Akhirnya, cerita kopiah itu pun berulang kembali. Setelah saya diterima di Masjid di lingkungan baru saya di Pontianak. Saya merasa ada sedikit ganjalan, ketika mereka melihat kepala saya tanpa penutup. Bukan saya tidak tahu. Melainkan, mencari kopiah dengan ukuran dua belas, bukan perkara mudah dan gampang. Semua toko yang saya temui hanya menyediakan ukuran kopiah paling besar sepuluh.
Man Jadda wa Jadda.... Tak ada kata menyerah. Ketika nomer dua belas itu saya dapatkan, saya tidak mempermasalahkan berapa harga kopiah itu harus saya bayar.
Menutup kepala dan menutup mulut orang lain, dari membicarakan kepala saya yang tak tertutup, lebih memiliki nilai harga, daripada harga kopiah itu sendiri.
Hari ini, sekali lagi, saya memiliki kopiah, setelah puluhan tahun, kepala ini tanpa kopiah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H