Tahun ini diterapkan larangan mudik ataupun mudik bersyarat melalui aturan penyekatan, kewajiban kelengkapan surat-surat seperti Surat Izin Keluar Masuk/ SIKM, Surat Izin Perjalanan/ SIP, keterangan hasil swab) bagi pelintasbatas kawasan aglomerasi ini.
Akibatnya berbeda dengan tahun pre-pandemi (sebelum 2020), ketika Posko penjagaan di luar kota pada hari-hari besar keagamaan yang biasanya dijaga polisi lalin saja sudah dianggap memadai, kali ini Posko Penjagaan urgensi menjadi wadah kerjasama dari beberapa aparat negara dan pihak lain yang terkait.
Posko Lebaran pada umumnya didirikan di tempat-tempat strategis. Di beberapa daerah kabupaten, Posko dibangun di depan tempat pelayanan publik, seperti Rumah Sakit Umum Daerah. Personil Posko biasanya merupakan tim gabungan kerja sama antara Polisi Lalu Lintas, TNI Angkatan Darat, dan tenaga kesehatan.
Jumlah para pengabdi ini bervariasi, misalnya di salah satu kota kabupaten di Jepara, Posko Ketupat dijaga oleh 7 personil dari Kepolisian, 1 personil TNI AD, 2 orang dari ORARI (Organisasi Amatir Radio Indonesia), 1 orang dari LinMas (Hansip), sedangkan untuk tenaga kesehatan dijaga oleh 2 perawat/ suster dan 1 dokter muda yang bertanggungjawab selama 7 jam shift kerja. Mobil dengan plat luar daerah menjadi target pemeriksaan.
Namun apa boleh buat. Hasrat pulang, kerinduan, dan ikatan emosional tanpa landasan yang logis, atau mungkin kesuntukan di pemukiman sementara (kontrakan) di kota besar tempat mereka bekerja, menjadi godaan bagi sebagian orang untuk menerobos segala palang dan halangan menuju kampung halaman.
Menerobos rintangan menjadi tantangan tersendiri, ibarat tantangan game yang harus dimenangkan, agar dapat berkumpul dengan keluarga besar di tempat asal kelahiran.
Fakta bahwa pemudik dapat membahayakan bukan hanya dirinya sendiri ini, namun juga keluarga yang dicintainya di lokasi tujuan - akibat membawa virus dalam tubuh mereka, rambut, sepatu, pakaian, atau tas - tak lagi diindahkan.
Pandemi yang dulu dipersepsikan sebagai bentuk sebuah cobaan universal, sekarang berubah menjadi godaan lokal - yang dulu terasa begitu menakutkan, kini bertransformasi menjadi satu godaan untuk keluar zona, tidak mematuhi protokol kesehatan, mengakali para petugas, dan sebagainya.
Pun pertanyaan klasik timbul kembali: akankah para pekerja urban yang berasal dari rural membawa 'armada baru' dari kampungnya masing-masing pada waktu arus baliknya ke ibu kota?
Hal ini ditengarai akan membawa kesulitan baru, sebagai pintu masuk baru bagi virus, di tengah wabah yang tidak berkesudahan ini.
Mari kita mawas diri tanpa henti dalam menerapkan protokol kesehatan, dengan penuh tanggung jawab, dan juga melaksanakan vaksinasi pada waktunya nanti.