Peristiwa kedua terjadi beberapa tahun kemudian, saat saya sudah di sekolah menengah. Tapi lokasinya masih di tempat yang sama. Sebagai anak tertua, saya harus mengajak dan mengawasi dua adik perempuan untuk menikmati libur lebaran. Saya pergi bersama dua adik perempuan saya yang masih kecil. Kami telah dipesankan untuk tidak naik boat. Jadi kami patuh.
Sampai di pesangrahan, kami berkeliling untuk melihat-lihat aneka permainan dan jajanan. Kami membeli balon dan gulali. Setelah itu kami naik komedi putar yang bergerak horizontal. Kedua adik saya terlihat senang dan menikmati permainan itu. Setelah itu kami makan ketupat dan menikmati es tebak. Es tebak itu sejenis es campur dengan aneka isi.
Adik yang besar ingin naik ‘buaian kaliang’. Ini adalah versi tradisional dari wahana bianglala. Buaian itu bergerak memutar dengan arah vertikal dengan tenaga manusia. Tiap buaian kaliang punya beberapa kotak kayu yang bisa memduat 4 penumpang.
Buaian kaliang itu permainan tradisional yang amat favorit untuk segala umur. Tak heran berebut orang ingin naik. Ada beberapa dua buaian kaliang yang sedang aktif. Â Saya bujuk kedua adik saya untuk sabar menunggu antrian. Yang saya cemaskan adalah kami baru saja makan kenyang. Jika langsung naik buaian kaliang, jangan-jangan adik saya merasa mual, mabuk dan bisa-bisa jadi muntah. Sering kejadian hal seperti itu, karena buaian itu cukup kencang dan bikin pusing jika tak biasa.
Kami duduk agak menjauh dari buaian yang sedang berayun. Beberapa orang mendorong buaian  agar lebih kencang. As yang menyatukan kotak dan tiang buaian terdengar berderit-derit. Selagi ayunan kencang, tiba-tiba saja as ayunan itu terlepas dari tiangnya. Kotak-kotak kayu berisi penumpang terlepas tanpa kendali. Beterbangan membawa penumpang yang panik. Dua kotak kayu buaian kaliang jatuh di tempat penjual makanan. Menimpa pengunjung yang lagi menikmati ketupat dan es cendol. Yang lain, terjatuh di arah Puskesmas. Pengunjung lain langsung menolong penumpang dalam kotak kayu itu. Membawanya ke ruang perawatan. Kami tak tahu ke mana jatuhnya kotak kayu berisi penumpang yang lainnya.
Â
Begitu terdengar teriakan keras, saya cepat membawa kedua adik saya menjauh dari tempat itu. Untungnya jarak kami sudah cukup jauh dari tempat itu, sehingga tidak terkena imbas mainan yang rusak itu. Â Nah, karena kecelakaan itu, kami batal naik buaian kaliang. Saya dan adik memilih pulang. Kami pulang naik bendi, untuk membujuk adik yang batal naik buaian kaliang. Sampai di rumah, ibu ternayta sudah menunggu dengan cemas. Kabar bahwa ada kecelakaan di pesanggarahan telah tersebar.
***
Dua peristiwa terkait lebaran itu selalu saya ingat. Apalagi saat seperti sekarang, saat lebaran sebentaer lagi akan tiba. Bukannya saya jadi anti liburan, bepergian atau menikmati berebagai permainan saat lebaran. Tapi saya menjadi lebih waspada sebelum menaiki sebuah wahana, memasuki sebuah tempat dan seterusnya. Kadang karena banyak pengunjung, pengelola begitu saja menggunakan wahana yang kurang terawat. Atau memaksakan kapasitas menjadi berlebihan.
Selamat berlebaran. Semoga kita selalu terhindar dari berbagai bencana dan kecelakaan. Maaf lahir dan batin. Salam.