Selesai kuliah, Harry masuk bidang kerja di perusahaan yang bonafide, kerja keras itu sudah menjadi habit Harry, kariernya meroket. Di ujung lelah kerja, Harry bergumam, inilah cara yang tepat untuk kelak meraih mimpi bersama Nita.
Kembali jalan Braga dia seberangi, kini Harry berada di depan Gedung Asia Afrika. Gedung yang menjadi saksi bagaimana dia membimbing tangan Nita, melukis Nita di jenjang gedung itu, serta menelisik buku-buku tua yang dijual pedagang buku bekas di samping gedung Asia Afrika. Tapi, kemana Nita? Bayang itu semakin kabur saja, tak tampak, tak berbekas.
Kini, Harry berada di depan Gedung Pusat BRI, tepat diseberang jalan dimana dia berdiri, terletak alun-alun Bandung. Mungkinkah Nita ada di sana? Harry tak yakin, Nita tak suka dengan alun-alun. Mereka tak pernah ke alun-alun. Bukan sekali dua Harry mengajak Nita ke sana. Namun, Nita selalu menolak.
Harry menggelar kertas Koran yang dia bawa sejak tadi, mencoba untuk duduk sebentar, sudah pukul lima sore, sebentar lagi Gino supir yang setia menemaninya, akan menjemputnya dengan BMW yang sengaja di parkir di Perapatan Lima.
Perjalanan ini akan tetap terus dia lakukan, hingga masa cutinya berakhir. Untuk Nita, apa sih yang gak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H