Peran Public Private Partnership Bagi Pemerataan Infrastruktur Pendidikan di Indonesia
Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam meningkatkan kemajuan perekonomian dan kualitas sumber daya manusia. Banyak negara di luar sana menjunjung tinggi pentingnya pendidikan. Lembaga pendidikan mempunyai peranan besar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Pada pasal 31 ayat 5 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia." Dalam pasal tersebut menejelaskan bahwa ilmu pengetahuan dapat memajukan kesejahteraan masyarakat.
Di Indonesia pendidikan sangat mengalami kesenjangan yang mana pendidikan di perkotaan dan pedesaan masih belum tersebar merata baik itu SD, SMP, hingga SMA. Di perkotaan penyebaran sekolah-sekolah sangat banyak hingga terjangkau di setiap kecamatan, lain halnya dengan pedesaan yang mana sekolah disana sangat jarang dan jauh dari jangkauan sehingga membutukan waktu panjang untuk ke sekolah. Selain itu sarana dan prasaran yang ada di pedesaan jauh berbeda dengan di perkotaan. Struktur lembaga pendidikan di Indonesia berbentuk piramid yang mana semakin tinggi pendidikannya maka jumlah intitusi akan semakin sedikit begitu pula dengan jumlah siswa dari setiap tingkat semakin tinggi pula jumlahnya. Hal ini dikarenakan kurangnya pembangunan infrastruktur pendidikan di Indonesia.
Kualitas pendidikan juga dapat terlihat dari peran pengelolaan pendidikan. Pendidikan yang disediakan oleh institusi swasta umumnya mengalami perkembangan yang baik karena kemudahan dan keberanian intitusi dalam berinovasi dan mengembangkan kualitas sekolah, namun pendidikan yang didirikan swasta masih terbatas jumlahnya, berbeda dengan pendidikan yang didirikan pemerintah. Pendidikan yang disediakan pemerintah cenderung lebih tertinggal dan lamban dalam melakukan inovasi, hal ini karena pendidikan pemerintah lebih banyak namun anggaran tidak dapat memenuhi kebutuhan pendidikan.
Minimnya dana anggaran pemerintah dalam pembangunan menyebabkan tidak meratanya pembangunan intrastruktur di Indonesia, khususnya pendidikan. Dana anggaran tidak dapat menutupi kebutuhan pendidikan negara, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2011, sebesar Rp. 89 Triliun merupakan anggaran pendidikan di pemerintahan pusat dan sebesar RP. 93 Triliun lainnya dialokasikan Dana Alokasi Umum atau DAU untuk gaji pendidik seperti guru. Sedangkan pembiayaan anggaran pembangunan hanya sebesar Rp. 16,8 Triliun, jumlah persentasi hanya mencapai 6% dari total anggaran pendidikan.
Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur serta memperluas kualitas dan akses pendidikan adalah dengan melakukan kerjasama pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau yang biasa dikenal dengan Public Private Partnership (PPP). PPP pertama kali diatur dalam Peraturan Presiden No. 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) diperbaharui dengan disahkannya Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Yang mana KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Mentri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan Sumber Daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak.
Dalam pengertian lain Public Private Partnership atau PPP adalah kerjasama antara pemerintah dan swasta yang menghasilkan produk atau jasa dengan risiko, biaya, dan keuntungan ditanggung bersama berdasarkan nilai tambah yang diciptakannya. Kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan kebutuhan pendidikan.Â
Membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk berpartisipasi dalam memperluas akses pendidikan sekaligus menjadi jembatan untuk mengurangi kesenjangan pendidikan di Indonesia. Pemerintah berperan dalam menentukan lingkup kerjasama dengan membuat prioritas, target, hasil dan menyusun standar pengukuran kinerja bagi pengelola PPP tersebut, sedangkan pihak swasta berperan dalam mencapai tujuan PPP, yaitu memberikan nilai tambah bagi pemerintaan (LaRocque 2008, p.8).
Pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta untuk merencanakan, membangun dan mengoperasikan sarana dan prasarana guna untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Kerjasama ini bertujuan untuk mendorong perbaikan dalam pendanaan dan penyediaan layanan oleh pemerintah maupun swasta tanpa mengubah peranan masing-masing. PPP lebih berfokus kepada kualitas layanan yang disediakan dengan menekankan aspek efisiensi, efektifitas, kualitas, pendanaan dan pertanggungjawaban (Wang, 1999; LaRocque, 2008).
Dalam menerapkan skema PPP dibutuhkan tiga peran utama yaitu pertama, Financing adalah model pendanaan untuk melaksanakan proyek kerjasama. Kedua, Project leadership adalah pihak swasta mampu mengerjakan proyek sesuai dengan perencanaan yang telah direncanakan. Ketiga, Demand adalah kebutuhan masyarakat atas pembangunan infrastruktur sosial yang ada. Tiga hal  tersebut yang menjadi pasyarat terlaksananya proyek kerjasama antara pemerintah dengan swasta atau PPP.
Dalam proyek kerjasama ini model yang dipakai dalam pembangunan infrastruktur pendidikan adalah skema BOT (Build, Operate, Transfer) atau BOOT (Built, Own, Operate, Transfer). Pada pasal 1 ayat 12 Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara-Daerah.
Yang menyatakan bahwa Bangun Guna Serah atau Build, Operate, Transfer (BOT) adalah pemanfaatan barang milik negara atau daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan atau sarana fasilitas yang kemudian didayagunakan oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, selanjutnya diserahkan kembali tanah beserat bangunan dan sarana fasilitas setelah berakhirnya jangka waktu kerjasama. Pemakaian skema ini karena proyek pembangunan membutuhkan waktu yang lama agar proyek layak untuk dilaksanakan.
Dalam kerjasama ini skema bisa berjalan jika semua pihak yang terlibat mendapatkan keuntungan. Adapun menurut EY&Ficci, 2009, ada dua model partnership  yang bisa digunakan yaitu dalam Build-Rent Model, yang mana dalam model ini pihak swasta yang akan melakukan pembangunan infrastuktu pendidikan sedangkan pemerintah yang ikut berpartisipasi dalam penyediaan jasa maupun kurikulum, selain itu juga pemerintah ikut membayarkan sewa atau melakukan bagi hasil kepada pihak institusi swasta.
Kemudian dalam Low Fees Integrated model, pihak swasta melakukan pengembangan dengan berperan dalam membangun infrastruktur pendidikan sebagai bagian dari area perumahan. Biaya yang digunakan untuk membangun infrastruktur pendidikan akan dimasukan ke dalam harga perumahan yang ditawarkan oleh pihak swasta, kemudian pemerintah berperan dalam penyediaan jasa dan kurikulum pendidikan tanpa membayar sewa, sehingga pembiayaan yang dilakukan akan tetap berjalan dengan harga yang murah, tidak seperti model Partnership Build-Rend Model.
Pada skema ini pihak pemerintah tidak menjual semua aset kepada pihak swasta, melainkan bentuk kerjasama untuk membangun sebuah infrastruktur pendidikan yang berguna bagi masyarakat banyak. Selain itu pula kerjasama ini dapat membantu pemerintah dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang lebih menunjang kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Dan juga pihak swasta akan mendapatkan keuntungan dari investasi tanpa harus kehilangan kendali pemerintah.Â
Pendidikan merupakan hal pokok yang wajib didapatkan oleh setiap warga negara Indonesia, tugas pemerintah menyediakan dan memfasilitasi hak yang didapatkan oleh setiap warga negara. Untuk itu pembangunan pemerataan sangat diperlukan guna membantu kualitas pendidikan menjadi lebih baik kedepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H