Iklim bisnis yang tidak kondusif, akan berpotensi menyeret investor asing keluar beserta modalnya (semoga tidak terjadi).
5. Bantuan sosial (Bansos) BLT BBM sebagai pengganti subsidi BBM dalam jumlah uang tunai, tidak mudah dalam penerapannya. Uang tunai atau cash tidak kalah rentan dengan komoditas BBM, juga rawan penyimpangan, penyunatan jumlah, dan salah target.
6. Masyarakat yang pendapatannya cenderung stagnan (kecuali yang 'berhasil' memperoleh bansos) akan mengurangi jatah pendapatannya untuk kebutuhan lainnya, dikhawatirkan terutama pada porsi kesehatan, pendidikan, pangan.
P l u s
Apa saja kebajikan dari kebijakan fiskal dalam bentuk kenaikan harga BBM ini?
1. APBN tidak jebol. Kita semua 'diajak' menyelamatkan negara kita tercinta ini dari jurang kebangkrutan, sekaligus juga agar kita tidak terbenam ke dalam lautan hutang yang lebih besar. Dengan demikian, Pemerintah terhindar dari 'Fuel Subsidy Trap', yakni alokasi subsidi yang terlampau besar namun amat dibutuhkan, setidaknya demi suatu kelanggengan atau kestabilan kekuasaan (?).
2. Menghilangkan adiksi (rasa kecanduan) akan nikmatnya subsidi. Selama ini bisa dianalogikan, bahwa kita ditraktir oleh pemerintah, namun dengan pelepasan subsidi ini berarti kita harus 'beli bensin' sendiri. Kita pun termanjakan.
3. Menghindari konsumsi BBM berlebihan.
4. Menghindari keengganan (malas) dalam melakukan pengembangan riset (R&D/ Research and Development) dalam ber-inovasi, misalnya teknologi termutakhir untuk mengirit penggunaan BBM.
5. Mengkoreksi ketidakefisienan/ inefisiensi subsidi, karena diakui terdapatnya salah sasaran subsidi (misguided subsidy), yakni 90% subsidi BBM malahan menguntungkan 50% rumah tangga terkaya di Indonesia.