PAGI INI KOPIKU PAHIT
Aku tersentak, terbangun dari tidur saat bunyi alarm terdengar nyaring menusuk gendang telinga. Pagi ini, betapa terkejutnya aku saat terbangun dan tak ada Dimas di sampingku.
"Dim ...," teriakku.
Bergegas aku turuni anak tangga satu demi satu, lalu menuju dapur. Aku melihat Dimas sudah menungguku juga secangkir kopi di atas meja.
Iya, Dimas dan secangkir kopi, keduanya adalah gambaran pagi yang indah meski mereka hanya memandangku dengan tatapan kosong itu.
"Tubruk dengan sesendok gula!" Dimas berseru sambil melirik secangkir kopi.
"Kau tahu semua hal tentangku, terima kasih." Aku mendekati Dimas dan langsung berhambur memeluknya. Sungguh! Dalam rangkulannya aku selalu menemukan bahagia. Sejenak, kami saling tatap di antara asap kopi yang perlahan melindap.
"Senyumlah, mungkin Tuhan sedang mengajak kita bercanda, sekali-sekali kopi tubruknya tanpa gula, biar ada sesuatu yang beda," ucap Dimas. Dan aku tak terlalu menanggapinya.
Pagi berikutnya setelah mengusap air mata, dengan malas menuruni anak tangga menuju dapur. Seperti biasa, Dimas telah menungguku.
"Menangislah, tapi jangan terlalu lama," ucapnya sambil menjentik dagu, lalu mengisyaratkan supaya aku menoleh ke arah belakangku.
Dan aku melihat ibu tercinta tengah sibuk, kelihatannya beliau sedang menyiapkan sarapan pagi. Sebentar kemudian suara lembutnya berkata, "Nak, kopimu sudah di atas meja."
Setelah mengucapkan terima kasih kepada ibu, aku langsung duduk di hadapan kopiku, memandang sejenak dan kemudian mereguknya. Deg! Rasa lain melesat bersama kesadaran yang menguat, ternyata aku hanya mampu memeluk bayang, berbicara dengan yang hilang.Â
Sepertinya, ibu lupa memasukkan gula ke dalam kopiku pagi ini sampai membuat aku merasa beda, kemudian perlahan memahami atas apa yang telah terjadi.
Aroma sisa basah hujan di luar sana menampar ingatan, sebatang kenang kusulut hangatkan dingin yang sepi di pagi ini, dan aku masih bergumam dengan secangkir kopi.
"Dim, apa kabarmu di sana? Pagi ini kopiku pahit."
Aku menikmati keadaan dan semakin larut menenggelamkan diri di secangkir kopi, sampai tak terasa ketika hanya tinggal ampasnya yang tersisa.
Sumedang, 21 Mei 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI