Ah, bagaimana mungkin, aku bahkan selalu menganggap biro jasa itu adalah sesuatu yang ilegal, sesuai yang tertera pada stiker besar terpampang di gerai Samsat, bukan begitu? Masih lebih baik bagiku memberi sejumlah uang pada pak No untuk itu, walau aku jadi tidak pasti, apa bedanya dengan menggunakan biro jasa.
Aku terus membujuk pak No karena aku tahu ia sekarang dan istrinya sekadar berjualan makanan di depan rumahnya, maka aku rasa ia masih bisa mengatur-atur waktu.
"Tambahan uang makannya beres deh pak," janjiku padanya sambil tersenyum, walaupun aku tahu saat ini ia tidak bisa memandang senyum penuh harapku itu. Ia pun setuju pada akhirnya.
Sekitar pukul 11, ponselku berdering. Dari pak No.
"Mbak, nomer plat mobilnya 818 W ini terhitung nomer cantik. Dari tahun 2017 sudah dibuatkan peraturan baru. Tiap nomer cantik, dikenakan pajak tambahan sekitar empat hingga puluhan juta rupiah atau lebih, tergantung nomernya. Punya mbak Ina kena tujuh setengah juta. Dan.. itupun harus dibayarkan setiap lima tahun sekali, mbak.." suara pak No setengah berteriak dan terbata-bata.
Aku terkesiap. Mobil bobrok buatan 2001, kadang jalan, kadang mogok, sering diservis karena ini-itunya dimakan usia, dengan biaya perpanjangan STNK yang biasanya murah saja sekitar sejuta-an .. kini tiba-tiba ditimpa pajak sebesar itu? Alamak.
Dalam pembicaraan selanjutnya melalui ponsel, pak No menjelaskan bahwa nopol cantik bisa dilepas dan diadakan penggantiannya, agar terlepas dari beban pajak sebesar itu. Paling-paling hanya dikenakan tambahan biaya penggantian nopol-nya, yang jumlahnya tidak besar.
Sedikit kalut, aku segera menghubungi papa untuk meminta pendapatnya. Tanpa ragu, tanpa jeda, papa memberi instruksi agar nopol cantik diganti nomer biasa saja.
"Keberatan," jelas papa mengenai jumlah tersebut, apalagi dengan memperbandingkan kegunaan dari nopol cantik tersebut, yang hampir tidak ada lagi buat keluarga kami.
Aku meneruskan instruksi papa tersebut pada pak No.
Makna yang takkan pernah terhenti