"Jangan sungkan-sungkan Mas, kita hanya berdua" jawab Bae.
"Kita dimana sekarang, Bang?" Tanya Bayu.
"Saya tidak tahu persis. Tapi, semoga belum jauh dari tempat kita berangkat  siang tadi" jawab Bae lagi.
"Iya Bang, semoga pagi nanti, akan datang  pertolongan"
"Aaminn" jawab Bae, mengamini Bayu.
*****
Tanggal 28 oktober.
Sejak kemarin, Bae tidak melaut. Angin dengan kekuatan penuh menuju pantai, gelombang laut mencapai empat meter. Akan penuh resiko jika tetap nekad melaut. Maka, Bae memutuskan untuk tidak melaut. Â Untuk apa melaut, tokh dia hanya lajang tanpa isteri. Muti tidak mungkin merengek minta uang belanja. Mereka belum menikah. Meskipun, sudah menikah sekalipun, mungkin tidak.
Haji Rauf, adalah pemilik kapal di kampung mereka, calon mertua Bae itu, terkenal dengan kekayaan dan sifatnya yang dermawan. Â Andai saja, Bae memiliki orang tua sekaya Haji Rauf, mungkin saja dia tidak menjadi nelayan seperti sekarang. Dia akan ke kota meneruskan kuliah di universitas di kota, seperti yang dilakukan Muti.
Namun, kenyataan berbicara lain. Bae yang memperoleh nilai tertinggi di sekolah, harus puas jadi nelayan, Â menggantikan posisi Bapak yang kini, sudah tidak mampu melaut lagi. Â Konyolnya lagi, kapal nelayan yang digunakan Bae, milik haji Rauf.
Haji Rauf membantu banyak pada Bae, jika saja hasil tangkapannya stabil selama delapan bulan ke depan. Maka, kapal yang kini digunakan Bae, akan menjadi miliknya.