Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wang Sinawang

22 Mei 2019   21:37 Diperbarui: 23 Mei 2019   07:53 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang yang belum memiliki kendaraan mobil, berkhayal. Indah sekali, andai saja memiliki mobil. Bepergian kemanapun, tak perlu risau dengan hujan yang turun. Karena, mobil telah melindunginya dari terkena air hujan. Sementara mereka yang memiliki mobil, berkhayal. Indah sangat, jika bepergian dengan sepeda motor. Tak perlu bayar parkir mahal, bisa berhenti dimana saja, tak perlu risau dengan kemacetan, karena bisa salib sana salib sini.

Seorang karyawan yang sibuk, berkhayal. Alangkah nikmatnya, jika saja liburan bisa diperpanjang hingga satu minggu, dia akan nikmati indahnya pantai ini, hingga tuntas.

Sementara penjaga Pantai berkhayal sebaliknya, jika saja dia jadi karyawan kantoran, tak perlu berpanas-panas, dia dapat membiayai anak dan isterinya, dengan kecukupan.

Bagi seorang pembaca, berkhayal. Alangkah nikmatnya, jika dia bisa menulis dan melahirkan buku sebagai karya tulisnya. Sementara bagi penulis yang telah melahirkan banyak buku, berkhayal alangkan nikmatnya, jika setiap buku yang dia tulis, meledak di pasaran.

Begitulah, kita selalu memandang, apa yang dimiliki orang lain, selalu lebih indah dan nikmat dibandingkan dengan apa yang kita miliki. Demikian sebaliknya, orang memandang kita, memiliki sesuatu yang membuat mereka menjadi iri, untuk memilikinya.

Orang Jawa bilang, kondisi demikian, sebagai wang sinawang. Fenomena apa ini sesungguhnya? Inilah sekedar pendekatan yang saya coba untuk menjelaskannya.

Sesungguhnya, nilai suatu benda, hanya berharga sesuai dengan kondisi dan waktunya. Ketika kita tenggelam, sepotong kayu akan lebih berharga dari satu kilogram emas murni. Ketika kita mencintai "seseorang", maka nilai seseorang itu, akan sangat berharga dibandingkan dengan banyak orang selainnya. Meski, mereka yang banyak itu, lebih cantik, lebih tampan dan lebih-lebih yang lain.

Jangan pernah berpikir, apa yang orang lain miliki, otomatis, merupakan "kekurangan" kita, karena kita tak memilikinya. Betapa, kayanya dia, bukan berarti kita miskin. Karena, banyak juga orang kaya, tak bahagia. Bahkan, begitu tak bahagianya mereka dengan kekayaan yang mereka miliki, sehingga tak sedikit orang kaya bunuh diri.

Betapa hebatnya dia, jadi pejabat tinggi, apapun bisa dia beli, kemana-mana dikawal khusus, ada fasilitas Negara yang dapat dia gunakan, sehingga tak ada yang menghalangi apapun maunya. Benarkah? Survey membuktikan, betapa banyak pejabat yang mengakhiri masa jabatannya di rumah tahanan. Hotel Prodeo.

Untuk menggambarkan situasi lain, yang menjadikan jabatan setingkat Raja dengan kepemilikan harta yang berjibun, tak lebih berharga dari segelas air putih, simak kisah berikut ini.

Ibnu as-Sammak az-Zahid berkata kepada Harun ar-Rasyid --sebelumnya dia meminta segelas air untuk diminum, "Wahai Amirul Mukminin! Seandainya Anda dihalangi untuk meneguk minuman ini. Berapa Anda berani membelinya?"

"Dengan semua kepemilikanku." Jawab Harun ar-Rasyid.

"Seandainya Anda dihalangi mengeluarkan minuman tersebut dari diri Anda --buang air kecil-. Berapa banyak Anda rela menebus diri Anda?" Lanjut tanya Ibnu as-Sammak.

"Dengan semua kepemilikanku." Jawab Harun ar-Rasyid

"Wahai Amirul Mukminin! Tidak ada sisi kebaikan harta yang tidak sebanding dengan minuman dan air kencing." Kata Ibnu as-Sammak lagi.

Betapa, kita tahu nilai harga sehat, ketika kita sakit. Berapapun harga yang harus ditebus kita bayar, untuk memperoleh sehat. Untuk seorang yang sakit. Harta yang tak ternilai sehat.

Bagaimana dengan seorang yang tak memiliki anak? Maka, mempunyai anak, merupakan puncak pencapaian yang ingin diraih. Sementara, mereka yang dikaruniai banyak anak, bagaimana memiliki harta yang dapat membiayai sekolah anak-anaknya, merupakan suatu yang sangat diidamkan.

Idealnya, Puncak dari semua keinginan yang ingin dicapai manusia, memperoleh kasih dan sayang dari sang pencipta dirinya. Allah SWT.

Jadi, jika ingin sukses, nikmati yang ada. lalu, fokuslah pada pencapaian asa yang ingin dicapai.

Wallahu Alaam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun