Mohon tunggu...
Itsna Anisa Nurul
Itsna Anisa Nurul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana

44522010069 - Digital Communication - Dosen pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K09_Epithumia, Thumos, dan Logistikon Platon untuk Terhindar dari Kejahatan atau Korupsi

29 Oktober 2022   22:41 Diperbarui: 29 Oktober 2022   23:03 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama    : Itsna Anisa Nurul Utami

NIM       : 44522010069

Prodi     : Digital Komunikasi

Matkul  : Pendidikan anti korupsi & etik UMB

Dosen   : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Dalam tulisan ini mengkaji beberapa penjelasan dari definisi dan teori mengenai Epithumia, Thumos, dan Logistikoan Plato Untuk terhindar dari Kejahatan atau Korupsi. Tulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas kuis 09 pada mata kuliah pendidikan anti korupsi dan etik umb.

Platon adalah seorang filsuf Yunani. Platon atau lebih dikenal dengan nama Plato, adalah seorang filsuf Yunani yang hidup 2.500 tahun yang lalu. Ide-idenya, yang membentang ribuan abad, masih berlaku sampai sekarang.

Plato adalah murid Socrates, yang kemudian mendirikan Akademi (387 SM) di Athena, tempat orang belajar filsafat dan menjadi filsuf, politisi, dan orang bijak umum. Plato menulis banyak buku dan ide-idenya sangat luas. Sampai kematiannya, ajaran dan gagasannya hidup dalam tradisi pemikiran yang dikenal sebagai "Platonisme".

Filsafat menurut Plato, adalah ilmu yang terus-menerus merangsang keinginan untuk menemukan sesuatu. Sebanyak kita secara alami ingin tahu, kita pada dasarnya adalah filsuf. Singkatnya, filsafat dimulai dengan rasa ingin tahu. (Wibowo 2010:21)

Selain itu keinginan untuk mengetahui didasarkan pada kesadaran diri. Karena bagaimana Anda bisa mengetahui sesuatu dengan bijak jika Anda sendiri tidak mengetahuinya? Yang penting adalah diri sejati manusia, jiwa. Di dalam jiwa ini ada tiga kekuatan pendorong: inti pikiran, emosi, dan gairah.

Oleh karena itu, diyakini bahwa dalam keadaan seperti itu seseorang perlu belajar dan menyadari bahwa pengendalian diri itu penting. Kepribadian manusia sangat beragam sehingga kelompok profesional mengklasifikasikan orang ke dalam tipe tertentu. 

Mereka mengklaim bahwa ini adalah cara paling efektif untuk mengenal satu sama lain lebih baik. Plato menciptakan tipologi yang hanya didasarkan pada keadaan mental. Menurut Plato, dalam kerangka struktur ini kita menemukan karakteristik manusia.

Epithumia (keinginan) terletak di perut, Tumos (kehendak) terletak di dada, dan Logisticon (pikiran) terletak di kepala.

Epithumia

Menurut Plato, epithemia adalah keinginan manusia yang tidak dapat ditawar-tawar dan harus segera dipenuhi. Keinginan ini merupakan naluri yang sangat sulit untuk dikabulkan oleh akal. Plato mengatakan bahwa sifat lambang adalah irasional dan tidak masuk akal, sehingga secara fisiologis lambang jauh dari kepala perut bagian bawah.

Epithumia adalah sumber dari semua nafsu - keinginan akan makanan, minuman, dan kekayaan. Menurut pepatah ini, kelangsungan hidup manusia terjamin berkat keinginannya untuk makan dan minum, dan manusia terus berkembang berkat reproduksi (keturunan). Menurut Plato, nafsu-nafsu ini berguna untuk kelangsungan hidup manusia, dan hanya mencari kepuasan dari keinginan-keinginan ini tanpa pemuasan adalah tidak sehat.Sikap seperti itu hanya menghancurkan orang itu sendiri. 

Dalam jiwa manusia, fungsi epithumia menyebar orang. Karakteristik lain dari Epishmia adalah memunculkan keinginan khusus dan pribadi. Untuk makanan, seseorang menyerahkan segalanya. Epithumia dianggap Plato Kesenangan ini diatur oleh prinsip kesenangan dan ketidaksenangan, bukan oleh alasan, selalu ingin memuaskan kesenangan yang dicarinya, dengan risiko menghancurkan integritas seluruh orang.

Plato menjelaskan dua macam kenimatan. Pertama kenikmatan sebagai efek terpenuhinya suatu kebutuhan yang berkenaan dengan tubuh. Kedua, platon menjelaskan adanya jenis kenikmatan lain yang tidak tergantung kepada perubahan-perubahan fisiologis, yaitu rasa nikmat dan rasa sakit yang berkenaan dengan jiwa.

Menurut plato nafsu nafsu ini berguna bagi keberlangsungan hidup manusia, namun mausia menjadi tidak sehat jika hanya mengejar pemenuhan atas nafsu tersebut tanpa mengenal rasa puas. Sikap seperti ini hanya akan menghancurkan manusia itu sendiri.

Thumos

Thumos adalah bagian jiwa irrasional, tempat akan rasa hormat, harga diri, dan sebagainya. Unsur thumos ini merujuk pada segala bentuk efektivitas, rasa, semangat, dan agresivitas. Thumos adalah tempat dimana keberanian muncul. Menurut Platon, thumos bisa membentuk manusia untuk tidak menyerah akan takdir, tidak pasrah dalam menjalani tekanan hidup.Rasa cinta, ingin diakui, ingin dihargai, ingin mendapat pujian merupakan ciri dari thumos. Mereka butuh pengakuan, butuh rasa ingin dihargai dan butuh cinta. Orang - orang yang disetir oleh thumos tidak mencari hal - hal material yang sifatnya rendah.

Thumos adalah hasrat - hasrat yang umumnya cenderung bik dan mudah diarahkan oleh akal budi. Namun, saat mengikuti dirinya sendiri thumos bisa menjadi irasional (pemikiran yang tidak masuk akal).

Secara ilustratif dalam kehidupan sosial politik, bila epithumia digambarkan sebagai kelas petani dan pedagang yang orientasinya mencari keuntungan. Maka thumos digambarkan sebagai prajurit terdapat unsur jiwa yang terletak di dada ini adalah mencari kemenangan dalam kompetisi dan sibuk mencari penghargaan di mata orang lain.

Logistikoan

Logistikoan adalah bagian dari jiwa rasional, bagian dari kebijaksanaan, bagian dari efektivitas. Menurut Plato, bagian terbaik ada pada jiwa manusia, karena ia menguasai dua bagian jiwa (Epithumia dan Thumos).

Logistik atau logika menurut Plato adalah faktor terpenting. Digambarkan sebagai kereta yang licik, Logika dapat mengatur Epitsumia (kuda hitam) dan Thumos (kuda putih) sehingga mereka dapat berjalan bersama dan mencapai tujuan mereka. Logistik, penuh kebijaksanaan dan akal, duduk di puncak anatomi manusia, kepala.

Menggunakan logika adalah hal utama untuk menjalani hidup yang bahagia. Plato berpendapat bahwa orang yang hidup didorong oleh Epidemi dan Tomos adalah merugikan peradaban. Peradaban telah dibangun hanya oleh orang-orang rasional sehingga mereka dapat mengatur keinginan yang tidak masuk akal.

Pemikiran Plato menjadi seseorang filsuf tentang unsur - unsur (epithumia, thumos, & logistikoan) yg terdapat pada pada diri insan bisa menolong (masyarakat) buat sanggup menyadari bahwa selama ini hayati yg kita jalani buat mencapai kebahagiaan. 

Dengan mengetahui pemikiran Plato, kita diajak merenungkan & bertindak menggunakan akal buat mencapai kebahagiaan. Logika sanggup menyelaraskan perasaan & nafsu primitif buat menciptakan kita sebagai insan seutuhnya.

Teori kejahatan dan korupsi  

Kejahatan merupakan fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari sisi yang berbeda. Para ilmuwan sejak jaman Plato dan Aristoteles telah melakukan studi-studi berkenaan dengan kejahatan untuk memahami sebab musababnya dan untuk rnenghapusnya. Kejahatan adalah suatu gejala hukum, politik, ekonomi dan sosial yang benar-benar kompleks.

Salah satu bentuk kejahatan yaitu korupsi, dalam tulisan ini akan membahas korupsi menurut filsafat etika aristoteles. Perilaku korupsi merupakan fenomena universal yang dapat dijumpai di berbagai budaya dan bangsa. Dalam perspektif hukum, perilaku korupsi merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum. tidak semua orang memiliki kesadaran sama bahwa korupsi---bisa jadi---telah menjadi bagian dari kehidupan dirinya.

Tidak semua orang memiliki kesadaran sama bahwa korupsi bisa jadi telah menjadi bagian dari kehidupan dirinya.

Korupsi dalam segala bentuknya adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) karena berpotensi menuju hiperkriminalitas. korupsi sebagai musuh bersama (common enemy) belum menjadi bagian dari gerakan moral bangsa. 

Realitas tersebut menjadi tantangan besar bagi terwujudnya good governance di Indonesia. Pemberantasan korupsi menjadi semakin sulit karena terkait berbagai persoalan yang kompleks seperti kondisi ekonomi, politik, sosial, dan budaya, dengan law enforcement, good governance, bahkan dengan kondisi politik global. 

Persoalan moralitas ini semakin tampak ketika ada unsur kesengajaan dalam penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan. Moralitas juga merupakan suatu dimensi nyata dalam kehidupan setiap manusia secara individual maupun secara sosial. Di sinilah filsafat moral (etika) menemukan momen yang tepat untuk memotret fenomena korupsi yang dilakukan oleh manusia.

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos (tunggal) yang berarti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput; kandang/habitat; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. 

Dalam pengertian ini etika dapat didefinisikan sebagai sebuah ilmu, sebuah refleksi kritis, metodis, dan sistematis tentang tingkah laku manusia, sejauh berkaitan dengan norma atau dari sudut pandang baik dan buruk.6 Sedangkan tujuan etika Aristoteles adalah memberikan tawaran untuk mengembalikan manusia pada sifatnya yang hakiki. 

Etika pada hakekatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran moral, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan moral secara kritis serta menuntut sebuah pertanggungjawaban. Pada dasarnya korupsi adalah realitas yang bersifat plural, utuh, dan kaya serta saling terkait satu sama lain yang sangat sulit dipersepsi dan dideskripsikan. 

Kompleksitas persoalan di dalamnya berpotensi mengaburkan pemahaman terhadap realitas secara tepat hingga menimbulkan persoalan-persoalan yang lebih besar.

Politik juga memiliki arti sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakekat politik yang dikenal dalam ilmu politik. 

Teori Politik Plato Filsafat politik yang diuraikan oleh Plato sebagai cerminan teori politik. Dalam teori ini yakni filsafat politik tentang keberadaan manusia di dunia terdiri dari tiga bagian yaitu, Pikiran atau akal, Semangat/keberanian dan Nafsu/keinginan berkuasa.

Plato memiliki idealisme yang secara operasional meliputi: Pengertian budi yang akan menentukan tujuan dan nilai dari pada penghidupan etik, Pengertian matematik, Etika hidup manusia yaitu hidup senang dan bahagia dan bersifat intelektual dan rasional, Teori tentang negara ideal, Teori tentang asal mula negara, tujuan negara, fungsi negara dan bentuk negara, Penggolongan dari kelas dalam negara, Teori tentang keadilan dalam negara dan Tori kekuasaanPlato.

Teori Politik

Pemikiran politik Plato diawali karena adanya kondisi dimana dominasi politik kekuasaan negara sangatlah besar terhadap masyarakat sipil (civil society) . Fenomena inilah membuat Plato kecewa, karena ia menyaksikan bagaimana negara telah dijadikan alat untuk memuaskan keinginan para penguasa. Ia juga melihat betapa buruknya sistem pemerintahan yang ada pada masa itu. Negara menjadi rusak dan buruk akibat penguasa yang korup.

Plato berpendapat bahwa negara dan manusia memiliki persamaan, oleh sebab itu masalah moralitas haruslah merupakan yang paling utama yang harus diperhatikan dalam kehidupan bernegara, bahkan harus menjadi yang paling hakiki dalam keberadaan hidup para penguasa dan seluruh warga negara selaku manusia. 

Bagi Plato negara ideal adalah suatu komunitas etikal untuk mencapai kebajikan dan kebaikan. Inilah pengertian negara menurut Plato.

Demikianlah penyataan mengenai epithumia, thumos, dan logistikoan. Saya berharap artikel singkat ini ermanfaat bagi pembaca. Terimakasih dan mohon maaf bila ada kesalahan dalam artikel ini.

Sumber :

Remigius Taolin, "hidup sukses ala platon", Oktober 2021.

Wibowo, setyo, A. arete, "hidup sukses menurut platon", 2010.

Ambrosius, "Epithumia, thumos, logistikoan dan sikap pemimpin".

Moh. Aldiv Anfasa Abduh, "Thumos". 2020.

Joko Siswanto, "Kejahatan dalam perspektif filsafat", 2000.

Tri Astutik Haryati, "Perspektif filsafat etika aristoteles", desember 2015.

J.H. apar, "Filsafat politik", 2001.

Hieronymus simorangkir, "jiwa manusia dalam pandangan plato",

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun