Mohon tunggu...
Ivana Magdalena
Ivana Magdalena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa gabut yang hobinya random

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Melampaui Pariwisata: Keunikan dan Varian Bahasa di Gunung Kidul yang Membentang Sepanjang Budaya

15 Januari 2024   14:33 Diperbarui: 15 Januari 2024   19:16 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

S2 : "Sakniki peruwong 15.000 Mbak, mundak niki semenjak tahun baru gemerah pengunjunge"

S1 : "Oalah nggih, liburan Nataru Pak nopo-nopo mundak. Niki mengkeh pun biaya kabeh Pantai Pak?"

S2 : "Leres Mbak, pun kabeh pantai. Niki 15.000 biaya retribusi saking Provinsi"

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

 S1 : "Harganya berapa Pak sekarang tiket masuk Pantai Watu Bolong?"

 S2 : "Sekarang per orang 15.000 Mbak, naik ini semenjak tahun baru ramai

pengunjungnya"

 S1 : "Iya, liburan Nataru Pak apa-apa naik harganya. Ini nanti sudah biaya semua pantai Pak?"

 S2 : "Benar Mbak, ini sudah semua pantai. 15.000 biaya retribusi dari Provinsi"

Dari beberapa percakapan diatas, ditemukan penggunaan kosakata yang kurang familiar di telinga kita yaitu kosakata "kememeng", "bambung", dan "gemerah". Ketiga kosa kata tersebut memiliki makna yang berbeda dan jarang kita jumpai. Kata "kememeng" memiliki makna "malas", sebagian masyarakat Gunungkidul menggunakan kosa kata tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kosakata "memeng" sering kali digunakan oleh seseorang yang lebih tua untuk berbicara kepada seseorang yang lebih muda. Selanjutnya kata "bambung" atau orang Gunung Kidul mengartikannya  "gila". Kata ini sudah jarang sekali digunakan kecuali oleh masyarakat asli setempat. Sebagian besar masyarakat setempat juga sudah beralih menggunakan kata "gila, edan, atau kentir" yang lebih akrab dalam kehidupan sehari-hari. Kosa kata terakhir yaitu "gemerah" yang memiliki makna "ramai". Masyarakat Gunung Kidul masih akrab sekali dengan penggunaan kosa kata ini dalam komunikasinya sehari-hari. Ketiga kosakata unik tersebut bisa kita jumpai khususnya di Kecamatan Tepus, Tanjungsari, Paliyan, dan Panggang.

Maka dari itu keberlangsungan Bahasa Jawa perlu dilestarikan keberadaannya. Selain untuk menjaga keberlangsungan warisan linguistik, bahasa jawa juga menjadi tonggak penting dalam memelihara keberagaman budaya yang menjadi ciri khas suatu daerah tertentu. Dengan menjaga dan menghidupkan Bahasa Jawa, kita tidak hanya terlibat dalam mempertahankan keunikannya sebagai pusat kebudayaan, tetapi juga memberikan inspirasi bagi anak muda lain untuk melestarikan dan memajukan bahasa daerah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun