Kompang Melayu: Tradisi Seni Musik yang Terus Bertahan
                                             Â
 Kompang, alat musik tradisional yang sangat erat dengan budaya Melayu, memiliki peranan penting dalam berbagai acara adat dan perayaan di Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Brunei. Alat musik ini bukan hanya sekadar instrumen, tetapi juga simbol dari warisan budaya yang telah bertahan selama berabad-abad. Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai kompang Melayu, termasuk sejarah, jenis-jenis kompang, cara penggunaannya, serta peranannya dalam masyarakat Melayu. Untuk memberikan gambaran lebih mendalam, kami juga mewawancarai seorang tokoh seni kompang yang telah lama terlibat dalam pelestarian tradisi ini.
Sejarah dan Asal Usul Kompang
Kompang diperkirakan berasal dari negara-negara Timur Tengah seperti Persia atau Arab. Alat musik ini diduga dibawa oleh para pedagang dan pengelana yang melintasi jalur perdagangan maritim. Berdasarkan cerita lisan, kompang mulai digunakan oleh masyarakat Melayu sekitar abad ke-15, saat kedatangan Islam di Nusantara. Sejak saat itu, kompang berkembang menjadi bagian dari tradisi budaya Melayu, terutama dalam acara keagamaan dan sosial.
Pada awalnya, kompang terbuat dari bahan alami seperti kulit kambing atau sapi yang dipasang pada bingkai bulat. Kulit tersebut ditarik rapat untuk menghasilkan suara yang unik dan bergema. Alat ini awalnya digunakan untuk tujuan keagamaan, namun seiring berjalannya waktu, ia mulai digunakan dalam berbagai acara seperti pernikahan, perayaan, dan upacara adat.
Wawancara Eksklusif dengan Hardi Wahyudi, Mahasiswa Pascasarjana ISI Surakarta Penggiat dan Pengajar Kompang Melayu
"Kalo untuk sejarah kompang melayu saya gak berani klaim, karena dari pengalaman saya sendiri pun mencari informasi sejarah kompang di setiap daerah itu berbeda, berbeda dalam artian tahun masuknya kompang itu berbeda -- beda di setiap daerah. Kompang di daerah bengkalis sendiri itu masuknya dari johor dan sekitarnya. Dari daerah Bukit Batu itu masuknya dari malaka, jadi secara sejarah kompang di daerah -- daerah terkhusus riau dan sekitarnya, masyarakat hanya mengandalkan ingatan kolektif saja, tidak ada yang bisa menjawab pasti mengenai sejarah asal usul kompang masuk ke daerah -- daerah tersebut." (Hardi Wahyudi, Penggiat Seni, Mahasiswa Pascasarjana ISI Surakarta, 2025).
Hardi Wahyudi melanjutkan penjelasan bahwa alat berbentuk serupa dengan kompang yaitu membran, dan sudah ada sejak kesultanan Malaka, dan untuk daerah Riau sendiri terutama daerah Siak, membran tersebut sebelum di pergunakan untuk penyambutan tamu kerajaan, dan digunakan juga untuk mengantar tokoh -- tokoh kerajaan ketika meninggal dunia. Setelah itu fungsinya diperluaskan lagi seperti mengantar tentara perang untuk memberi semangat, ketika tentara pulang pun disambut lagi untuk merayakan kemenangan dengan kompang.
Setelah masuknya pedagang -- pedagang dari Arab, Persia, India, alat musik kompang pun mulai dipergunakan untuk dakwah, setelah berkembang menjadi media dakwah, pada abad ke 19 atau 20 an kompang sudah menjadi bagian dari tradisi melayu untuk acara khitan, pernikahan dan kegiatan spiritual agama Islam yang lain seperti maulid nabi, kompang dimainkan untuk mengiri bacaan kitab Al -- barzanji. Lama kelamaan kompang pun semakin melekat dengan kesenian tradisi melayu.