1
Musim PandemiÂ
Matamu masih NefertitiÂ
Pipimu apel dari kebun ibumu Â
Kedua tanganmu mengais angkasa
Bibir merahmu lipstik kesayanganÂ
Kau menertawakan singleness  Â
Kau kencani dirimu di layar seluler Â
Kau kencani Tuhan tempat kau jatuhkan cinta
2
From Runway to God's WayÂ
Sampai usia empat belas di Bali Â
Ibumu mengantarmu bermain-mainÂ
Milan, Tokyo, Paris, New York
Mengajarmu cara berjalan yang benar
Sepatu-sepatu tidak menyakiti kakimu  Â
Tuhan menontonmu di runway ke runway
Duduk di kursi paling depanÂ
Mata tersenyum kakimu jenjang
Mulut tertawa pinggangmu lenggang
Ia bertepuk tangan langkahmu ringan  Â
Sampai kau mengenal kekuatan kakimuÂ
Sampai kau mengenal sepatu-sepatumu
Lalu Tuhan menarikmuÂ
Berjalan di runway-NyaÂ
3
Are You Done with Me, God?
Satu investigasi hancurkan berhalaÂ
Anak perempuan hilang di laut BaliÂ
Tiap Februari ia ke pantai menangisÂ
Mencari berhalanya kembaliÂ
Lelaki tiga puluh tiga tahun matanya suram
Berkata apa yang hilang di laut biarkan hilang Â
Lihat hatimu sumur kering, marah dan putus asaÂ
Pulanglah, istirahatlahÂ
Enam bulan berlaluÂ
Anak perempuan kembali ke pantaiÂ
Kenakan kain musim semi topi sisi lebarÂ
Ia menjelma gadis tropis  Â
Pencariannya telah usaiÂ
Matanya telah melihat TuhanÂ
4
Rio de JaneiroÂ
Bocah ranum nenek Brazilnya berkataÂ
Tuhan ciptakan dunia dalam enam hariÂ
Pada hari ketujuh Tuhan khususkanÂ
Rio de JaneiroÂ
Pada hari-hari jeda ia terkenang Rio de JaneiroÂ
Melihat Tuhan di tiap sudut kota  Â
5
Tahun 2002
Kau miliki segalanya pada usia dua puluh duaÂ
Jatuh cinta pada bunga bakung di lembahÂ
Terpikat pada bintang timur cemerlang Â
6
Mazmur 51
Ravi mendatangimu di sepotong mimpi siang hariÂ
Memintamu menuliskan Mazmur 51 yang belumÂ
Sempat ditulisnya seperti Daud menulisÂ
Kau memandangnya luka yang mengangaÂ
Aku belum selesai menangis katamuÂ
Ia lebih rumit dari mata kuliah penderitaan di kelasÂ
Ketika kau berhasil menuliskannyaÂ
Kau tidak lagi memikirkan apakah surga apakah nerakaÂ
Kediaman Ravi saat ituÂ
*
Balige, awal Maret 2022
Catatan:
Tracy Trinita adalah model remaja yang hits tahun 1990-an, tinggal di Bali. Pertama ia memenangi lomba model Elite majalah remaja Mode, dan terpilih ke New York. Setelah itu ia menjadi model international, dikenal karena keunikan wajahnya, dan menjadi pujaan remaja Indonesia dan dunia.
Lama tidak mengikuti beritanya kecuali posenya sekilas-sekilas di brand-brand fashion dunia. Â Pada satu hari ia bicara tentang Tuhan. Terkejut dengan perubahan ini, saya membacanya, ternyata ia telah menyelesaikan sekolah teologi di Inggris selama tiga tahun. Sejak itu saya memperhatikannya.Â
Tahun 2013, ia bergabung di satu lembaga pelayanan RZIM (Ravi Zacharias International Ministry), yang dipimpin oleh Ravi Zacharias (1946-2020), pastor India berkebangsaan Amerika. Pendeta Ravi sangat berkarisma, ia menulis 30 buku, berkhotbah di depan jutaan orang, melayani umat selama 40 tahun. Ratusan rekaman videonya ditonton langsung oleh ribuan orang. Banyak tokoh kristen mengaku banyak dipengaruhi olehnya. Saya termasuk salah satu pengagumnya.
Pada Mei tahun 2020 Ravi meninggal dunia akibat kanker. Setelah ia meninggal banyak perempuan mengaku telah mengalami kekerasan seksual oleh Ravi. Tahun 2021 RZIM meminta lembaga hukum Miller & Martin untuk melakukan investigasi mengenai kemungkinan kebenaran skandal tersebut.Â
Miller & Martin mewawancara ratusan perempuan termasuk terapis pijat di banyak lokasi dan data dari empat hape pribadi Ravi. Atas investigasi tersebut, terbukti Ravi telah melakukan banyak sekali kejahatan seksual atas ratusan perempuan di banyak tempat, terutama di Thailand. Lembaga RZIM meminta maaf kepada dunia, akan meniadakan semua yang berkaitan dengan Ravi, termasuk buku dan rekaman, dan menutup lembaga.Â
Dunia terkejut atas temuan itu, termasuk saya. Lalu teringatlah saya pada Tracy Trinita. Mencari medsos IG-nya, mengikutinya, dan mencari tahu keadaan dan komentarnya sekitar skandal RZ.Â
Saya mendengarkan Tracy, turut menangis ketika badai itu menerpa keluarga besar RZIM di Indonesia. Dan saya mengagumi, dan berterima kasih dengan cara Tracy menanggapi masalah yang sangat sangat sensitif dan kontroversial itu, termasuk perasaannya, sampai saya menuliskannya dalam puisi-puisi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H