Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Naftali [11]

8 Oktober 2022   20:42 Diperbarui: 8 Oktober 2022   20:49 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Thiru keluar dari kamar mandi. Melihat Thiru, perempuan setengah baya itu melangkah masuk, menyerahkan mangkuk besar keramik merah hati, sambil berpesan itu dari Tan Yeoh. Isinya kepiting besar masak pedas, yang dimasak istri Tan Yeoh. Saya simpan di lemari es, jadi beku, ujar perempuan itu tersenyum. Kenapa kamu tidak memakannya? kata Thiru ramah. Saya tidak makan kepiting, jawabnya sopan. Thiru mengangguk. Perempuan itu memandangku dan tersenyum, kemudian pergi.

"Siapa Tan Yeoh?" tanyaku.

"Temanku di kantor. Kami senasib. Dia bekerja keras dan jujur, tidak mau disuap, tidak menjilat," jawab Thiru. 

"Dan perempuan tadi?" tanya Naftali.

"Itu pembantu tetanggaku. Dua rumah dari kiri. Orang Indonesia, sepertimu. Asli dari Semarang. Kamu tahu apa yang terjadi padanya di kampung? Suaminya pengangguran yang hanya menjaga anak perempuan mereka. Setiap bulan ia mengirim uang dua juta kepada suaminya untuk biaya sekolah anak mereka dan biaya sehari-hari, mengangsur kredit motor agar suaminya bisa mencari uang dari motor itu. Setahun dia bekerja di sini, suaminya menikah lagi dengan perempuan lebih muda. Pastinya menggunakan uang yang dikirimnya. Benar-benar keparat laki-laki itu. Selama pulang kampung baru-baru ini dia mengurus perceraian dengan laki-laki sial itu, mengambil anak perempuannya untuk dititipkan di rumah ibunya. Dia meminta uang yang dia kirim setiap bulan kepada suaminya, tetapi suaminya bilang sudah habis untuk biaya sekolah anak. Dia kembali ke sini dan melupakan peristiwa pahit itu. Suaminya kini menganggur dan motor sudah dijual. Perempuan yang dikawininya pun minta cerai setelah tahu laki-laki itu pengangguran dan hanya penipu. Sekarang si suami memperalat anak perempuannya untuk meminta uang kepada istrinya. Aku mengusulkan agar ia berhenti mengirim uang, tetapi dia tak tega. Laki-laki itu ayah anak saya, begitu alasannya. Kamu lihat wajahnya? Kamu tak akan percaya kalau umurnya masih dua puluh delapan tahun."

Aku mengangkat alis karena kupikir ibu berkerudung tadi berusia lima puluh tahun.

"Kau seorang penulis. Di sini ada banyak kisah pahit tentang pembantu Indonesia. Kamu bisa bertemu dan berbicara dengan mereka, kalau kamu mau. Pemerintah kalian tidak sungguh-sungguh melindungi warga negaranya. Kau tahu orang Melayu di sini memperlakukan pembantu sangat buruk dan menghancurkan martabat manusia. Aku memang warga negara Malaysia, tetapi aku pun tak suka cara bangsaku memperlakukan pembantu asal Indonesia. Kau lihat sendiri aku melawan ketidakadilan di kantorku. Aku prihatin melihat keadaan mereka. Kalau saja pemerintah kalian memberi pekerjaan yang cukup untuk mereka, mereka tak mungkin berpayah-payah kemari untuk bekerja," kata Thiru berapi-api.

"Ada apa dengan Tan Yeoh?"    

"Ada peristiwa genting di kantor. Kami sering bertemu belakangan untuk membicarakan beberapa masalah. Biasanya dia mampir dan membawakan masakan istrinya yang pintar masak untuk kami berdua, dan kami mengobrol sampai pagi. Dia orang baik dan sangat cemas dengan keadaannya. Dia punya dua anak dan istrinya tidak bekerja. Aku mengerti kondisi keuangannya. Kami berkawan sejak lama dan sama-sama muak pada manusia-manusia penjilat di kantor. Sudahlah, kamu mandi. Aku akan meneleponnya sekarang," kata Thiru. 

"Kamu mau sarapan nasi lemak atau makan kepiting ini?" tanyanya.

"Nasi lemak," jawabku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun