Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Kopiah

5 Mei 2020   14:24 Diperbarui: 5 Mei 2020   14:32 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biasanya  Mak melakukan sholat Subuh di Musholla. --demikianlah yang lazim di tanah Sumatera, Ibu-ibu sholat subuh berjamaah di Masjid-. 

Mak selalu ditemani Bapak,  juga anak-anak lelakinya. Selalu saja demikian, pada setiap subuh. Kecuali jika ada hal-hal istimewa. Seperti, bapak sedang tugas ke luar kota.

Pagi itu, diantara adzan dan Iqomah, pak Ahmad  merangkul saya.  Menanyakan mengapa saya tidak memakai kopiah.  Saya belum menjawab, tanya beliau --pak Ahmad-  ketika Mak menjawab dari barisan shaff ibu-ibu,  bahwa penyebabnya, karena kapala saya besar.

Pak Ahmad, segera melepas kopiah beliau. Mencoba memakaikan pada kepala saya. Dan.....benar.  kopiah pak Ahmad tidak cukup di kepala saya.  Beliau tertawa, membenarkan ucapan Mak. Sejak saat itu, pak Ahmad tidak pernah bertanya lagi soal kopiah.

Cerita lain tentang kopiah. Di  akhir tahun delapan puluhan, saya memulai mengajar pada sebuah pondok pesantren di sebuah Kabupaten di Sumatera Utara.  Saya merasakan ada hal yang aneh pada sang kiyai dan santri. Karena, melihat  saya yang tidak pernah memakai kopiah.  Sang kiyai mentolerir perilaku saya. Namun, saya merasa risih sendiri.

Akhirnya, saya meminta izin untuk ke kota Medan hanya untuk membeli kopiah. Bayangkan, perjalanan delapan jam ke Medan, hanya untuk membeli kopiah.

Sampai di Pajak Hongkong  -salah satu nama pasar di Medan- saya membeli  kopiah yang dimaksud.  Harga yang harus saya bayar sebesar lima ribu.  Karena ada  perberbedaan harga yang cukup mencolok.  Padahal, merk peci sama.  Maka, saya bertanya pada sang penjual.  Mengapa demikian? Apakah kualitas peci yang saya pakai,  berbeda dengan nomer yang lebih kecil. Meski, merk nya sama.

Sang penjual dengan enteng menjelaskan, bahwa kopiah dengan nomer yang saya pakai itu, telah sepuluh tahun ini, jangankan dibeli  orang, ada yang bertanya pun tidak. Jadi, saya menjual pada Bapak, lebih banyak kortingnya daripada harga jual sesungguhnya. Sebagai rasa syukur, akhirnya sang kopiah itupun laku terjual.

Cerita lain lagi, dalam banyak event,  Mak suka sekali bercerita tentang bagaimana beliau begitu susah dan payahnya ketika hendak melahirkan saya. Bayangkan,  kata Mak, sejak jam lima pagi Mak sudah merasa akan melahirkan. Namun, hingga jauh tengah malam setelah 20 jam Mak tersiksa, baru kau lahir.

Belakangan, beberapa bulan sebelum Mak meninggal, cerita beliau masih diulangi lagi. Ketika itu, saya bertanya. Apa sebenarnya, penyebab dari semua susah dan payah Mak, ketika melahirkan saya.

"Kapalo waang gadang  -kepala mu besar sangat-" jawab Mak. Jawaban inilah yang saya rasa, sebagai penanda,  mengapa saya begitu sayang pada Mak. Karena, untuk menghadirkan saya di dunia, Mak begitu susah dan payah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun