Mohon tunggu...
ivan adilla
ivan adilla Mohon Tunggu... Guru - Berbagi pandangan dan kesenangan.

Penulis yang menyenangi fotografi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Dua Kecelakaan Saat Libur Lebaran

11 Mei 2021   11:50 Diperbarui: 11 Mei 2021   12:05 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga dengan gradasi warna yang cantik sedang mekar. Foto oleh Ivan Adilla

Ini adalah catatan tentang liburan lebaran yang akan selalu saya ingat.  Tuhan telah amat baik menyelamatkan saya dari takdir buruk dalam dua kecelakaan saat libur lebaran. 

Peristiwa pertama terjadi saat kelas 4 Sekolah Dasar. Pada awal 1970-an itu, usia saya sekitar 9 tahun. Di hari kedua lebaran, saya dan beberapa saudara berjalan kaki ke pesanggrahan Danau Singkarak. Jarak tempat itu dari kampung kami lumayan juga jauhnya. Sekitar tiga kilometer jika mengambil jalan pintas menyusuri rel kereta api. 

Inilah tempat favorit di daerah kami pada masa liburan. Di tempat itu terdapat banyak hiburan, untuk anak- anak hingga dewasa. Untuk bisa masuk ke area hiburan, kami harus membayar karcis. Sekeliling tempat tempat itu banyak orang berjualan. Sejak dari jajanan, mainan, hingga makanan. Sebuah panggung besar terdapat di tengah lapangan. Di panggung hiburan itu tampil para artis, sejak dari tingkat kabupaten, provinsi hingga tingkat nasional. Para remaja dan orang dewasa lebih menyukai permainan kim dan judi ketangkasan yang terdapat di sebuah ruangan lain. Dua permainan itu dulu merupakan permainan legal yang dipandang biasa. Di pinggir danau, tersedia sampan yang bisa disewa. Ada juga tukang sampan yang bersedia mengantar penumpang ke tengah danau untuk merasakan bermain sampan di danau indah itu.

Dari seluruh sarana hiburan yang paling disukai adalah naik boat ke tengah danau. Meski hidup di dekat danau, boat besar merupakan barang langka di tempat kami. Kami menyebutnya kapal, karena ia memang bisa memuat puluhan orang sekaligus. Biasanya kami hanya mengenal sampan kecil yang biasa digunakan nelayan untuk menangkap ikan. Ukuran boat kayu itu tidak begitu besar. Ada sebuah ruang tertutup di bagian tengah, sementara terdapat ruang terbuka yang merupakan pinggir boat di sekelilingnya. Boat digerakkan oleh mesin diesel. Rute perjalanan sekitar seratus meter dari pinggir danau. Setelah itu berbelok  mengambil rute agak lurus dan berbelok lagi ke pinggir. Jadi waktu untuk setiap rit tidak terlalu lama.

Saudara saya ingin sekali naik boat itu. Dia mengajak saya untuk naik boat. Sedangkan saya sendiri, entah kenapa, malah enggan karena melihat banyak sekali orang berdesakan antrian. Setelah berkali-kali diajak, akhirnya saya mengikuti keinginan saudara itu. Kami membeli karcis dan ikut antrian. Eh, begitu sampai giliran saya, petugasnya bilang kalau boat sudah penuh. Saudara saya yang antrian lebih dulu, tidak mau naik sendirian. Dia ingin kami naik bersama. Tapi petugas berkeras tidak mengizinkan. Akhirnya kami berdiri di dermaga untuk antri buat trip berikutnya.

Saudara saya rupanya masih kesal dengan keterlambatan yang sesaat itu. Dia mengomeli saya yang susah sekali diajak. Dengan kesal saya balas, kenapa dia tak naik duluan saja. Sambil bertengkar kami memandangi boat yang berlayar membawa penumpang yang berdesakan.  Penumpang terlihat berdiri di pinggir boat. Ada juga di bagian dalam yang tertutup. Boat itu seperti kepayahan membawa penumpangnya yang amat banyak. 

Mulanya boat berlayar diagonal tak begitu jauh dari pinggir danau. Makin lama, makin jauh.  Sekitar serastus meter dari pantai, boat memutar. Begitu boat itu membelok, tiba-tiba saja boat   itu terbalik. Suara teriakan riuh terdengar dari arah boat. Ditimpali teriakan pengunjung di arah pantai,” boat terbalik… boat terbalik..”.

Ketika boat mulai miring, penumpang berdesakan ke arah terendah. Akibatnya, boat dengan cepat tertelungkup; bagian alasnya berada di atas, sedangkan bagian atasnya berada di bawah. Penumpang yang tak sempat mengantisipasi segera saja tersungkup oleh sampang raksasa itu. Sampan-sampan sewa yang berada di pinggir danau berpacu menuju ke tengah danau utuk memberi pertolongan.  Hanya sampan yang ada. Tidak ada boat lain atau perahu karet untuk membantu korban. Saya masih berdiri di dermaga. Nanap menatap boat yang terbalik. Tangan kami masih memegang karcis untuk naik boat yang belum terpakai.

Pantai segera dipenuhi pengunjung. Ada yang mencemaskan keluarganya. Ada yang berusaha membantu. Tak sedikit juga sekadar ingin tahu. Sementara lapangan dan pentas mulai kosong. Saat kesibukan itu terjadi, saya dan saudara memutuskan untuk berjalan kaki pulang ke rumah. Sebentar lagi tentu berita tentang boat terbalik akan sampai di kampung kami. Kami tak ingin orang tua kami jadi cemas. Maka kami bergegas pulang.   

Beberapa hari kemudian saya dengar jumlah korban boat itu amat banyak. Puluhan orang. Terbanyak karena tersungkup boat dan karena tak bisa berenang. Boat itu sendiri memang tidak dilengkapi pelampung dan alat keselamatan lain.

***

Peristiwa kedua terjadi beberapa tahun kemudian, saat saya sudah di sekolah menengah. Tapi lokasinya masih di tempat yang sama. Sebagai anak tertua, saya harus mengajak dan mengawasi dua adik perempuan untuk menikmati libur lebaran. Saya pergi bersama dua adik perempuan saya yang masih kecil. Kami telah dipesankan untuk tidak naik boat. Jadi kami patuh.

Sampai di pesangrahan, kami berkeliling untuk melihat-lihat aneka permainan dan jajanan. Kami membeli balon dan gulali. Setelah itu kami naik komedi putar yang bergerak horizontal. Kedua adik saya terlihat senang dan menikmati permainan itu. Setelah itu kami makan ketupat dan menikmati es tebak. Es tebak itu sejenis es campur dengan aneka isi.

Adik yang besar ingin naik ‘buaian kaliang’. Ini adalah versi tradisional dari wahana bianglala. Buaian itu bergerak memutar dengan arah vertikal dengan tenaga manusia. Tiap buaian kaliang punya beberapa kotak kayu yang bisa memduat 4 penumpang.

Buaian kaliang itu permainan tradisional yang amat favorit untuk segala umur. Tak heran berebut orang ingin naik. Ada beberapa dua buaian kaliang yang sedang aktif.  Saya bujuk kedua adik saya untuk sabar menunggu antrian. Yang saya cemaskan adalah kami baru saja makan kenyang. Jika langsung naik buaian kaliang, jangan-jangan adik saya merasa mual, mabuk dan bisa-bisa jadi muntah. Sering kejadian hal seperti itu, karena buaian itu cukup kencang dan bikin pusing jika tak biasa.

Kami duduk agak menjauh dari buaian yang sedang berayun. Beberapa orang mendorong buaian  agar lebih kencang. As yang menyatukan kotak dan tiang buaian terdengar berderit-derit. Selagi ayunan kencang, tiba-tiba saja as ayunan itu terlepas dari tiangnya. Kotak-kotak kayu berisi penumpang terlepas tanpa kendali. Beterbangan membawa penumpang yang panik. Dua kotak kayu buaian kaliang jatuh di tempat penjual makanan. Menimpa pengunjung yang lagi menikmati ketupat dan es cendol. Yang lain, terjatuh di arah Puskesmas. Pengunjung lain langsung menolong penumpang dalam kotak kayu itu. Membawanya ke ruang perawatan. Kami tak tahu ke mana jatuhnya kotak kayu berisi penumpang yang lainnya.

 

Begitu terdengar teriakan keras, saya cepat membawa kedua adik saya menjauh dari tempat itu. Untungnya jarak kami sudah cukup jauh dari tempat itu, sehingga tidak terkena imbas mainan yang rusak itu.  Nah, karena kecelakaan itu, kami batal naik buaian kaliang. Saya dan adik memilih pulang. Kami pulang naik bendi, untuk membujuk adik yang batal naik buaian kaliang. Sampai di rumah, ibu ternayta sudah menunggu dengan cemas. Kabar bahwa ada kecelakaan di pesanggarahan telah tersebar.

***

Dua peristiwa terkait lebaran itu selalu saya ingat. Apalagi saat seperti sekarang, saat lebaran sebentaer lagi akan tiba. Bukannya saya jadi anti liburan, bepergian atau menikmati berebagai permainan saat lebaran. Tapi saya menjadi lebih waspada sebelum menaiki sebuah wahana, memasuki sebuah tempat dan seterusnya. Kadang karena banyak pengunjung, pengelola begitu saja menggunakan wahana yang kurang terawat. Atau memaksakan kapasitas menjadi berlebihan.

Selamat berlebaran. Semoga kita selalu terhindar dari berbagai bencana dan kecelakaan. Maaf lahir dan batin. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun