Mohon tunggu...
Ivana Deva
Ivana Deva Mohon Tunggu... Mahasiswa - undergraduate literature student

Mengkhususkan penulisan konten di bidang humaniora dan (mungkin) sedikit tips investasi.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bidal: Sarkasme dalam Ekspresi Peribahasa

5 Juli 2021   16:23 Diperbarui: 5 Juli 2021   17:24 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banner ala-ala | Dok. Pribadi

Apa yang terlintas dalam kepala kita ketika mendengar kata ‘peribahasa’?

Kata-kata mutiara?

Ungkapan bijak?

Pepatah?

Atau malah, nasihat?

Betul. Peribahasa biasanya identik dengan hal-hal di atas karena secara praktis berfungsi sebagai kontrol sosial yang mengatur cara masyarakat bertingkah laku. Akan tetapi, tahukah kalian jika peribahasa juga digunakan sebagai ekspresi sindiran sarkastik? 

Bidal

Sebetulnya, peribahasa dikategorikan menjadi beberapa macam. Namun, sekarang kita fokus membahas bidal dulu, ya.

Dalam peribahasa melayu, sering ditemukan ungkapan-ungkapan yang mengandung nasihat, peringatan, dan bahkan... sindiran! Wah.

Bidal menurut KBBI (Dok. Pribadi)
Bidal menurut KBBI (Dok. Pribadi)

Nah, pada tulisan ini saya akan membedah beberapa bidal populer melalui sudut pandang yang berlawanan dari biasanya. Umumnya, peribahasa ditelaah dan dipahami sebagai nasihat yang berfungsi sebagai panduan bertutur dan bertingkah laku. Namun, kali ini kita akan membahas  konotasi negatif yang terkandung dalam beberapa bidal beken.

1. Ada Udang di Balik Batu

A: “Hari ini lo cantik banget, deh!”

B: “Tumben, ada udang di balik batu nih pasti.”

Bidal ‘ada udang di balik batu’ memiliki konotasi negatif jika digunakan untuk menggambarkan suasana di mana seseorang mencari keuntungan dengan memanfaatkan situasi tertentu. Seperti halnya contoh di atas, B kebingungan karena A menghujaninya dengan pujian sehingga B berasumsi bahwa A sedang ada butuh dengannya.

2. Bak Kacang Lupa Kulitnya

A: “Lihat tuh si C. Dulu pas dia susah, sering gue bantuin. Sekarang boro-boro ingat sama gue!”

B: “Iya, kayak kacang lupa sama kulitnya, ya!”

Bidal beken selanjutnya adalah ‘bak kacang lupa kulitnya’. Bidal ini berkonotasi negatif jika digunakan dalam situasi yang menggambarkan di mana seseorang bersikap seolah tidak tahu balas budi seperti contoh dialog di atas.

3. Dikasih Hati Minta Jantung

A: “Mbak, aku minta duit lima puluh ribu, dong.”

B: “Nggak ada. Dua puluh ribu mau?”

A: “Yah, kalau segitu mah kurang dong, Mbak!”

B: “Kalau nggak mau, ya sudah! Dikasih hati malah minta jantung!”

Ungkapan ini paling sering saya dengar ketika anak tetangga saya lagi minta jajan ke mbaknya. Hahaha. Jadi, contoh di atas itu diambil berdasarkan kisah nyata, ya. Bidal ‘dikasih hati minta jantung’ dapat berkonotasi negatif jika penggunaannya ada di dalam situasi yang menggambarkan ada seseorang tidak merasa puas dengan sesuatu yang telah diberikan sehingga ia meminta lebih.

4. Menjilat Air Ludah Sendiri

A: “Katanya kamu nggak suka BTS!”

B: “Iya, aku tarik lagi kata-kataku. Habisnya ternyata lagunya enak-enak.”

A: “Dasar, makanya kalau bicara itu dipikir-pikir dulu. Sekarang jadi jilat air ludah sendiri, kan!”

Bidal ‘menjilat air ludah sendiri’ biasanya digunakan dalam situasi di mana tindakan seseorang cenderung berlawanan dari pernyataannya sehingga terkesan tidak dapat memegang perkataannya sendiri. Teman saya sering bercanda dengan mengatakan bahwa “Air ludah itu dessert terenak!” ketika ia terjebak dalam situasi serupa percakapan di atas.

Nah, jadi begitulah pembahasan konotasi negatif beberapa bidal populer. Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa suatu ungkapan dapat berkonotasi negatif tergantung konteks dan situasi pemakaiannya. Artikel ini dibuat berdasarkan analisis dangkal saya melalui salah satu sub-kajian pragmatik, yakni analisis wacana. Studi-studi tentang peribahasa juga dapat diteliti melalui sudut pandang etnolinguistik. 

Ternyata peribahasa dapat menjadi bahan kajian yang menarik, kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun