Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Olivia*

15 September 2022   23:22 Diperbarui: 15 September 2022   23:26 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kepadanya, Tuan Raffles selalu memandang. Bila berencana sesuatu, beliau tidak akan bertindak sebelum istrinya bersetuju. Seperti Tuan Raffles, istrinya seorang yang rajin dan tidak nampak kikuk bertemu sesuatu yang baru. Melihatnya kapan saja, tangannya sedang bekerja, entah apa. 

Sungguhlah Tuhan Allah menganugrahi pasangan ini serasi, sperti raja dan penasihatnya, seperti cincin dan batu permatanya. Seorang istri yang cakap lebih berharga daripada permata, kata kitab suci. Itulah dirimu. Dan aku beruntung memilikimu. 

Olivia kekasihku, 

Tentang John Caspar Leyden, penyair Skotlandia itu, izinkan aku membahasnya di sini, supaya lega hatiku melerainya. Dari Madras John datang. Dia berangkat ke Penang demi menyembuhkan sakitnya. Dia terkena lever karena terlalu keras bekerja. Sejarah Melayu, buku yang ia terjemahkan dari bahasa Melayu ke bahasa Inggris, adalah awal perkenalan kita dengan namanya. Kehadirannya menyalakan semangat kita. Betapa indah ia menguasai kata-kata. 

Aku mengundangnya untuk tinggal di bungalow kita. Dia akan mendapat segala yang dibutuhkannya, di sini. Sebuah tempat yang tenang. Dan kau menjelma perawatpribadinya. Dengan kasih sayang, tanganmu mencampur obat dengan air di badan sebuah sendok, memastikan John betul-betul menelan pahit obatnya. Tampak betul kau kenal perangai bengal seorang seniman yang tak adil saat memperlakukan kesehatannya sendiri.

Di tempat tidur kita hampir setiap malam, kau menceritakan perilaku John sepanjang hari itu. Sambil tertawa dan nada berbeda, kau mengulang perkataan spontan John, untuk menunjukkan rasa terima kasihnya atas perhatianmu. 

Kalian telah saling mengikat diri dengan puisi. Beberapa kali aku memergoki kalian berduaan. Aku tak sampai hati mengusik. John memerlukanmu lebih daripadaku. Meski rasanya kau belum melakukan hal-hal mesra seperti itu kepadaku. Aku tidak sedang dilanda cemburu mengatakan ini, malah bangga dengan kecerdasan seleramu. 

John memang sejenis makhluk yang tahu segala sesuatu. Dia bukan seorang intelek yang diam di menara gading. Kakinya menyusuri jalan-jalan kecil untuk bertemu segala jenis manusia dan masalahnya. Kau mengagumi pengalaman dan pengetahuannya, seperti halnya aku. 

Di beranda rumah kita yang hangat, bertiga kita duduk bertukar cerita sambil menikmati char kway teow, asam laksa, dan teh yang kita bawa dari Inggris. Apa yang tidak kau tahu, John? desakmu girang, setelah John berkata bahwa Penang adalahkota yang menarik, seperti gerabah berisi leburan akar budaya Melayu, Cina, India, peranakan, Thailand, Eropa. Dan kau bertanya lagi. Dan lagi. Terkadang kau menyesali malam menjemput terlalu cepat. 

Atas provokasi John, aku rakus mempelajari sejarah, kebudayaan, politik dunia Melayu. Apa yang dikatakannya benar, kelak. Bahwa pengetahuan akan membawamu ke tempat-tempat baru yang belum pernah terpikirkan. 

Itulah jalan kita ke Melaka. Waktu itu Belanda mengangkat raja seorang Prancis untuk memerintah. Secepat itu pula British East India Company mengambil langkah, mengusir Belanda dari pulau yang disebut Jawa. Sebuah tempat strategis yang nanti menjadi pos jalur lintas perdagangan ke Tiongkok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun