Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pencarian Sepanjang Jalan Kenangan

8 Oktober 2017   20:40 Diperbarui: 8 Oktober 2017   20:52 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apalagi lagi sih yang kurang? Semuanya sudah lengkap. Dalam usia semuda itu, Harry telah memiliki segalanya. Mobil dengan merk terkenal, rumah di BSD dengan type besar, moge dengan harga yang untuk sebagian orang hanya menjadi khayalan. Lalu, apa yang kurang.

Jikapun disebut kurang, maka itu soal jodoh. Harry belum juga berumah tangga. Tapi, bukankah usia 34 tahun untuk seorang eksekutif muda, belum tergolong usia yang tua-tua banget. Masih banyak, bahkan ngantri wanita matang manggis dan gadis kinyis-kinyis yang menunggu untuk dipersunting Harry.

Tapi, bagi Harry bukan soal mereka yang ngantri itu, meskipun mereka seksi-seksi semua, bening-bening semua. Tapi, tak satupun mampu menghilangkan bayangan Nita. Kemana Nita? Begitu kuat bayangan itu menghantui Harry. Mata Nita itu, senyum Nita ketika bahagia, membuat Harry tak mampu untuk menoleh pada yang lain.  

Akh... seandainya saja Harry tahu dimana keberadaannya. Paling tidak, kota dimana dia tinggal kini, Harry akan cari dan tapaki, inchi per inchi dari setiap jalan yang ada di kota itu.

Namun, dimana kota itu, apa nama kota itu? Tak satupun informasi tentang Nita yang dia ketahui. Semuanya gelap.

Keadaan semakin krusial, ketika ibu meminta Harry segera melepaskan masa lajangnya, setelah Yuli, adik bungsu menikah enam bulan lalu.

"Ibu ingin kau menikah Har" kata Ibu sore itu.

"Iya Bu... tapi belum ada yang cocok" jawab Harry.

"Ibu tahu siapa yang kau maksud, tapi bagaimana mencarinya?"

"Itulah masalahnya bu, kemana saya akan cari?" jawab Harry hoopless.

"Ibu punya  ide... Bagaimana kalau kau minta cuti?"

"Untuk apa Bu?"

"Iya untuk mencari bidadarimu yang tak tentu rimbanya itu" jawab Ibu tersenyum.

"Bener Bu, kenapa saya tidak minta cuti dulu saja" tersentak Harry dengan ide Ibu.

*****  

Bandung, 22 April 2017

Sepanjang jalan Asia-Afrika kondisinya sudah sangat berubah. Dulu, jalan itu masih enak untuk pejalan kaki. Harry masih ingat betul, setelah dia turun dari angkot jurusan Dago dari kebon Kelapa di Prapatan Lima, tangan Nita dengan hangat menyambut uluran tangan Harry.

Perlahan mereka menuju alun-alun. Di simpang jalan Embong, Nita menyandarkan tubuhnya dipagar sebuah kantor, Harry tahu Nita tak capek, hanya butuh perhatian, dengan lembut tangan hari melingkari pinggang Nita, tangan mereka bertemu, perjalan diteruskan kembali. Genggaman itu, semakin kuat ketika Harry menuntun Nita menyeberangi jalan Tamblong, ada getar hangat cinta disitu, ada getar cinta yang tak terlukiskan dengan kata.

Tiba-tiba ada suara rem mobil berdenyit kencang, suara teriakan sangat keras."Hooyy"

Harry kaget, dia sadar sedang menyeberangi Jalan tamblong tanpa Nita.

Perjalanan yang penuh harap bertemu Nita itu, kini berada di seberang Hotel Savoy Homan. Akh... disana ada kenangan tak terlupakan ketika dia menemani Nita, acara perayaan pesta perak pernikahan Ayah & Ibu Nita. Sekaligus peristiwa yang membuatnya memutuskan untuk pergi dari kehidupan Nita.

Harry sadar dia bukan siapa-siapa, jurang sosial antara dia dan orang tua Nita begitu dalam dan lebar. Tak mungkin dijembatani. Kompensasinya, Harry tenggelam dalam kamarnya, perlahan tapi  pasti IPnya mulai merangkak naik, S1 dia peroleh dengan nilai Cum Laude. Sempurna.

Selesai kuliah, Harry masuk bidang kerja di perusahaan yang bonafide, kerja keras itu sudah menjadi habit Harry, kariernya meroket. Di ujung lelah kerja, Harry bergumam, inilah cara yang tepat untuk kelak meraih mimpi bersama Nita.

Kembali jalan Braga dia seberangi, kini Harry berada di depan Gedung Asia Afrika. Gedung yang menjadi saksi bagaimana dia membimbing tangan Nita, melukis Nita di jenjang gedung itu, serta menelisik buku-buku tua yang dijual pedagang buku bekas di samping gedung Asia Afrika. Tapi, kemana Nita? Bayang itu semakin kabur saja, tak tampak, tak berbekas.

Kini, Harry berada di depan Gedung Pusat BRI, tepat diseberang jalan dimana dia berdiri, terletak alun-alun Bandung. Mungkinkah Nita ada di sana? Harry tak yakin, Nita tak suka dengan alun-alun. Mereka tak pernah ke alun-alun. Bukan sekali dua Harry mengajak Nita ke sana. Namun, Nita selalu menolak.

Harry menggelar kertas Koran yang dia bawa sejak tadi, mencoba untuk duduk sebentar, sudah pukul lima sore, sebentar lagi Gino supir yang setia menemaninya, akan menjemputnya dengan BMW yang sengaja di parkir di Perapatan Lima.

Perjalanan ini akan tetap terus dia lakukan, hingga masa cutinya berakhir. Untuk Nita, apa sih yang gak.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun