Semalam saya tak sengaja membuka video seorang laki-laki muda yang menganiaya laki-laki muda lain, yang adalah mantan pacarnya. Saya langsung menutup video itu ketika melihat satu kaki bersepatu menghajar kepala yang sudah tergeletak di lantai paving blok. Peristiwa itu terjadi di lingkungan perumahan. Yang juga saya pikirkan adalah orang yang merekam peristiwa itu. Betapa kuat hati mereka melakukannya. Di mana hati dan belas kasihan mereka saat itu?
Bumi ini sudah demikian rusaknya. Udara jahat di mana-mana. Sungguh menyedihkan dan sungguh berbahaya kenyataan itu. Lalu kita mempertanyakan, bagaimana orangtua dan lingkungan agama dan orang-orang dewasa mendidik dan memberi contoh kepada mereka yang lebih muda?
Saya punya seorang kawan di ibu kota yang punya kebiasaan rutin berjalan kaki setiap sore, sambil berdoa. Sebelum keluar dari rumah dia akan mengenakan masker, tutup telinga, lalu berbicara dengan suara keras sehingga telinganya dapat mendengarnya.Â
"Tuhan, tolonglah saya untuk tetap sadar dan rendah hati menghadapi hari-hari yang penuh tekanan ini. Berilah saya kekuatan untuk dapat melayani-Mu dengan cara menolong orang-orang di sekitar saya yang membutuhkan."
Sepanjang perjalanan, dia seperti berbicara di telepon tetapi sebenarnya dia sedang berdoa. Kebiasaan itu dia lakukan sejak pandemi merebak di bumi.
Kenapa melakukan itu, tanya saya.
"Ada banyak ketidakpastian di dunia sekitar kita. Dan semua itu di luar kontrol saya. Jadi, saya mengontrol apa yang saya bisa kontrol," ujarnya. Benar juga, saya pikir.
Alasan lain teman saya adalah berolah raga kecil sambil melihat apa yang terjadi di lingkungannya. Dia tinggal di satu perumahan yang cukup tenang di Jakarta. Dan dalam masa pandemi, ada banyak cerita menyedihkan muncul dari para tetangga jauh dan dekat di sekitar rumah. Cerita-cerita itu dia dapat secara tidak sengaja dari tetangga yang sedang berkebun, dari tukang-tukang jasa keliling yang ia kenal, dari satpam jaga perumahan.
"Ketika saya berdoa dengan bersuara, saya merasa kekhawatiran saya menurun dan merasa percaya diri dan percaya kedaulatan dan kasih Tuhan. Perasaan saya dibangun bahwa Tuhan selalu baik dan tidak pernah merancang kecelakaan bagi manusia."
Saya setuju dengan teman saya. Dan faktanya, selama pandemi dan masa yang tidak menentu ini, banyak orang mencari Tuhan atau kekuasaan yang lebih tinggi, Â untuk merasa tenang.Â
Pada Maret 2020, Google mencatat jumlah pencari info tentang doa meroket. Itu menurut seorang ahli ekonomi di satu universitas di Copenhagen yang melakukan riset pada 95 negara. Satu pusat riset lain di Amerika, pada bulan yang sama, melaporkan bahwa lebih dari setengah orang Amerika berdoa agar penyebaran virus corona berhenti.
Seorang profesor emeritus bidang psikologi dari Universitas Bowling Green State di Ohio melakukan studi bagaimana orang memakai agama untuk mengatasi tekanan-tekanan yang besar dan traumatis dalam hidup. Secara umum memang tren ini terjadi secara impulsif dalam rangka mempercepat lewatnya masa krisis.
Para ilmuwan tentu saja tak memiliki mekanisme dalam mengukur eksistensi Tuhan atau kekuatan yang tertinggi. Namun riset yang mereka lakukan lebih pada efek sehat bagi kegiatan tersebut bagi orang-orang yang melakukan praktik doa.
Doa sulit diteliti, ujar seorang ahli. Untuk mengukurnya, periset perlu mencari orang-orang yang terbuka untuk berdoa, bukan yang sudah berdoa. Dan itu sulit. Sulitnya, karena otak sulit di-scan saat berdoa bila orang berdoa dengan cara bersuara, bukan doa di dalam hati seperti meditasi. Doa yang tak bersuara lebih memiliki benefit pada kesehatan mental bagi mereka yang melakukannya.
Biasanya seorang dokter tidak langsung menyarankan untuk berdoa kepada pasien yang sedang mengalami kecemasan dan depresi berat. Sebaliknya dia akan menyarankan pasien untuk berbicara hati-ke-hati dengan orang yang dapat dipercaya. Doa dapat menenangkan sistem saraf, menurunkan hati yang keras atau menahan keinginan untuk membalas dengan kekerasan. Doa dapat mengurangi reaksi pada emosi negatif dan mengurangi rasa marah.
Satu studi dilakukan oleh jurnal kesehatan tahun 2005. Studi itu membandingkan meditasi yang bersifat spiritual dan sekular. Hasilnya, meditasi spiritual lebih memberi efek tenang. Dalam meditasi sekular, orang terfokus pada sesuatu seperti pernapasan atau kata-kata positif. Dalam meditasi spiritual, orang akan terfokus pada teks atau kata-kata yang ditujukan kepada Tuhan atau kekuasaan yang lebih tinggi. Peserta dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok diminta untuk bermeditasi dengan menggunakan kalimat afirmasi (Saya adalah kasih, saya mengasihi orang lain) dan kelompok lain dengan kata-kata yang mendeskripsikan kekuatan ilahi (Tuhan mengasihi saya, Tuhan Maha Kuasa, Tuhan berdaulat atas hidup saya). Mereka diminta untuk bermeditasi selama 20 menit tiap hari selama empat minggu.
Hasilnya, kelompok meditasi spiritual menunjukkan tingkat kecemasan dan stres yang rendah, serta mood yang lebih positif. Toleransi mereka terhadap rasa sakit pun dua kali lebih rendah ketika kedua kelompok diminta untuk menenggelamkan tangan mereka di dalam air es.
Bagaimana hal itu dapat terjadi?
Seorang peneliti memberi satu ilustrasi tentang mengangkat beban berjam-jam. Awalnya terasa berat. Tetapi jika kita menyerahkan beban itu sebentar kepada orang lain, beban itu menjadi lebih ringan ketika kita menerimanya balik. Begitulah fungsi doa. Kita dapat menurunkan beban itu untuk sementara waktu, setelah beristirahat sejenak.Â
Doa juga dapat memperkuat sebuah hubungan dengan Tuhan atau kekuatan ilahi, dengan orang lain dan lingkungan kita, termasuk hubungan dengan orang-orang yang berdoa sebelum kita.
Orang berdoa untuk banyak alasan: memohon petunjuk, mengucap syukur, untuk perlindungan dan kedamaian hati. Namun kata ahli, tidak semua doa sama atau setara. Tahun 2004 satu jurnal pernah melakukan studi keagamaan. Mereka yang berdoa dengan pendekatan kepada Tuhan sebagai partner, atau kolaborator, kehidupan mental dan fisik mereka lebih baik, daripada mereka yang berdoa marah-marah kepada Tuhan karena merasa dihukum atau diabaikan atau menuntut tanggung jawab dan solusi dari Tuhan untuk hidupnya. Artinya, hasilnya lebih buruk. Itu diilustrasikan dengan satu hubungan dua orang yang saling mencintai, akan memberi hasil terbaik pada relasi mereka berdua.
Doa juga bermanfaat dalam menciptakan sebuah pernikahan yang sehat. Beberapa riset telah dilakukan bahwa ketika orang berdoa bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pasangan mereka ketika merasa ada emosi yang negatif dalam pernikahan, keduanya -yang berdoa dan yang didoakan- dilaporkan memiliki kepuasan dalam berelasi. Doa memberi kesempatan keduanya untuk tenang karena ada perasaan mereka merupakan satu tim.
Jadi, berdoalah. Karena doa mengubah segala sesuatu. Untuk diri sendiri. Untuk orang-orang terdekat. Untuk lingkungan sekitar dan alam. Untuk Indonesia. Untuk dunia.Â
(Dari berbagai sumber)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H