Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Mudik Cerdik Pilihan

Catatan Pulang Kampung, Kasus Bus ALS

2 Juni 2019   06:01 Diperbarui: 2 Juni 2019   06:23 1204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: picdeer.com

Bus ALS baru saja meninggalkan Pool nya di Klender. Tujuan perjalanan pulang kampung kali ini menuju kota terbesar di Sumatera. Kota Medan.

Kota yang akan dituju, merupakan ibu kota dari Sumatera Utara. Kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Perjalanan yang direncanakan akan menempuh jarak sekitar hampir dua ribu kilometer ini, akan ditempuh selama tiga hari tiga malam, perjalanan non stop.

Kebayangkan bagaimana lelah yang akan dialami.

Mengapa mudik menggunakan Bus dengan perjalanan yang sangat melelahkan? Bukankah ada moda transportasi lain. Dengan pesawat atau kapal laut, misalnya.

Pertanyaan pertama, jawabannya, karena harga tiket yang tidak masuk akal. Harga tiket pesawat naik tiga ratus persen. Sebuah kalkulasi yang sulit dianalisa dengan nalar sehat.

Bagaimana menjelaskan fenomena ini? Harga  tiket ke Medan, akan lebih murah, ketika perjalanan dilakukan dengan rute ke Malaysia terlebih dahulu, lalu, berganti armada pesawat Batik untuk kemudian kembali ke Medan. Sungguh sebuah nalar yang terbalik.

Dulu, ketika kita memiliki cukup banyak uang, kita ke luar negri. Kini, justru karena ketiadaan uang, makanya kita ke luar negri. Lucukan? Nalar yang dibangun sungguh sulit untuk dijelaskan.

Benarkah uang yang dihemat signifikan ketika melalui negeri Jiran? Jika dihitung dengan jumlah yang dikeluarkan untuk membeli tiket pesawat thok. Jawabannya benar. Namun, ada aturan yang dilakukan oleh negeri Jiran kita, bahwa perjalanan dapat dilanjutkan setelah stay tujuh jam di negeri Jiran tersebut. Penantian selama tujuh jam inilah yang menghabiskan banyak uang. Pengeluaran yang luput dari perhatian mereka yang menggunakan moda tersebut. Sehingga, ketika jumlah pengeluaran ditotal secara keseluruhan. Maka, jumlah nominal yang dikeluarkan, sebelas dua belas dengan penerbangan lokal yang kenaikannya hingga tiga ratus persen itu.

Bagaimana dengan Kapal laut? Dengan kapal laut,  jika dilihat service yang dilakukan selama perjalanan, Pelni dalam hal ini, sebagai penyelenggara jasa angkutan laut perlu diacungkan jempol.  Namun, justru kelemahan yang sangat vital dilakukan Pelni dengan tidak memanfaatkan tekhnologi kekinian. Untuk memperoleh tiket kapal laut, tidak semudah ketika kita memesan tiket pesawat.  

Jasa traveloka, tiket.com, dll belum merambah ke tiket kapal laut. Pemesanan tiket masih setengah hati.  Kita masih harus datang ke kantor Pelni di daerah yang bersangkutan. Sudah cukup? Ternyata belum. Jadwal keberangkatan kapal Pelni suka berubah, ditambah lagi dengan kapasitas tempat yang tersedia dengan jumlah penumpang tidak balance. Sehingga, untuk memperoleh tiket, sungguh sulit diperoleh. 

Solusi dari masalah ini, PELNI perlu merombak cara penjualan tiket kapal laut dan menambah armada kapal. Terutama untuk daerah-daerah dengan permintaan tinggi. Seperti Tanjung Priok -- Belawan.

Maka, alternative yang masuk akal dan selalu ada solusinya, dengan menggunakan angkutan darat. Dalam hal ini, bus antar kota aantar Provinsi. Dan saya, menggunakan bus ALS.

Perjalan dengan Bus ternyata meninggalkan sejumlah kekecewaan pada para penumpang Bus. Bukan pada ketepatan waktu tiba ditujuan. Melainkan, lebih pada service yang diberikan pada penumpang Bus selama dalam perjalanan.

Hal ini, terasa sangat mengganggu, jika dilihat dari lama waktu tempuh yang dialami oleh penumpang. Bayangkan, tiga hari tiga malam.

Diantara kekecewaan itu, seperti yang akan saya ceritakan dibawah;

Awalnya, para penumpang, terhibur dengan hiburan musik yang diperdengarkan, penumpang maklum dengan volume suara yang besar. Maklum ini Bus Sumatera bung, semuanya tidak lemah gemulai ala Solo.

Namun, persoalan menjadi lain, ketika suara musik yang keras ini, semakin menjadi ketika jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam hingga waktu sahur tiba. Ada penumpang yang protes, sang supir cuek saja. Saya coba duduk di samping supir, ternyata suara yang keras itu, pada bangku supir, terdengar hanya lembut saja. 

Pada supir saya sampaikan keluhan penumpang. Namun, jawaban sang supir, juga dapat saya terima. Mereka menghidupkan musik, agar tidak mengantuk. Dua buah kepentingan yang saling bertolak belakang.

Penumpang terganggu dengan suara musik yang keras. Sementara, supir akan mengantuk jika tanpa musik. Solusi dari masalah ini, saya pikir, harus ada terobosan dalam assesories musik. Mengapa tidak dibuat dua area speaker saja. Satu yang berada dekat bangku supir, dalam hal ini, terletak di sekitar dashboard supir dan speaker yang lain berada pada areal penumpang.

Sehingga, ketika malam tiba. Speaker untuk area para penumpang dimatikan saja, dan hanya speker untuk supir yang hidup. Dengan demikian, kebutuhan untuk dua kepentingan yang berbeda antara supir dan penumpang dapat diakomodir.

Keluhan yang lain. Harga makan dan minum pada tempat peristirahatan yang mencekik. BUS ALS akan berhenti, pada tempat perhentian milik mereka sendiri, pada daerah yang sepi, sehingga penumpang tidak memiliki akses alternative untuk mencari tempat makan pilihan lain, selain milik ALS.

Untuk kopi segelas saja, penumpang harus membayar  seharga sepuluh ribu, nasi rames dengan ikan sepotong kecil, yang di warung padang seharga lima belas ribu, di tempat pemberhentian bus ALS menjadi tiga puluh lima ribu. Nasi goreng yang ala kadarnya saja menjadi dua puluh ribu, belum lagi harga chas HP yang hanya setengah jam atau paling lama satu jam, seharga lima ribu.

Keluhan yang lain, BUS ALS  dengan kelas eksekutif dan super eksekutif itu, tidak memberikan pelayanan charger untuk penumpangnya. Ada memang stop kontak untuk charger HP. Tapi, aliran listriknya sering dimatikan, dengan alasan mempengaruhi kemampuan BUS untuk berlari kencang atau mendaki pada perjalanan menanjak. Sebuah alas an yang menggelikan. 

Padahal, banyak penumpang saat ini, menggunakan gadget untuk kepentingan kerja dan Bisnis mereka. Dapat dibayangkan, bagaimana gelisahnya penumpang jenis ini. Banyak transaksi yang gagal dan banyak laporan yang tertunda untuk dikirimkan.

Selanjutnya, moment kebangkitan angkutan darat, setelah beberapa saat lesu, karena murahnya angkutan udara, perlu kita sambut gembira.

Kegembiraan ini, patut pula disambut oleh mereka para pengusaha angkutan darat, dengan cara memberikan pelayanan yang lebih baik bagi penumpangnya. 

Jika tidak, saya kuatir, moment ini akan segera berakhir dengan inovasi yang akan dilakukan penumpang yang kecewa. Caranya, bisa saja, mereka mencharter kendaraan bersama-sama dan meninggalkan moda angkutan antar kota antar provinsi.

Semoga saja, inovasi itu tidak akan terlaksana, karena pengusaha angkutan BUS AKAP dengan segera memperbaiki pelayanannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Mudik Cerdik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun