Mohon tunggu...
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Itsbatun Najih Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aku Adalah Kamu Yang Lain

Mencoba menawarkan dan membagikan suatu hal yang dirasa 'penting'. Kalau 'tidak penting', biarkan keduanya menyampaikan kepentingannya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumpah Nasionalisme Habibie

20 Agustus 2016   21:45 Diperbarui: 20 Agustus 2016   21:48 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ia pun lantas membuat program beasiswa terkhusus bagi mereka setelah lulus SMA untuk dapat langsung menimba ilmu di Eropa dan Amerika. Habibie ingin Indonesia berlimpah anak-anak cerdas yang siap membangun Indonesia. Terkira mahfum, sisi-melik macam berpunya keahlian membuat pesawat terbang dan sejenisnya masih langka dipunya negeri ini. Di sisi lain, negara-negara berkembang lain telah berbondong-bondong memberikan beasiswa serupa ke rakyatnya berpamrih kemajuan negaranya.

Habibie memberikan tongkat estafet kepada para penerus negeri ini. Jelas tak ada keinginan Habibie merupakan perlambang manusia jenius pertama dan terakhir atau satu-satunya di republik ini. Terkira bahwa Habibie berhasrat memberikan kesempatan yang sama kepada anak-cucunya untuk bisa bersekolah ke manca. Hakulyakin dengan pemerolehan akses pendidikan macam dirinya, nyatanya tak sedikit putra Indonesia lekas mengharumkan nama bangsa.

Tapi, bukankah mencari orang pintar sudah sedemikian gampang di era global dan di kala sekat-sekat primordial gampang memudar. Pun, aras nasionalisme tampaknya kurang relevan dalam diktum pergaulan internasional macam sekarang. Di sinilah sebuah pengecualian seorang Habibie. Dan, beliau sebagai tamsil berkomitmen bersetia kepada Indonesia.

Penolakan berkarier di perusahaan besar luar negeri –yang seharusnya amat berguna bagi kepentingannya sendiri dan keluarga, dan justru memilih pulang kampung membangun Indonesia memang terasa heroik dan perlu diteladani. Bersumpah untuk merangkul menjadi sepenuh manusia Indonesia. Menolak menjadi warga negara Jerman dan Filipina.

Kini, ada ribuan pemuda Indonesia bersekolah di manca. Berdiaspora di banyak negara maju. Tak sedikit yang memutuskan menetap di sana. Sebagian berdalih pulang ke Indonesia sama dengan bersiap-siap dengan lingkup kehidupan akademik yang tak mendukung untuk peningkatan karier. Minim fasilitas-infastruktur dan bergaji minim.

Padahal mereka adalah aset bangsa guna memberikan dan menelurkan ilmunya demi ekspektasi kemajuan Indonesia. Pembeda dari semua ini bernama nasionalisme. Sejauh mana aspek cinta Tanah Air terus bersemayam dalam sanubari. Terlepas dari itu, sumpah nasionalisme Habibie di atas menjadi spirit, renungan, sekaligus keinsyafan pada diri kita masing-masing perihal sudah seberapa besar kontribusi kita untuk Indonesia. (Muhammad Itsbatun Najih)

NB: Artikel di atas diikutkan dalam "Pameran foto Habibie dan gebyar aneka lomba yang diselenggarakan berbagai komunitas yang tergabung dalam Friends Mandiri Museum. Pameran ini dibuka untuk umum mulai 24 Juli 2016 hingga 21 Agustus 2016 di Museum Bank Mandiri, Kota Tua - Jakarta Barat"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun