Pertama,integritas dosen ditentukan dari apa yang telah ia lakukan untuk pengembangan akademik, minimal mata kuliahnya. Referensi yang terus berubah menuntut dirinya untuk lebih banyak membaca scholarly books(jurnal) yang menyempurnakan teori-teori yang sudah tidak relevan lagi, dan lebih cerdas dalam menentukan tema yang seksis dan update sehingga dapat menyentuh nalar mahasiswa yang familiar dengan dunia internet.
Kedua,tugas perkuliahan sebaiknya memang tidak berhenti pada makalah. Seharusnya ada hal-hal empiris yang dapat menjadi acuan, seperti dengan observasi atau wawancara. Dialektika jangan sampai berhenti pada makalah, namun juga mampu mengekspose kepasitas kecerdasan sosial untuk menangkap isu-isu yang berkembang di masyarakat.
Ketiga,tidak semua mahasiswa melakukan plagiarisme. Di sini, tak penting lagi berapa jumlah halaman dalam sebuah penelitian/makalah, melainkan pada bagaimana mahasiswa mampu menganalisis antara isu dan teori yang berkaitan, dan bahkan mampu mengembangkan analisis yang berbeda dari teori yang bersebrangan dengan pemikirannya. Pemikiran tersebut menjadi sebuah embrio awal untuk memberi kadar kualitas pemikiran mahasiswa yang dapat mengeliminir kemungkinan adanya unsur plagiarisme.
Keempat,  tradisi berwacana dalam kehidupan akademik adalah sebuah keniscayaan. Kebiasaan berdiskusi akan menampilkan gagasan-gagasan hangat, dan membangun silaturahmi akademik yang mengedepankan kejujuran memberi stimulus untuk menjaga presisi bangunan intelektual agar lebih kokoh. Darisini, kebiasaan membaca dan menelaah sebuah buku, berita, kasus, dan ritme dari sebuah proses pengkajian akan memberikan kemampuan seseorang baik dosen atau mahasiswa dalam menghasilkan dialektika  yang mumpuni antara dosen-mahasiswa dan diperoleh dari proses berkelanjutan. Di UNJ, kolaborasi dosen-mahasiswa sudah dilakukan oleh pembantu rektor bidang akademik.
Kelima,perlu sanksi tegas dari institusi yang tak pandang bulu dan berlaku pula bagi alumni yang melakukan plagiarisme dengan mencabut ijazah sarjana/magister/doktoralnya. Namun ini harus diiringi pula dengan kajian yang berkait plagiarisme agar ada garis demarkasi yang jelas mana yang plagiat dan yang bukan. Kejujuran akademik yang ditumbuhkan ini tentunya dapat menjadi pesona perguruan tinggi dalam mempromosikan revolusi mental yang terkait dengan integritas, etos kerja, dan gotong royong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H