Kita bisa melihat dari sisi fisiologis, pada korteks sebagai tempat untuk berpikir, belum tersambung sempurna kepada pre frontal korteks. Hal ini membuat seorang anak kurang sempurna pertimbanganya dalam mengambil resiko, terutama high risk resiko. Ini sebagai dampak dari era digital.
Hafidz ternyata adalah penikmat video kekerasan dari kecil, Hafidz melihat lagi dan lagi sampai tidak memiliki perasaan lagi. Kemungkinan besar pre frontal korteks Hafidz terganggu. Jika sudah otomatis tidak punya perasaan, pre frontalnya sudah banyak terganggu. Pre frontal korteks ini berfungsi untuk membuat perencaan, mengambil keputusan, mengendalikan diri dan mengendalikan emosi serta peran dalam berpikir jangka panjang lainnya.
Banyak yang tidak nampak pada mata, tidak terdengar oleh telinga, tidak bisa dirasakan hati. Brain nya sudah berjalan dengan salah. Hafidz tidak disangka bisa melakukan hal tersebut, ibu Sara hanya mengetahui dari luar anak tersebut baik. Namun sekali lagi, penyebabnya bisa bermacam macam. Marah, frustasi, sampai tidak bisa mengendalikan emosi. Untuk bulan Januari lalu saja, sudah ada pembunuhan eks pacar. Dalam kasus serupa sudah banyak dipenjara, remaja yang membunuh mantannya. Ini tidak nampak, tapi ini adalah bencana yang harus diperhatikan.
Ibu elly Risman menutup dengan kalimat "Kalau anda kehilangan orang tua anda kehilangan masa lalu kalau anda kehilangan anak-anak anda kehilangan masa depan".
Kini, Semoga kekuatan dari keluarga dapat kita bangun, tidak ada kata terlambat. Jika kita berbicara hari ini, maka kita akan berbicara seperti apa 20 tahun mendatang. Save Our Family.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H