Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tidak Ada yang Gratis

31 Mei 2020   06:54 Diperbarui: 31 Mei 2020   07:10 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan terengah-engah Rudi mengayuh sepeda, kecepatannya dia tambah, lebih kencang lagi dan kencang  lagi. Jika sesuai rencana, sepuluh menit lagi sepeda ini, segera memasuki daerah Kemang. Itu artinya, dia segera tiba di rumah.  Memeluk Ratih, lalu  menghirup kopi hangat, sambil bercerita tentang perjalanan sepeda pagi ini, yang sukses Rudi lakukan sepanjang dua puluh lima kilo meter.

Namun, betapa Rudi kaget. Ratih menolak untuk di peluk. Ratih beralasan Rudi bau keringat. Ratih ingin Rudi segera mandi. Segera segar dan wangi. Tidak ada kompromi  pada permintaan Ratih. Mandi dan wangi.

Ada apa ini? Bukankah Rudi suaminya? Bukankah Rudi sudah dewasa? Yang tidak perlu diatur lagi kapan dia harus mandi?  Apakah Ratih tidak mencintainya lagi? Atau sudah ada pria idaman lain di hati Ratih?  Kejadian pagi ini, menjadikan Rudi shock berat dan menimbulkan banyak tanya. 

Begitulah hidup ini. Dalam banyak hal, kita dihadapan pada kenyataan yang di luar dugaan.

Kita tidak melakukan kesalahan. Namun, kita harus menanggung sesuatu yang tidak pernah kita lakukan.

Masih ingat kisah "sengkon dan Karta". Dua anak manusia yang  tidak pernah melakukan tindak pidana. Namun, harus mendekam di penjara selama dua belas tahun.  Meski, kemudian pengadilan meminta maaf karena telah salah menjatuhkan Vonis pada mereka. Namun, "kenikmatan" di rumah tahanan Polisi dan Rutan, tak dapat hapus begitu saja dengan permohonan maaf.

Fenomena apa ini sebenarnya? Inilah yang akan kita bahas.

Semua Tanya di atas. Jawabnya. Karena, Allah sayang pada manusia.

Bayangkan, jika saja Ratih tidak menolak Rudi.  Mungkin, Rudi akan mandi ketika siang tiba. Itu artinya, Rudi akan menikmati kotoran keringat pada tubuhnya lima jam ke depan.  Namun, dengan sayangnya Ratih, berupa penolakan untuk dipeluk Rudi. Maka, setengah jam kemudian. Rudi sudah bersih dan wangi.

Setengah jam sebelum Rudi bersih dan Wangi, dia merasakan goncangan kejiwaan yang hebat. Bahkan, nyaris pikiran negative menguasai diri Rudi.  Apakah Ratih punya PIL lain? Apakah Ratih tidak cinta dia lagi? Dan banyak pertanyaan lain. Kondisi ketika banyak tanya inilah yang kita sebut sebagai derita dan implikasinya.

Ketika manusia di dera dengan derita. Maka, akan banyak timbul pertanyaan. Apakah Allah tidak sayang lagi padannya?  Apakah Allah tidak mau memperhatikan dirinya? Apakah Allah menghukum dirinya?

Jawab dari semua pertanyaan di atas. Karena, Allah sayang padanya.

Mengapa derita kita simpulkan sebagai bentuk kasih sayang Allah?

Karena, Allah ingin segera kita bersih dari dosa.  Seperti Ratih ingin Rudi segera bersih dari keringat dan bau.

Analoginya, demikian kawan.

Jika, misalnya, hanya dengan berdo'a normal, dibutuhkan waktu dua bulan untuk mengampuni dosa kita.  Maka, dengan musibah, derita dan keletihan. Dalam waktu lima hari kita sudah bersih dari segala dosa.

Syaratnya, ketika derita datang, bersihkan pikiran negative tentang Allah, ambil wudhu, lakukan sholat toubat, perbanyak mohon ampunan dosa dengan istighfar. Maka, ketika ampunan Allah telah diberikan Nya pada kita. Di saat itu, derita berganti dengan nikmat.

"Tidaklah seseorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya." (HR Bukhari: 5641).

So, jangan pikirkan,  apapun  derita yang kita alami, selalu linier dengan kesalahan yang kita lakukan.  Jangan berpikir setiap musibah, selalu linier dengan prilaku kita sebelumnya. Bisa jadi, semua derita dan musibah yang menimpa. Adalah  cara Allah ingin dengan cepat mengangkat derajat kita ke posisi yang lebih tinggi lagi.

.

Wallahu A'laam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun