Mohon tunggu...
Ita Puspitasari
Ita Puspitasari Mohon Tunggu... Diplomat - Houston

3 cities.. counting for more

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Reach for The Stars" Festival STEM dari Houston - AS

23 April 2022   09:52 Diperbarui: 23 April 2022   09:55 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Sabtu lalu, tepatnya 9 April 2022, saya menemani anak ke acara outdoor satu hari, "Reach for the Stars: an outdoor STEM festival for middle school girls" di kampus Rice University, Houston, Amerika Serikat. Kebetulan keluarga kami sedang bermukim di kota Houston. 

Seperti judul acara, kegiatan ini hanya boleh diikuti murid perempuan atau siswi sekolah menengah pertama/Middle School. Kenapa hanya murid perempuan ya? Ternyata ini dikarenakan, di AS kebanyakan siswi SMP mulai kehilangan minat belajar ilmu pengetahuan alam. 

Maka dari itu program "Reach for the Stars" ini ditujukan untuk menggugah kembali semangat anak anak untuk menyukai sains. STEM sendiri merupakah singkatan dari Science, Technology, Engineering, dan Math. 

Untuk ikuti kegiatan ini dipungut biaya $10 atau setara Rp. 140.000. Sangat murah dikarenakan banyaknya perusahaan yang mensponsori acara. Padahal biasanya program serupa seperti ini biayanya bisa mencapai puluhan bahkan ratusan dolar. 

Setiap siswi wajib didampingi orang tua atau jika mendaftar secara berkelompok, guru sekolah bisa menjadi pendamping atau istilahnya chaperone. Pendamping juga wajib membeli tiket. Acaranya  berlangsung di pelataran kampus Rice University dan juga di dalam kelas. 

Pagi sekitar pukul 09.15 kami tiba di area kampus, saya lihat sudah banyak anak anak perempuan umur 11- 14 tahun. Beberapa ada yang bermain jungkat jungkit (see saw), sebagian lain bergerombol di bawah pepohonan. 

Baru kali ini saya lihat ada alat permainan di kampus. Di jadwal program, acara dimulai pukul 10.00 pagi dan selesai pukul 3.30 sore. Bergegas saya dan anak saya mencari meja pendaftaran, dan kami langsung diarahkan untuk mengantri sesuai bidang STEM yang dipilih waktu mendaftar. 

Ada 4 meja sesuai pilihan, yaitu  SPACE and ASTRONOMY; MEDICINE (termasuk medicine untuk luar angkasa/space dan bioscience; PHYSICAL SCIENCE & MATH; dan ENGINEERING AND ROBOTICS. Anak saya memilih Engineering dan Robotics, sesudah mendaftar kami diberikan kalung ID peserta dan tas punggung tali serut. 

Tiap kelompok memiliki jadwal masing-masing, misalnya untuk kelompok Engineering/Robotics berturut turut kegiatan adalah : Exhibition; Panel; Makan siang (disediakan panitia); Mendengarkan pidato dari pembicara utama/keynote speech dan terakhir 2 kali workshop. 

Karena jadwal yang berbeda per kelompok, sehingga walaupun peserta total cukup banyak, sekitar 200 orang, tapi masih cukup terdapat jarak aman antar siswa. Mengingat pandemic covid belum sepenuhnya reda. 

Di program pertama, Exhibition, di area pelataran kampus rapi berjajar kurang lebih 30 meja yang masing-masing mendisplay berbagai hal terkait sains. Yang cukup menarik perhatian, adalah meja display dari NASA (the National Aeonautics and Space Administration), Lembaga antariksa AS yang sangat dikenal. 

Selain memajang berbagai perlengkapan astronot, seperti sepatu, helm, makanan dan minuman astronot, NASA juga memarkir kendaraan truknya yang sudah dimodifikasi menjadi museum berjalan. Di dalam truk tersebut, pengunjung bisa melihat dan memegang batu yang diambil dari bulan (moon rock).

Petugas yang berjaga di meja NASA juga sibuk melayani pertanyaan-pertanyaan dari siswi. Saat melihat lihat berbagai atribut astronot yang dipajang, pikiran saya langsung teringat ke sosok Ibu Pratiwi Sudarsono. 

Saya rasa generasi yang lahir tahun 70'an dan 80'an awal pasti ingat dengan sosok beliau yang dulu hampir menjadi astronot Wanita Indonesia bahkan di Asia. 

Setelah puas berkeliling dan mencoba beberapa aktivitas sains, kemudian kami masuk ke area perkuliahan. Di sesi panel ini, terdapat 2 pembicara yang masing masing adalah ilmuwan NASA, dan satu lagi seorang professor Kimia dari Rice University. Mereka sangat antusias menceritakan soal hobi hingga akhirnya memiliki karir seperti sekarang. 

Sekitar pukul 12.00, kami dan para peserta mulai mengantri mengambil makan siang. Karena sedang berpuasa, makan siang pun kami simpan untuk nanti berbuka. 

Usai sesi makan siang, dilanjut mendengarkan pidato utama/keynote dari Dr. Nicola Fox, Direktur dari NASA Heliophysic Science Division. Sambil santai duduk di kursi lipat dan ada yang duduk di rumput, para peserta antusias mendengarkan pengalaman Dr. Nicolas Fox yang sangat inspiratif.

Sesi workshop, sesi yang paling ditunggu tunggu. Setelah dipanggil satu persatu oleh panitia, kami pun bersama sama berjalan kaki menuju gedung di sebelah untuk sesi workshop. Untuk kelompok Engineering / Robotics, sesi pertama diisi oleh instruktur dari NASA. 

Anak anak secara berkelompok disediakan satu SPHERO, robot kecil berbentuk bola yang bisa dikontrol dengan handphone. Dan mereka diminta mendesain robot tersebut sedemikian rupa sehingga bisa mengambil mainan kecil berbentuk astronot dari lantai. 

Tiap kelompok disediakan berbagai perlengkapan seperti selotip, gelas plastic, pipe cleaner, stik es krim kayu; dan mereka bebas mendesain, asal robot mereka bisa memungut benda berupa mainan astronot plastik. 

Dokpri
Dokpri

Tiap kelompok, dengan daya kreasinya, membuat beragam desain dan mempraktikkan apakah desain mereka berhasil memungut mainan astronot tersebut dari lantai. 

Selesai workshop pertama, anak saya nyeletuk "Ibu, now I know ideas are expensive" (sekarang aku tahu ide itu mahal ya). Saya mengiyakan sambil kita lanjut ke kelas sebelah untuk ikuti workshop terakhir.

Tak kalah menarik dari workshop I, di workshop kedua ini anak anak diajak belajar materi benda, dan produk sehari hari yang terbuat dari bahan kimia. 

Professor Biswal, sangat baik menyampaikan penjelasan dan mengajak anak anak ikut berdiskusi dan sesekali menjawab pertanyaan. Kali ini anak anak belajar mengenai percobaan kimia sederhana dengan mencampur minyak, air dan ditambah tablet yang biasa untuk mengobati sakit perut. 

Larutan air dan minyak,  berubah menjadi seperti letupan lava setelah dimasuki tablet. Terakhir anak anak membuat campuran calcium chloride dan serbuk ganggang (algae), yang setelah dicampur membentuk butiran seperti bola bola layaknya bobba tea.

Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 3.30 sore, rangkaian program STEM selesai. Anak saya nampak senang mengikuti program ini. Saya pun sebagai orang tua merasakan program seperti ini sangat menarik siswa sekolah untuk menyukai sains dan sejak dini melatih anak anak untuk mulai memilih bidang pekerjaan yang disenangi. 

Kembali teringat masa kecil saya, dimana dulu jika bertemu paman atau bibi, pasti ditanya apa cita citanya? Dan jawaban anak sepantaran saya biasanya mau jadi dokter, insinyur, guru, tentara. Jaman saya kecil belum ada Youtube, jadi cita cita jadi Youtuber belum ada juga.

Apapun cita-cita anak, menurut saya pengaruh keluarga dan lingkungan sangatlah penting. Cita cita memang harus diraih setinggi langit, dan untuk meraihnya perlu ada upaya untuk memantik minat agar cita-cita tersebut tetap menyala dan tidak padam di tengah jalan. Seperti pepatah, raihlah cita cita setinggi langit.. atau jika versi Houston, Texas- raihlah bintang. Reach for the stars.

Houston, 22 April 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun