bebas dan terbuka: kebebasan berbicara dan bentuklain ekspresi pribadi, kebebasan hati nurani, suasana saling percaya, transparansi, kejujuran, orisinalitas, keadilan dan kesetaraan (Jones, 2011). Itu pun diimbangi dengan hukuman tegas terhadap perbuatan curang dan ketidakjujuran akademik termasuk memberikan contekan (memfasilitasi kecurangan) dengan skorsing sampai dikeluarkan dari perguruan tinggi.

Langkah pragmatis

Ada beberapa langkah praktis yang dapat ditempuh untuk menjauhkan plagiarisme dari kehidupan akademik.

Pertama,integritas dosen ditentukan dari apa yang telah ia lakukan untuk pengembangan akademik, minimal mata kuliahnya. Referensi yang terus berubah menuntut dirinya untuk lebih banyak membaca scholarly books(jurnal) yang menyempurnakan teori-teori yang sudah tidak relevan lagi, dan lebih cerdas dalam menentukan tema yang seksis dan update sehingga dapat menyentuh nalar mahasiswa yang familiar dengan dunia internet.

Kedua,tugas perkuliahan sebaiknya memang tidak berhenti pada makalah. Seharusnya ada hal-hal empiris yang dapat menjadi acuan, seperti dengan observasi atau wawancara. Dialektika jangan sampai berhenti pada makalah, namun juga mampu mengekspose kepasitas kecerdasan sosial untuk menangkap isu-isu yang berkembang di masyarakat.

Ketiga,tidak semua mahasiswa melakukan plagiarisme. Di sini, tak penting lagi berapa jumlah halaman dalam sebuah penelitian/makalah, melainkan pada bagaimana mahasiswa mampu menganalisis antara isu dan teori yang berkaitan, dan bahkan mampu mengembangkan analisis yang berbeda dari teori yang bersebrangan dengan pemikirannya. Pemikiran tersebut menjadi sebuah embrio awal untuk memberi kadar kualitas pemikiran mahasiswa yang dapat mengeliminir kemungkinan adanya unsur plagiarisme.

Keempat,  tradisi berwacana dalam kehidupan akademik adalah sebuah keniscayaan. Kebiasaan berdiskusi akan menampilkan gagasan-gagasan hangat, dan membangun silaturahmi akademik yang mengedepankan kejujuran memberi stimulus untuk menjaga presisi bangunan intelektual agar lebih kokoh. Darisini, kebiasaan membaca dan menelaah sebuah buku, berita, kasus, dan ritme dari sebuah proses pengkajian akan memberikan kemampuan seseorang baik dosen atau mahasiswa dalam menghasilkan dialektika  yang mumpuni antara dosen-mahasiswa dan diperoleh dari proses berkelanjutan. Di UNJ, kolaborasi dosen-mahasiswa sudah dilakukan oleh pembantu rektor bidang akademik.

Kelima,perlu sanksi tegas dari institusi yang tak pandang bulu dan berlaku pula bagi alumni yang melakukan plagiarisme dengan mencabut ijazah sarjana/magister/doktoralnya. Namun ini harus diiringi pula dengan kajian yang berkait plagiarisme agar ada garis demarkasi yang jelas mana yang plagiat dan yang bukan. Kejujuran akademik yang ditumbuhkan ini tentunya dapat menjadi pesona perguruan tinggi dalam mempromosikan revolusi mental yang terkait dengan integritas, etos kerja, dan gotong royong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun