Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ketika Harus Memilih (1)

28 Oktober 2019   05:35 Diperbarui: 28 Oktober 2019   05:38 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hasnah merasa kehangatan tangan yang menggenggam jari jemarinya.
Lautan manusia ini, terasa menyemut, serasa tak ada hentinya mereka yang melakukan tawaf di Rumah Allah ini. Masjidil Haram.
Kokoh genggaman itu, masih seperti dulu. Namun, bagi Hasnah, kehangatannya sudah tak ada lagi, hanya karena status sebagai istri, Hasnah tak menepiskan tangan kokoh itu.

Perhatiannya, masih seperti dulu. Dengan telaten Bagas menuntun Hasnah keluar dari Mesjidil Haram, membimbing Hasnah menuju pelataran Shuttle Bus, dengan Shuttle Bus mereka akan menuju hotel tempat mereka menginap.

Kondisi suami istri, Bagas dan Hasnah, di mata orang awam sangat ideal.

Bahkan menurut Bagas sekalipun demikian.  Tak ada yang kurang, sangat sempurna.

Hanya, bagi Hasnah, semuanya sudah berubah. Istana kokoh berbatu pualam itu, kini sudah berubah menjadi istana kertas. Jangankan hujan badai, hujan gerimis sekalipun, sudah cukup untuk menjadikan semuanya porak poranda.

Bagas dan Hasnah, masih menunggu shuttle Bus, ketika mereka datang tadi, Bus baru saja berangkat. Itu artinya, mereka harus berdiri, diantara jemaah Umroh yang ingin kembali ke Hotelnya sekitar sepuluh menit.

Bagas dan Hasnah, sudah tak mengenakan pakaian Umroh. Mereka hanya mengenakan baju syar'i. Umroh yang wajib, telah mereka lakukan dua hari lalu. di Bir Ali mereka dua hari lalu mengganti pakaian mereka dengan pakaian tak berjahit. Lalu, rangkaian sya'i dan tawaf sgera mereka lakukan setelah mereka tiba di Masjidil Haram, untuk akhirnya memotong rambut. Maka, selesai sudah Ibadah Umroh.

Untuk mereka yang masih ingin untuk melakukan lagi. Maka, silahkan lakukan sendiri, biro travel Umroh hanya berkewajiban membimbing jamaah untuk umroh yang pertama.

Selanjutnya, silahkan lakukan sendiri.

Anak-anak bukan tak ada yang ingin ikut. Tapi, Hasnah sengaja membujuk mereka untuk tidak ikut. Umroh kali ini, "khusus" Mama dan Papa. Begitu bujuk Hasnah pada anak-anak. Syukurlah, anak-anak mengerti dan merelakan Hasnah dan Bagas untuk melakukan ibadah "khusus"nya.

Hasnah tak bisa membayangkan, jika anak-anak ikut. Lalu, agenda besar yang dia rencanakan akan gagal.

Padahal, waktu sudah mendesak, Hasnah tak ingin buang waktu, jika tidak sekarang kapan lagi. Jika tidak sekarang, apakah masih ada waktu atau tidak. Anak-anak paham, mereka akhirnya dengan suaminya masing-masing melepas Hasnah hingga Soekarno-Hatta.
Bagas, artinya kokoh. Memang laki-laki yang berdiri di sebelahnya di dalam Shuttle Bus, suami Hasnah, memiliki fostur tubuh yang kokoh, perwira menengah angkatan udara itu, bahkan bukan hanya kokoh, tetapi, juga flamboyant, daya tariknya di mata wanita luar biasa.
Jabatan, pangkat, postur tubuh, wajah dan tampilan yang flamboyant itulah, yang justru akhirnya menjadi masalah yang tiada akhir bagi Hasnah. Inilah saat untuk mengakhirinya.

Hasnah berdo'a, Insyaallah setibanya di hotel kelak, semua rencana Hasnah berjalan lancar.
Di menit ke sembilan, Shuttle Bus yang mereka tunggu tiba. Tak perlu rebutan untuk naik ke dalam Shuttle Bus. Entah suasana jamaah yang terlihat tertib, atau karena transformasi kejiwaan yang terjadi pada  Hasnah selama melakukan ibadah Umroh. Hasnah begitu tenang.

Waktu yang dibutuhkan untuk tiba di Al Murjan Crom Hotel, dengan jarak 3,6 km dari Mesjidil Haram. Paling lama 15 - 20 menit, lalu untuk apa rebutan? Tenang saja, masih banyak tersisa waktu untuk berbicara banyak hal pada Bagas malam ini.  Begitu bathin Hasnah.
Sebelum Hasnah turun pada halte di depan Al Murjan Crom Hotel, Hasnah masih sempat memberikan sebungkus rokok Jie Sam Soe pada sang supir. Dia tahu, itu supir dari Indonesia. Tepatnya dari Pandeglang, Banten. Begitu pengakuan sang supir, kemarin ketika Hasnah bertanya prihal tentang dirinya.

"Kami tidak boleh menerima uang dari penumpang Bu, jika ketahuan langsung dikembalikan ke negara asal" Tutur Andi sang supir. Maka, sebagai tanda simpati untuk sesama umat  yang berasal dari satu negara, itulah alasannya mengapa Hasnah memberikan satu bungkus rokok kretek Jie Sam Soe untuk sang Supir, barang langka yang tidak gampang dia peroleh di Saudi.

Tiba di ruang makan, tak banyak lagi hidangan yang tersisa. Orang Indonesia, memang suka lupa berbagi, lupa pada mereka yang belum makan, pandai memanfaatkan kesempatan untuk diri sendiri.  Hanya tersisa beberapa lauk, Jus jeruk dan Susu. Tahu, jika Bagas tidak berminat makan malam, Hasnah hanya membawa dua gelas Jus Orange.

Mereka langsung ke kamar. Di kamar masih tersedia cukup kurma dan biscuit untuk teman bicara dengan Bagas sesuai gagasan Hasnah.
Bagas memang lelaki gentleman, perilaku yang ditampilkannya, untuk banyak  wanita sangat mengagumkan. Kalau saja perilaku dan pesona itu hanya untuk Hasnah. Tentu, niat yang akan dia sampaikan malam ini tentu akan dia urungkan.

Bagas membukakan pintu kamar Hotel untuk Hasnah, tadi di Bawah, dia juga yang menekan lift,  memencet nomer lantai yang akan mereka tuju, bahkan dua gelas yang Hasnah bawa dari ruang makan tadi, segera berpindah ketangan Bagas.
Berjalan dengan Bagas, Hasnah adalah bak permaisuri yang hanya tinggal melenggang, semua urusan tetak bengek, semua selesai dan beres dilakukan Bagas.

Bagas menghidupkan lampu ruangan, lalu  menyetel TV. Menyorongkan kursi agak ketengah, agar Hasnah dapat melihat tayangan TV yang menyajikan acara live dari Masjidil Haram.

Hasnah tak mengerti apa yang diucapkan reporter TV, Tapi dia tahu, itu adalah acara tawaf dan  sholat Isya berjamaah.

Hasnah bergerak, membuka laci lemari dibawah meja,  mengeluarkan Kurma dan Biscuit untuk teman jus yang tadi dibawa Bagas.
Pembicaraan yang akan dia lakukan harus dibuat sesantai mungkin, Bagas harus siap mendengar semuanya dan ujung dari seluruh masalah yang ingin Hasnah sampaikan nanti, Hasnah berharap Bagas dengan kesadarannya sendiri  akan memenuhi keinginan Hasnah.
......
Bersambung pada bagian 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun