Teman saya kaget, meski bahagia juga. Tapi ternyata, meski ia sudah saling merasa aman dan nyaman dengan laki-laki itu, ketika diperhadapkan dengan kenyataan baru, hubungan meningkat menjadi  suami-istri, bimbang juga.
Hidup berumah tangga kan tidak mudah, katanya. Siapa yang bilang itu mudah, tanya saya. Kami tertawa.Â
Selama ini teman saya, seperti juga saya, hidup bebas seperti burung. Mandiri secara ekonomi. Ia punya usaha kecil di rumah. Ditemani seorang tangan kanan dalam mengelola usahanya, hidupnya makin menyenangkan.Â
Setahun sekali atau dua kali ia membuat jadwal berlibur ke tempat-tempat yang dia impikan sejak muda.Â
Ia tidak kesepian karena keponakan-keponakannya berlibur akhir pekan di rumahnya. Pendeknya, ia tidak kekurangan perhatian. Hidup sendirinya berkualitas.Â
Apa yang kurang? Tidak ada. Jadi, kenapa harus memilih hidup menikah?
Karena ada pilihan. Itu keadaan kawan saya sekarang.Â
Pertanyaan itu dimulai dengan, apakah pengalaman tiga bulan yang indah itu cukup mewakili untuk menjawab "ya" untuk hidup sebagai suami-istri, yang akan berlangsung seumur hidup?
Hmm, tunggu dulu. Itu misteri hidup. Masa depan hanya bisa dirancang. Tidak dapat dipastikan. Â Â
Hidup melajang, kata Chef Marinka yang cantik dalam satu talk show, bukanlah satu dosa. Tentu saja. Namun bila berharap hidup menikah, apakah salah? Ya tidak.Â
Kalau masih ada keinginan untuk hidup menikah, ya profesionallah, kata Chef Marinka. Artinya, bersiap dan membuka diri bila kesempatan itu hadir di depan mata.Â