Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lapak Penantian

15 Juli 2020   05:38 Diperbarui: 15 Juli 2020   05:42 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jiiiiii....kasihan deh lu. Kena deh, di lapak penantian" teriak Somad.
Oji yang diteriaki oleh Somad, hanya tersenyum.
Oji bukan tak mau meladeni canda Somad. Tapi, kondisi malam ini, bukan pada kondisi biasa. Bukan Kondisi untuk becanda.

Malam ini, malam rebo. Seperti pada malam-malam sebelumnya, setiap malam rebo dan malam Sabtu. Pemancingan Dirgantara selalu ramai. Karena, pada malam rebo dan malam Sabtu, selalu diadakan lomba mancing. Letak pemancingan yang tak jauh dari fly-over Jl. Pramuka & by pass Jl.  A.Yani. Jakarta Timur itu, sudah sangat friendly bagi mancing maniak.

Pemenang lomba, ditentukan dengan jumlah berat perolehan. Siapa paling banyak dapat ikan dengan jumlah paling berat. Maka, dia akan keluar sebagai pemenang.

Bukan pada jumlah banyaknya ikan yang terpancing. Cuma dua ikan, jika paling berat, akan menang, meski pesaing lain, dapat lima ekor.

Jumlah lapak di pemancingan Dirgantara tidak banyak, hanya 46 lapak. Biasanya, pada malam-malam biasa,  lapak-lapak selalu menyisakan tempat kosong. Namun, malam Rebo dan malam Sabtu selalu habis tidak meninggalkan sisa.
Bahkan, untuk dapat lapak, harus daftar sejak jam 6 sore.

Lomba dimulai pas jam delapan dan berakhir jam sebelas malam. Dalam rentang waktu tiga jam itulah nasib Oji, dia pertaruhkan.

*****

Sudah sejak Selasa kemarin, Oneng tak henti ngomel. Segala hal, semua salah dihadapan nya. Seakan tak kenal  lelah itu mulut, oneng merepet tiada henti.  

Oji sadar, istrinya sudah lelah. Corona yang mewabah ini, sudah merampas sumber pencarian Oji. Siapa yang mau naik ojek Oji? Grab tempat dia gantungkan untuk semua  hajat hidup keluarganya sama sekali tak berdaya menghadapi Corona.

Satu-satu barang di rumah sudah kelaut. Mulai tape, tivi, kulkas dan naga-naganya kipas angin akan segera menyusul.

Tak tahan dengan segala omelan Oneng,  Oji segera pergi, tak jelas tujuannya. Yang penting keluar rumah, yang penting telinga ini rehat sejenak dari mendengar segala omelan Oneng.

Akhirnya, motor Oji parkir di rumah Beni. Beni teman ngojeknya yang asli Betawi itu, asyik dengan persiapan mancingnya. Sedang membuat umpan. Umpan andalan yang ternyata ampuh. Umpan yang resepnya dia dapatkan dari Oji.

Campuran umpan itu, terdiri dari nasi, jas-jus warna oranye dan santan tara. Kenapa warna oranye? Karena digelap malam, warna oranye akan membuat ikan penasaran dan mengejar obyek yang berwarna oranye.

"Wah...kebetulan lu dateng Ji. Beliin kara santen dulu deh..."  teriak Beni.

"Mana duitnya?" tanya Oji, masih di atas motor.

"Payah lu Ji, duit receh gitu aja kagak ade" teriak Beni, sambil menyerahkan uang noban (dua puluh ribu).

Oji langsung menuju warung kaki lima di ujung gang rumah Beni. Lumayan pikir Oji, kembalian dari tara santan, masih cukup untuk beli sebungkus rokok Sampoerna Kretek.

"Lu jangan pulang dulu deh. Ntar malam kita mancing, lu satu lapak, gue satu lapak" kata Beni.

"ngacok lu" jawab Oji singkat.

"Emang kenapa?" tanya Beni.

"Gue kagak gablek duit" jawab Oji lagi singkat.

"Gue yang ngajak, ya gue yang bayarin lu" kata Beni.

Jadilah, malam ini Oji ikutan lomba mancing di pemancingan Dirgantara, dengan tiket setiap peserta seharga seratus ribu rupiah.

*****
Tolong di lapak 22... Teriak panitia lomba. Terlihat panitia berebut menolong peserta lapak 22 yang mata kailnya dimakan ikan Bawal. Setelah ditimbang beratnya 2.42 kg.

Oji hanya melongo melihat kejadian di lapak 22. Bener kata Somad, lapak dia, lapak penantian. Dari tadi mata kailnya hanya dilewati Bawal, tak seekor pun Bawal yang tertarik.

Kembali teriakan dari lapak 29. Lalu, disusul lapak 35. Sepuluh menit kemudian lapak 27.

Waktu sudah menunjukkan pukul 22.17.  itu artinya, hanya tersisa 43 menit lagi. Sebelum akhirnya lomba ini berakhir. Dan Oji akan pulang dengan tangan hampa.

Terbayang di mata Oji, bagaimana Oneng nanti semakin merepet. Bahkan lebih seru lagi dari omelan siang tadi. Karena pulang larut malam, ditambah dengan tangan kosong.
Masih mendingan, kalo ada sesuatu yang dibawa.

Tiba-tiba, kail Oji di sambar Bawal. Segera Bawal pertama ditimbang dengan berat 2,8 kg. Sepuluh menit kemudian Bawal kedua dengan berat 3,2 kg. Tujuh menit kemudian, Bawal ketiga dengan berat 6,9 kg. Dan terakhir Bawal ke empat dengan berat 3,7 kg.

Pukul 23.00 akhirnya sampai juga. Waktu lomba habis. Panitia mengumumkan Oji sebagai pemenang.

Selain membawa semua Bawal yang berhasil dia pancing, hadiah yang dia peroleh berupa uang 1,5 juta.

Di jalan arah pulang. Oji masih memikirkan reaksi Oneng. Marah Oneng sepanjang siang tadi. Mudah-mudahan akan berakhir dengan empat ekor Bawal besar dan uang 1,5  juta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun