BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seks merupakan kebutuhan biologis seorang manusia kepada lawan jenisnya. Itu merupakan naluri yang sangat kuat untuk dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan sek yang tepat hanya dapat dilakukan dengan adanya ikatan perkawinan antara suami dan istri. Pada dasarnya tujuan menikah bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologisnya saja akan tetapi lebih dari itu, yaitu sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 yang berbunyi: "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Manakala dalam masa pernikahan tersebut terjadi hubungan seksual, akan tetapi dalam perjalanan pernikahan tidak terjadi sesuai kehendak hingga berujung pada perceraian. Akibat dari perceraian inilah menimbul iddah bagi seorang perempuan.
Masa iddah merupakan masa tunggu yang hanya berlaku bagi seorang istri. Mengapa hanya seorang istri? Apakah suami tidak memiliki masa iddah? Seorang suami tidak memiliki masa iddah, karena pada dasarnya yang dapat hamil dan melahirkan adalah seorang istri. Masa iddah dimaksudkan untuk mengetahui apakah rahim sang istri bersih atau tidak dari hasil hubungan dengan suami terdahulu. Bagi seorang istri yang dicerai oleh suaminya baik cerai hidup maupun cerai mati terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang berbeda mengenai masa iddahnya. Sehingga dalam makalah ini penulis ingin menyajikan lebih jauh mengenai definisi iddah, landasan hukum iddah, sebab-sebab iddah, hikmah iddah, dan kewajiban yang harus dipenuhi setelah terjadinya perceraian.Â
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat penulis ambil beberapa rumusan masalah, yaitu meliputi:
 1) Apa pengertian dari iddah?
2) Dasar hukum apa yang menjadi landasan adanya iddah?
3) Apa saja sebab-sebab adanya masa iddah bagi seorang istri?