Mohon tunggu...
Wahyu Agustina Rimbita
Wahyu Agustina Rimbita Mohon Tunggu... Guru - Kepala Sekolah Toddler-KB-TK Kristen 03 Eben Haezer Salatiga, Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Senang membaca dan selalu ingin meningkatkan kapasitas diri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Buat Pembelajaran PAUD lebih Bermakna dengan Pendekatan Backward Design

6 Agustus 2024   10:51 Diperbarui: 6 Agustus 2024   11:11 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merancang kegiatan pembelajaran memiliki tantangan tersendiri bagi pendidik PAUD. Terlebih lagi di masa sekarang ini, dimana teknologi berkembang dengan sangat pesat, bahkan susul menyusul. 

Banyak pertanyaan bermunculan dalam benak guru PAUD ketika hendak merancang pembelajaran: apakah topik yang yang saya sajikan di kelas masih relevan dengan perkembangan jaman?  Strategi apa yang paling tepat untuk saya gunakan dalam menyusun kegiatan pembelajaran? Bagaimana cara yang tepat dalam merencanakan kurikulum yang sesuai dengan karakteristik peserta didik PAUD? Bagaimanakah kurikulum dapat diimplementasikan dalam pembelajaran? dan sebagainya.

Kurikulum merdeka memberikan keleluasaan bagi pendidik PAUD untuk mengembangkan pembelajaran yang relevan dengan konteks dan kebutuhan peserta didik, yang berpusat kepada anak, berfokus pada pengembangan kompetensi dan karakter peserta didik, serta menekankan pada konsep-konsep atau materi yang esensial dan mendalam. 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fokus pengembangan kurikulum adalah mengembangkan kompetensi dan karakter peserta didik, bukan pada penyelesaian materi pembelajaran. Salah satu pendekatan yang paling efektif dalam merancang pembelajaran PAUD adalah pendekatan Backward Design (Backward Design Approach).

Backward Design merupakan suatu kerangka pengembangan kurikulum yang diawali dengan menentukan tujuan pembelajaran yang diinginkan (learning outcomes), kemudian bekerja secara mundur untuk merancang asesmen dan kegiatan instruksional yang akan memimpin kepada tercapainya tujuan tersebut. Pendekatan tersebut berlawanan dengan model Forward Design, yang selama ini sering digunakan. Alih-alih menentukan konten atau materi yang akan disampaikan, atau buku apa yang akan kita gunakan, kita memulai dengan menentukan tujuan di awal pembelajaran.

Menurut Wiggins dan Mc Tighe (2005), backward design menghasilkan tujuan jangka pendek maupun jangka panjang yang terdefinisi dan terpadukan dengan baik, penilaian yang lebih tepat, dan pembelajaran yang lebih terarah. Backward design akan membantu guru untuk dapat menentukan hasil yang harus dicapai siswa di akhir pembelajaran, serta menolong guru dalam hal pemilihan materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Disamping itu, backward design juga menolong guru untuk menentukan pendekatan, metode atau strategi yang paling tepat dalam menyajikan pembelajaran kepada siswa.

Lebih lanjut, Bullard (2019) menjelaskan bahwa beranjak dari menentukan tujuan di awal pembelajaran, dilanjutkan dengan merencanakan asesmen sebelum merancang aktivitas pembelajaran, maka fokus pembelajaran akan tetap mengarah pada tujuan yang diinginkan (Bullard, 2019). Penekanan pada output (apa yang akan anak pelajari) dan bukan input (apa yang akan guru ajarkan) akan mendorong terciptanya pembelajaran yang lebih mendalam, kaya akan konten, pemahaman tingkat tinggi (higher level thinking), pembelajaran yang transferable, dan meningkatkan pemahaman siswa.

Wiggins dan Mc Tighe (2005) membagi Backward Design dalam 3 langkah, yaitu:

  1. Mengidentifikasi hasil yang diharapkan.

Proses merencanakan pembelajaran diawali dengan menentukan hasil atau capaian yang diharapkan di akhir pembelajaran. Biasanya hasil pembelajaran tersebut dirumuskan dalam sebuah kalimat dengan menggunakan kata kerja aktif, dan berfokus pada apa yang akan dicapai oleh siswa. Contohnya: "Pada akhir pembelajaran, siswa dapat ....". Dalam menentukan tujuan pembelajaran, perlu memperhatikan hal-hal berikut:

  • Spesifik. Pernyataan tujuan pembelajaran harus jelas dan spesifik.

  • Terukur. Tentukan cara untuk mengetahui bahwa siswa telah mencapai tujuan pembelajaran.

  • Realistis. Tujuan pembelajaran harus dapat dicapai oleh siswa dan pada waktu yang telah ditentukan.

  • Berpusat pada siswa. Tujuan pembelajaran mendeskripsikan 'apa yang akan dapat siswa lakukan', bukan 'apa yang dapat guru lakukan'.

  1. Menentukan bukti-bukti yang dapat diterima

Langkah kedua setelah menentukan tujuan pembelajaran adalah menentukan bukti-bukti apa yang dapat membuat kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Bukti-bukti tersebut dapat berupa pemahaman dan atau keterampilan siswa, yang diperoleh melalui asesmen. Asesmen tersebut dapat berupa asesmen formatif maupun asesmen sumatif. 

  1. Merencanakan pengalaman belajar dan instruksi belajar

Langkah selanjutnya adalah merencanakan pengalaman belajar apa yang dapat mendorong atau mendukung pemahaman siswa. Dengan siswa mengetahui tujuan belajarnya, maka kegiatan pembelajaran yang dia lakukan menjadi lebih bermakna.

Terkait pertanyaan "Apakah pendekatan Backward Design mungkin digunakan dalam merencanakan pembelajaran PAUD?", jawabannya adalah sangat mungkin. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan jenjang pendidikan yang tidak dapat disepelekan. Usia dini merupakan tahapan kehidupan yang penting, karena pada masa ini pertumbuhan fisik, perkembangan intelektual, sosial dan emosional anak berkembang dengan pesat. Pengalaman belajar awal yang positif akan menentukan keberhasilan belajarnya kelak. 

Dalam Lampiran I Keputusan Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud Ristek Nomor 32/H/KR/2024 tentang Capaian Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah pada Kurikulum Merdeka, dijelaskan bahwa dalam kurikulum merdeka, PAUD merupakan Fase Fondasi, dimana dalam fase ini, siswa dibangun kemampuan-kemampuan fondasionalnya untuk dapat membantunya memiliki kesiapan sekolah.Dengan menggunakan pendekatan backward design, guru PAUD dapat fokus untuk membangun kemampuan fondasional tersebut.

Sebelum memulai pembelajaran, guru akan melakukan asesmen awal untuk mengidentifikasi dan memetakan kemampuan siswa. Kemudian, setelah memahami kebutuhan dan kompetensi apa yang perlu ditingkatkan dalam diri siswa, guru dapat mencanangkan tujuan pembelajaran yang sesuai. Sebagai contoh, melalui asesmen awal pembelajaran PAUD kelompok A, guru mendapatkan bahwa rata-rata siswa di kelasnya masih membutuhkan penguatan dalam capaian pembelajaran Jati Diri, yaitu dalam hal bina diri. 

Dengan pendekatan backward design, maka langkah pertama yang dapat dilakukan guru adalah menentukan tujuan pembelajaran, yaitu "Anak dapat melakukan kegiatan bina diri." Langkah kedua, guru dapat membuat indikator ketercapaian tujuan tersebut, dan merancang asesmen apa yang akan digunakan. Sedangkan langkah selanjutnya, guru merancang pengalaman belajar melalui kegiatan-kegiatan bermain yang bermakna yang relevan dengan tujuan yang sudah dicanangkan. Pada akhir pembelajaran, guru dapat mengevaluasi sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai, dan menentukan tindak lanjut yang tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun