Mohon tunggu...
irwan siswanto
irwan siswanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis namun saat ini sedang menganggur

lahir di kota malang sebagai anak ke empat dari 6 bersaudara. Lulus kuliah dari Iisip Jakarta tahun 1997.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kasasi Palsu

28 Juli 2024   21:28 Diperbarui: 28 Juli 2024   21:49 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Aray tengah asik berbaring di bangku panjang rotan bambu di bagian belakang rumah ketika masuk WA dari Andri masuk.

Pak Andri: "Salinan putusan kasasi, terbukti itu palsu."

Hah! Aray langsung bangkit. Sulit dipercaya.


Aray  (berpikir):"Kok bisa putusan kasasi itu palsu? Kalau info ini beneran, sungguh berita besar. Dari mana Andri bisa tahu?"

Aray melihat Andri masih mengetik. Tak lama, pesannya masuk.

Andri:"Ha-ha-ha.., mereka sangka saya orang bodoh dan mudah tertipu. Mereka tidak kenal saya."

Belum sempat Aray mencerna kalimat itu, pesan baru menyusul.

Andri: "Mereka mengurusi kasus pinjaman BLBI ini baru satu tahun. Saya 24 tahun. Dulu, dengan payung hukum undang-undang, mereka tidak mampu membuktikan. Sekarang, pakai keputusan presiden, mau coba-coba lagi. Gila..."

Aray masih diliputi tanda tanya. Apa dasarnya Andri mengklaim salinan putusan kasasi itu palsu? Bagaimana dia bisa tahu?

Sebuah pesan masuk lagi. Kali ini berupa foto. Dua foto dokumen. Pertama, dokumen berkop institusi peradilan tertinggi di republik ini. Foto kedua, dokumen jawaban.  

Ival (berpikir):"Wow luar biasa. Foto dokumen dengan jelas dan tegas mengungkap salinan putusan itu. Ini benar-benar berita besar. Berita yang pasti menjadi headline dan menggemparkan dunia hukum di tanah air."  

----

Sore jelang magrib. Aray bergegas menuju Palmerah. Info ini harus segera dibawa ke rapat redaksi.

"Ray, ini beneran serius?" Tanya Dimas, redaktur pelaksana Harian Indonesia, begitu Aray meletakkan bokongnya di kursi ruang rapat.

"Ya, kau cek aja, apakah dokumen itu hasil editan," sahur Aray dengan mimik serius.  

"Ah, luar biasa. Terus, gimana rencanamu untuk liputan berita besar ini? Apa besok kamu langsung konfirmasi ke mereka?" Tanya Dimas.

"Itu yang aku ingin tanya ke Abang? Apa sebaiknya aku langsung konfirmasi, atau bisa kita jadikan liputan utama untuk pekan depan, komplit dengan kasusnya?" Sahut Aray.

Dimas tampak berpikir. Ia menatap Aray yang juga sedang menatapnya menunggu jawaban.

"Ya, sudah. Jangan konfirmasi dulu. Kita bawa ke rapat redaksi lusa. Kita lihat apa reaksi dari bos dan teman-teman," jawab Dimas. "Tapi, ada bagusnya, besok kamu coba untuk konfirmasi, sehingga di rapat kamu makin mantap untuk rencana liputan utamanya."

"Oke, siap komandan," tegas Aray.

-----

Dua hari kemudian, suasana ruang rapat redaksi Harian Indonesia terasa tegang. Aray, Dimas, Anton, Eko, dan Arif sudah berkumpul. Anton, sang Pemred, membuka rapat.

Anton: "Aray, ceritakan lagi detailnya. Bagaimana kamu mendapatkan informasi ini?"

Aray:"Begini, Pak. Saya mendapatkan informasi ini dari Pak Andri. Dia mengirimkan salinan putusan kasasi yang menurutnya palsu. Dia juga mengirimkan foto dokumen perbandingan yang menunjukkan perbedaan mencolok. Ini bisa menjadi berita besar."

Eko:"Apakah kita sudah memverifikasi keasliannya? Bagaimana kalau dokumen itu memang diedit?"

Aray: "Saya sudah cek, dokumen itu tampak otentik. Tapi tentu kita perlu konfirmasi lebih lanjut."

Arif: "Kalau berita ini benar, ini bisa mengguncang dunia hukum di Indonesia. Tapi kita harus berhati-hati, jangan sampai kita terjebak dalam permainan informasi."

Dimas: "Saya setuju. Sebelum kita publikasikan, kita perlu konfirmasi dari pihak terkait. Ini akan memperkuat kredibilitas berita kita."

Anton berpikir sejenak, kemudian menatap Aray dengan serius.

Anton: "Aray, kamu siap untuk mengonfirmasi ini besok? Kita butuh kebenaran dari sumber-sumber resmi sebelum membawa berita ini ke publik."

Aray: "Siap, Pak. Saya akan segera melakukan konfirmasi besok pagi."

Anton: "Baik, kita semua setuju bahwa berita ini memiliki potensi besar. Tapi kita harus pastikan keasliannya. Setelah konfirmasi, kita akan memutuskan langkah selanjutnya dalam rapat redaksi berikutnya."

Setelah rapat selesai, Aray merasakan beban besar di pundaknya. Besok akan menjadi hari penting untuk memastikan kebenaran informasi ini.

---

Keesokan harinya, Aray bergegas menuju kantor peradilan tertinggi. Ia membawa semua dokumen yang ia terima dari Andri. Setelah menunggu beberapa saat, ia akhirnya bertemu dengan petugas yang berwenang.

Petugas: "Silakan, ada yang bisa saya bantu?"

Aray: "Saya ingin mengonfirmasi keaslian dokumen putusan kasasi ini. Saya mendapat informasi bahwa ada salinan palsu yang beredar."

Petugas memeriksa dokumen yang diserahkan oleh Aray dengan seksama. Setelah beberapa saat, ia mengangkat kepala dan berkata.

Petugas: "Dokumen ini benar-benar otentik. Tidak ada tanda-tanda manipulasi. Namun, saya akan memeriksa lagi untuk memastikan."

Beberapa saat kemudian, petugas kembali dengan wajah serius.

Petugas: "Maaf, saya salah. Ternyata dokumen ini memang ada perbedaan dengan arsip resmi kami. Sepertinya memang ada manipulasi. Kami akan menyelidiki lebih lanjut."

Aray merasa lega sekaligus tegang. Ia segera melaporkan hasil konfirmasinya ke redaksi. Anton dan tim redaksi segera memutuskan untuk menyiapkan laporan utama untuk pekan depan.

Di edisi berikutnya, Harian Indonesia memuat berita utama tentang skandal salinan putusan kasasi palsu. Berita ini mengguncang dunia hukum di Indonesia dan memicu penyelidikan besar-besaran.

Aray merasa bangga telah membawa berita besar ini ke publik. Namun, ia tahu bahwa perjalanan mencari kebenaran masih panjang. Di tengah-tengah keramaian redaksi, ia berjanji untuk terus berjuang demi keadilan.

---

Malam itu, Aray duduk di bangku panjang rotan bambu di bagian belakang rumah, tempat yang sama ketika ia pertama kali menerima pesan dari Andri. Di bawah langit malam yang cerah, ia merenung.

Aray (berpikir): "Ini baru awal. Dunia jurnalistik memang keras, tapi selama kita berpegang pada kebenaran, langkah kita menjadi ringan karena pertolongan Yang Maha Kuasa."

Dengan semangat yang membara, Aray menatap ke depan, siap menghadapi tantangan berikutnya dalam mencari dan menyampaikan kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun