Dan aku melihat ibu tercinta tengah sibuk, kelihatannya beliau sedang menyiapkan sarapan pagi. Sebentar kemudian suara lembutnya berkata, "Nak, kopimu sudah di atas meja."
Setelah mengucapkan terima kasih kepada ibu, aku langsung duduk di hadapan kopiku, memandang sejenak dan kemudian mereguknya. Deg! Rasa lain melesat bersama kesadaran yang menguat, ternyata aku hanya mampu memeluk bayang, berbicara dengan yang hilang.Â
Sepertinya, ibu lupa memasukkan gula ke dalam kopiku pagi ini sampai membuat aku merasa beda, kemudian perlahan memahami atas apa yang telah terjadi.
Aroma sisa basah hujan di luar sana menampar ingatan, sebatang kenang kusulut hangatkan dingin yang sepi di pagi ini, dan aku masih bergumam dengan secangkir kopi.
"Dim, apa kabarmu di sana? Pagi ini kopiku pahit."
Aku menikmati keadaan dan semakin larut menenggelamkan diri di secangkir kopi, sampai tak terasa ketika hanya tinggal ampasnya yang tersisa.
Sumedang, 21 Mei 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H