Teman-teman pasti sudah sering menemukan kalimat "Gunakanlah bahasa yang baik dan benar!" entah saat membaca buku panduan jitu untuk menulis atau ketika guru memberi tugas menulis paper. Nah, sebetulnya apa yang membuat suatu tulisan atau ucapan dapat disebut 'sudah memenuhi kriteria bahasa yang baik dan benar'? Apakah bahasa yang baik dan benar adalah sama dengan ragam bahasa formal?
Jika teman-teman masih memahami bahasa yang baik dan benar sebagai bahasa formal, well sebetulnya anggapan tersebut kurang tepat. Nyatanya, bahasa yang baik lebih erat kaitannya dengan level interaksi sosial sesama manusia. Maksudnya, manusia ‘kan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan cara berbicara tergantung situasi, kondisi, serta siapa lawan bicaranya. Jika bahasa yang digunakan sudah sesuai dengan sikon dan kedudukan lawan bicara, barulah penggunaan suatu bahasa dapat dikatakan memenuhi kriteria bahasa yang baik. Perhatikan contoh percakapan seorang tukang sayur dengan pembelinya berikut:
Dialog 1
Ibu Nani: “Bang, bayam seikat berapa, ya?”
Tukang Sayur: “Tiga ribu aja, Bu. Murah.”
Dialog 2
Ibu Nani: “Apakah seikat bayam masih tersedia? Kalau masih, berapa harganya?”
Tukang Sayur: “????”
Dari kedua contoh dialog di atas, anehnya tukang sayur merasa kebingungan dengan pertanyaan Ibu Nani walaupun ilokusioner (maksud dan/atau tujuan) dari perkataan Ibu Nani terlihat jelas. Mengapa demikian? Jawabannya, bahasa yang digunakan oleh beliau bukan merupakan bahasa yang baik karena mengabaikan sikon dan kedudukan lawan bicara. Dalam laras jual-beli, kita diharapkan untuk menggunakan bahasa yang santai dan to the point alias tidak bertele-tele.
Selanjutnya, bagaimanakah ketentuan bahasa yang benar? Berbeda dengan kriteria bahasa yang baik, sebuah kalimat dapat disebut memenuhi bahasa yang benar jika susunan kalimatnya sudah sesuai dengan kaidah kebahasaan yang berlaku. Kaidah kebahasaan yang dimaksud adalah pemilihan kata, penggunaan konjungsi, penggunaan imbuhan, hingga penggunaan tanda baca. Untuk lebih jelasnya, silakan bandingkan dua contoh wacana berita di bawah ini:
Wacana 1
Akan tetapi, masyarakat berharap agar harga kebutuhan pokok menurun.
Wacana 2
Akan tetapi masyarakat berharap harga kebutuhan pokok turun.
Dari kedua contoh wacana di atas, wacana 2 belum dapat disebut sebagai bahasa yang benar. Mengapa demikian? Jawabannya, pada wacana 2 ditemukan beberapa penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan. Konjungsi ‘akan tetapi’ bertugas sebagai penghubung antarkalimat sehingga harus diakhiri dengan tanda koma. Kedua, wacana tersebut meniadakan konjungsi ‘agar’ yang seharusnya menjadi penghubung antara klausa ‘masyarakat berharap’ dengan ‘harga kebutuhan pokok turun’. Ciri yang ketiga, wacana 2 juga meniadakan imbuhan pada kata ‘turun’. Berdasarkan ketiga poin tersebut, kita mendapatkan pembuktian bahwa wacana 2 bukan merupakan contoh penggunaan bahasa yang benar.
Nah, sekarang teman-teman sudah lebih paham ‘kan tentang konsep bahasa yang baik dan benar? Mudahnya, teman-teman cukup mengingat seperti ini saja: bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai sikon dan bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai kaidah kebahasaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H