Mohon tunggu...
Heri Susanto
Heri Susanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Red Letter Day

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dinda Sang Belahan Jiwa

12 Januari 2011   07:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:40 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari ini genap sudah 1 tahun usia pernikahan kami, namun karena berbagai alasan dan pertimbangan, maka akupun memutuskan untuk setia menunggunya di daerah yang berbeda. Ketika aku memutuskan menikah, semua telah kupikirkan dan aku siap menerima konsekuensi untuk berpisah sementara darinya, demi pendidikan yang menjadi amanat dari orang tua tuntas terselesaikan.

Tiba-tiba handphone ku berdering, membangunkan ku dari lamunan sesaat.

Aku tersenyum, nama ‘dinda’ tertera di layar, sebuah sms darinya pun ku baca.

‘’kanda…lg apa? Uda sholat lum nda?jangan lupa doakan dinda ya..^_^

Kembali senyum menyimpul di wajahku, permaisuri hati menjadi pelipur lara, betapa aku sangat mencintainya. Dan dengan segala kelembutan yang ia miliki, aku tak ragu untuk menikahinya.

“iya dinda…kanda uda sholat, tentu saja dinda slalu ada dalam doa yang kanda panjatkan. Dinda…jaga diri baik-baik ya. Oa dinda ingat tidak hari ini hari apa?”,balasku dan langsung menklik tombol send.

Aku menunggu balasan, terbayang wajahnya yang tersipu malu saat pertama kali kami dipersatukan dalam ikatan suci. Wajah itu begitu teduh, merona merah kala tersipu.

Kembali hp ku berdering, tanda sms masuk, dan langsung ku baca isinya.

“iya kanda…dinda ingat, hari ini kita genap 1 tahun menjalani bahtera rumah tangga. 1 tahun pula kanda uda nemeni dinda, meski kita berjauhan, namun hati kita tetap dekat. Dinda sayang kanda, kanda mau hadiah apa dari dinda?”

Aku terdiam, membaca berkali-kali rentetan tulisan itu, rasanya cintaku semakin besar padanya. Ia selalu menunjukkan rasa sayangnya padaku. Tak peduli dengan berbagai kegiatan, tapi ia selalu menyempatkan menunjukkan perhatiannya padaku. Setiap kata dan perbuatannya menunjukkan betapa ia sangat menyayangiku. Aku sangat bersyukur mempunyai belahan jiwa sepertinya. Aku kembali membalas pesan darinya.

“dinda jg sangat berarti dalam kehidupan kanda, dinda janji ya selalu akan nemeni kanda. Kanda gk sabar ingin dinda segera di wisuda, dan kita bsa hidup bersama di sini. Itu kado terindah untuk kanda, jadi dinda harus giat ya, gk boleh bandel, 5 bulan kedepan kanda ingin dapat undangan dinda di wisuda J , kiriman pesan kembali ku layangkan.

Membayangkan wajahnya yang kian merona ketika membaca sms yang ku kirim, membuat hati semakin rindu padanya. Namun, ini adalah pilihan kami, dan aku akan tetap setia menanti.

“iiii…ihhh…kanda gtu dech, insyaallah dinda akan berusaha skuat tenaga, moga Allah mudahkan J , kembali ku baca balasan pesan nya.

Begitulah hari-hari yang beberapa waktu ini kami lewati, aku bertempat tinggal di luar daerah karena kewajibanku mengabdi di sana, sebagai pegawai negeri sipil yang baru saja diangkat. Sedang permaisuri hati, harus menyelesaikan pendidikannya. Meski kami jauh, namun hati ini slalu bersamanya, berbagai waktu kami lalui bersama, mulai dari bangun tidur, sarapan, sholat, hingga kembali tidur. Meskipun hanya lewat pesan singkat dan terkadang lewat telepon, tapi itu sudah membuat ku tenang. Bisa mendengar suaranya, celoteh, dan juga manjanya, itu sudah lebih dari cukup, paling tidak untuk beberapa bulan ke depan ini saja. Ya…bukan waktu yang lama lagi, hibur ku dalam hati.

***

Selang beberapa bulan, hari  yang kian kami nantikan akan segera tiba. Aku menelpon sang pujaan hati, kegiatan rutin yang masih terus kami lakukan.

”kanda...besok dinda ke tempat kanda, alhamdulillah seperti yang dinda janjikan. Tugas dinda di sini telah usai”, kata nya dalam percakapan kami.

”iya dinda, kanda uda nggak sabar lagi ni, ingin segera jumpa ma dinda”, jawab ku.

”iya nda, ntar setelah dinda kesitu, kita balik bareng ya ke sini, temeni dinda wisuda”, katanya kembali.

”pastinya dinda ku sayang, baik-baik di jalan ya besok”, kataku menimpali.

”hmmmm....nda....besok sewaktu dinda uda nyampe, kanda janji ya sambut dinda dengan senyuman, dinda ingin lihat senyuman kanda, uda lama kan kita nggak ketemu?”, katanya dengan manja

”dinda genit dech, iya...iya...dinda ni aneh-aneh ja dech, masa iya kanda sambut dinda ma tangisan,...pipiku bersemu merah, untung kami cuma telponan, jika tidak ia pasti terus menggodaku. Kami pun akhirnya tertawa bersama, dan malam ini serasa terlewati begitu indah.

***

Aku terus berkutit dengan pekerjaan yang seabrek di meja kerja. Tanpa sadar handphone ku berbunyi, sebuah nomor yang tak ku kenal tertera disana. Aku pun mengangkatnya dengan hati penuh tanya.

”iya...iya..kenapa?”

”aaa paaaaa...!!!!!!!!! tidak, tidak mungkin...iya saya segera ke sana

Pikiran ku kacau, dinda sang belahan jiwa, kini terbaring di rumah sakit. Dari telepon barusan, aku mendapat kabar bahwa dinda kecelakaan. Ya Allah moga dinda tidak apa-apa, batin ku mulai berharap.

Tubuh itu terbujur di pembaringan, dengan balutan putih di kepalanya. Wajah itu masih sama seperti yang ku kenal, putih, bersih, namun kini tampak begitu pucat. Pipi yang biasa merona, tersipu ketika malu, kini seperti kehilangan pendar. Aku tak kuasa melihat keadaannya. Ingatanku mulai melayang, pada percakapan indah kami semalam.

Aku berjalan, terus mendekat dan menghampiri pembaringannya. Tangannya yang lembut dan jarinya yang lentik ku genggam dengan erat.

”dinda sayang...ini kanda. Dinda kenapa tidur, kenapa diam aja. Dinda mau jumpai  kanda kan? Ini kanda sayang,” kata ku dengan terus menggenggam tangan nya.

”dinda....kanda kangen ma dinda, dinda kenapa masih diam? Semalam dinda minta kanda untuk tersenyum ketika kita jumpa. Dinda...kanda penuhi janji itu, kanda sekarang sedang tersenyum, dinda kenapa tak membuka mata? Lihat kanda sayang,” kata ku terus meracau.

Tubuh itu tak menunjukkan reaksi apapun, matanya pun tak kunjung terbuka. Aku menatapnya dengan penuh cinta, tak percaya apa yang terjadi sserasa begitu cepat. Baru semalam aku mendengar tawa candanya, manja, dan menggemaskan. Tapi kini ia hanya diam seribu bahasa, namun wajah ayu nya masih tampak begitu nyata.

Aku tak kuasa menahan kesedihan, hingga akhirnya aku memutuskan untuk keluar kamar, tubuhku bersandar di pintu. Tulang-tulang terasa lemah, kaku dan tak berdaya. Harusnya hari ini adalah hari yang bahagia untuk ku, namun takdir mengatakan lain. Dindaku terbaring lemah, dan dokter mengatakan kondisinya kritis, ia koma, dan tak tahu apakah bisa bertahan atau tidak.

Tak kuasa rasanya menerima, air mata ku pun mengalir tanpa terbendung. Namun karena janjiku padanya, aku tak kan bersedih di depannya. Aku akan terus menemani, apapun yang terjadi ia tetap belahan jiwa ku. Dalam sujud, di samping pembaringannya bertalu pintaku untuk kesembuhannya.

note:

hasil karya yg tak seberapa mana, efek dr tak bsa tdur. mohon kritik dan saran na ya :-)

oleh Aisa Humaira 'listia'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun