Seorang profesor emeritus bidang psikologi dari Universitas Bowling Green State di Ohio melakukan studi bagaimana orang memakai agama untuk mengatasi tekanan-tekanan yang besar dan traumatis dalam hidup. Secara umum memang tren ini terjadi secara impulsif dalam rangka mempercepat lewatnya masa krisis.
Para ilmuwan tentu saja tak memiliki mekanisme dalam mengukur eksistensi Tuhan atau kekuatan yang tertinggi. Namun riset yang mereka lakukan lebih pada efek sehat bagi kegiatan tersebut bagi orang-orang yang melakukan praktik doa.
Doa sulit diteliti, ujar seorang ahli. Untuk mengukurnya, periset perlu mencari orang-orang yang terbuka untuk berdoa, bukan yang sudah berdoa. Dan itu sulit. Sulitnya, karena otak sulit di-scan saat berdoa bila orang berdoa dengan cara bersuara, bukan doa di dalam hati seperti meditasi. Doa yang tak bersuara lebih memiliki benefit pada kesehatan mental bagi mereka yang melakukannya.
Biasanya seorang dokter tidak langsung menyarankan untuk berdoa kepada pasien yang sedang mengalami kecemasan dan depresi berat. Sebaliknya dia akan menyarankan pasien untuk berbicara hati-ke-hati dengan orang yang dapat dipercaya. Doa dapat menenangkan sistem saraf, menurunkan hati yang keras atau menahan keinginan untuk membalas dengan kekerasan. Doa dapat mengurangi reaksi pada emosi negatif dan mengurangi rasa marah.
Satu studi dilakukan oleh jurnal kesehatan tahun 2005. Studi itu membandingkan meditasi yang bersifat spiritual dan sekular. Hasilnya, meditasi spiritual lebih memberi efek tenang. Dalam meditasi sekular, orang terfokus pada sesuatu seperti pernapasan atau kata-kata positif. Dalam meditasi spiritual, orang akan terfokus pada teks atau kata-kata yang ditujukan kepada Tuhan atau kekuasaan yang lebih tinggi. Peserta dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok diminta untuk bermeditasi dengan menggunakan kalimat afirmasi (Saya adalah kasih, saya mengasihi orang lain) dan kelompok lain dengan kata-kata yang mendeskripsikan kekuatan ilahi (Tuhan mengasihi saya, Tuhan Maha Kuasa, Tuhan berdaulat atas hidup saya). Mereka diminta untuk bermeditasi selama 20 menit tiap hari selama empat minggu.
Hasilnya, kelompok meditasi spiritual menunjukkan tingkat kecemasan dan stres yang rendah, serta mood yang lebih positif. Toleransi mereka terhadap rasa sakit pun dua kali lebih rendah ketika kedua kelompok diminta untuk menenggelamkan tangan mereka di dalam air es.
Bagaimana hal itu dapat terjadi?
Seorang peneliti memberi satu ilustrasi tentang mengangkat beban berjam-jam. Awalnya terasa berat. Tetapi jika kita menyerahkan beban itu sebentar kepada orang lain, beban itu menjadi lebih ringan ketika kita menerimanya balik. Begitulah fungsi doa. Kita dapat menurunkan beban itu untuk sementara waktu, setelah beristirahat sejenak.Â
Doa juga dapat memperkuat sebuah hubungan dengan Tuhan atau kekuatan ilahi, dengan orang lain dan lingkungan kita, termasuk hubungan dengan orang-orang yang berdoa sebelum kita.
Orang berdoa untuk banyak alasan: memohon petunjuk, mengucap syukur, untuk perlindungan dan kedamaian hati. Namun kata ahli, tidak semua doa sama atau setara. Tahun 2004 satu jurnal pernah melakukan studi keagamaan. Mereka yang berdoa dengan pendekatan kepada Tuhan sebagai partner, atau kolaborator, kehidupan mental dan fisik mereka lebih baik, daripada mereka yang berdoa marah-marah kepada Tuhan karena merasa dihukum atau diabaikan atau menuntut tanggung jawab dan solusi dari Tuhan untuk hidupnya. Artinya, hasilnya lebih buruk. Itu diilustrasikan dengan satu hubungan dua orang yang saling mencintai, akan memberi hasil terbaik pada relasi mereka berdua.
Doa juga bermanfaat dalam menciptakan sebuah pernikahan yang sehat. Beberapa riset telah dilakukan bahwa ketika orang berdoa bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pasangan mereka ketika merasa ada emosi yang negatif dalam pernikahan, keduanya -yang berdoa dan yang didoakan- dilaporkan memiliki kepuasan dalam berelasi. Doa memberi kesempatan keduanya untuk tenang karena ada perasaan mereka merupakan satu tim.