Mohon tunggu...
Noverita Hapsari
Noverita Hapsari Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Kompasianer

“...aku menulis bisa jadi karena kedukaan-ku, atau ..mungkin juga akibat kesukaan-ku...”

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Isu Perdagangan Internasional 2022: Keretakan dan Pembentengan

7 Juli 2022   15:19 Diperbarui: 7 Juli 2022   15:50 3367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: Investopedia
Sumber: Investopedia

Keburukannya, tarif akan mengakibatkan Dead Weight Lose/ DWL sebesar area a plus b (biru) pada ilustrasi di atas. Interpretasi dari DWL ialah terdapatnya satu bentuk kerugian yang tidak tertutup/ ter-cover atau tidak terkompensasi oleh keuntungan yang dialami pihak lain. Secara total, DWL adalah destruksi nilai dan efisiensi, dan merupakan salah satu bentuk kesia-siaan ekonomi di dalam negeri.

III. Efek/ Dampak

     Disintegrasi beserta pembentengan via tarif tinggi/ ketat di dalam perdagangan internasional telah terbukti mengakibatkan:

  1. Terancamnya kelangkaan pasokan energi (BBM, misalnya) akibat sanksi Uni Eropa terhadap ekspor minyak mentah terhadap Rusia
  2. Eskalasi pada inflasi semakin tinggi
  3. Mengurangi efisiensi pada industri yang sebenarnya memang kompeten (memiliki compartive advantage), dan mereduksi produksi, profit, pendapatan sekaligus output dunia pada akhirnya
  4. Kerugian ekonomi yang dikalkulasi akibat pembentukan dua blok besar (AS dan China) mencakup 5% dari output global selama periode 10-20 tahun, bernilai 4.4 triliun dollar (US$ 4.4 trillion) 
  5. Kemacetan (bottleneck) atau disrupsi pada rantai pasok (supply chain)                                                                                                                  Pada sektor riil, hambatan di dalam rantai pasok mengakibatkan penurunan (diminishing returns) pada lini usaha/ bisnis, baik swasta maupun Pemerintah.

        Di Amerika Serikat, contoh kasusnya terjadi pada:

  • bidang maritim logistik: terdapat kekurangan kapal pengangkut/ vessel, terutama yang berbendera nasional/ national carriers akibat melonjaknya demand
  • pada angkutan darat (truk): kekurangan komponen dan semikonduktor pada industri
  • kelangkaan susu formula bayi
  • solar panel
  • turbin pembangkit listrik tenaga angin (wind turbines)
  • tarif pada kayu: mengakibatkan harga properti/ perumahan menjadi mahal
  • tarif pada baja dan aluinium: harga paku, mobil, ataupun produk yang menggunakan kedua metal tersebut jadi terkerek naik.

Di Indonesia, bottle neck akibat pandemi dan atau tariff barriers/ TB juga menimpa beberapa sektor di antaranya:

  • sektor otomotif: juga pernah dan sedang mengalami kelangkaan microchips
  • Domestic Price Obligation/ DPO dan Domestic Market Obligation/ DMO pada Crude Palm Oil/ CPO menjadikan produksi, distribusi, dan pasar domestik CPO beserta turunannya (termasuk minyak goreng) menjadi semrawut/ chaos

6. Dampak pengenaan tarif sebagai trade barrier/ TB kerap kali memicu respons 'gerak reflek' berupa pembalasan (retaliation) sehingga eskalasi trade war memanas.

7. Belum lagi efeknya terhadap sistem pembayaran internasional yang menumbuhkan kekhawatiran akan Geological/ New Triffin Dilemma: yaitu sikap pesimisme terhadap tingkat supremasi US Dollar sebagai mata uang ofisial global.

Dapat ditarik benang merahnya, bahwa secara sederhana  perdagangan internasional itu memiliki sisi baik dan buruk. Kala terjadi volatility sumber di luar negeri/ eksternal, maka kesejahteraan dalam negeri/ internal bisa turut gonjang-ganjing akibat terlalu membuka diri. Namun sebaliknya, jika terjadi kekurangan di dalam negeri/ krisis internal, maka problem tersebut dapat 'segera diatasi' dengan memperoleh suplai dari luar (impor).

Dalam keadaan seperti yang disebutkan di atas (bottle neck, disrupsi), penghapusan tembok penghalang (Tariff Barrier/ TB) terlebih dahulu adalah yang keputusan yang paling mudah, red tape sebaiknya dipotong dulu untuk mengimpor secara sementara (temporary). 

Sejalan dengan fakta-fakta di dunia, TB pada suatu tahap bahkan bisa menjadi pengurang daya tahan atau resiliensi ekonomi, maka mengimpor komoditas yang belum bisa diproduksi, adalah tindakan yang sah-sah saja dilakukan asalkan tidak permanen, hanya temporary saja (short run), serta tentu saja dengan syarat: level playing field yang ekual (fair dan free), juga selama diniatkan mengimpor adalah untuk mengekspor.

Menjaga kedaulatan nasional tetap menjadi prioritas utama, namun merawat kesetimbangan hubungan politik ekonomi yang baik dengan berbagai negara di dunia juga vital. Demikian pula, pemenuhan kepentingan jangka pendek/ short run dan jangka panjang/ long run di semua sektor mesti dijaga agar seimbang di dalam negeri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun